Saturday, November 11, 2017

RIBA DAPAT BERUPA SATE DAN LONTONG


Oleh Siswo Kusyudhanto

Dalam kajian kemarin ada seorang teman bertanya kepada Ustadz Erwandi Tarmidzi, " bagaimana hukum Go-Pay dan T-Cash ya ustadz", Ustadz menjawab, " Bukan masalahnya Go-Pay atau emoney serupa haram, namun jika salah satu pihak melanggar syariat Allah maka akad tersebut masuk dalam perkara haram, Sistem dalam Go-Pay adalah konsumen diminta menyerahkan deposit uang, ini bukan jasa karena uang yang diberikan dalam bentuk deposit tidak langsung habis saat itu juga, namun terajdi pengurangan dalam waktu tertentu, maka ini masuk akad pinjaman, karena konsumen memberikan pinjaman kepada Go-pay dan semacamnya. Jika makin banyak konsumen makin banyak memberikan deposit kepada pihak operator, semisal ada satu juta orang menyerahkan deposit sebesar 100 ribu saja maka akan terkumpul uang sejumlah 10 milyar, dan ini tidak langsung habis karena pihak konsumen tidak langsung gunakan dananya langsung habis.

Sampai disini tidak ada masalah, namun jika demikian tentu tidak menarik bagi konsumen, maka untuk menarik konsumen pihak operator memberikan discount dan kemudahan bagi mereka yang memberikan pinjaman/deposit, maka keuntungan yang diberikan kepada peminjam adalah masuk perkara riba, karena mengambil keuntungan dari deposit yang diberikan.

Abu Hurairah Radhilyaa Anhu ketika meminjami seseorang sejumlah uang, dan ketika hujan turun sementara dia ada ditengah jalan, nampak orang yang dipinjami uang olehnya menwari untuk berteduh dirumahnya, dan tawaran ini ditolak beliau karena takut menerima keuntungan dari pinjaman yang diberikan kepada orang itu, yang masuk dalam kategori riba.

Sama halnya misal ada dua orang bertetanggaan semisal A meminjamkan uang kepada B, sejak itu tiba-tiba B berbuat baik kepada A yang sebelumnya tidak pernah dilakukannya, pagi-pagi si B mengirim lontong kepada si A, siang hari B kirim nasi padang kepada A, malamnya si B kirim sate kepada si A. Maka lontong, nasi padang dan sate adalah riba dari pinjaman yang diberikan A kepada si B. Dan masih banyak bentuk riba tidak harus berupa keuntungan uang, waallahua'lam."

Dalam Shahîh Al-Bukhâry, dari Abu Burdah bin Abu Musa radhiyallâhu ‘anhu, beliau menyebutkan nasihat Abdullah bin Salâm radhiyallâhu ‘anhu kepada beliau. Abdullah bin Salâm radhiyallâhu ‘anhu berkata,
إِنَّكَ بِأَرْضٍ الرِّبَا بِهَا فَاشٍ، إِذَا كَانَ لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ، فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ، أَوْ حِمْلَ شَعِيرٍ، أَوْ حِمْلَ قَتٍّ، فَلاَ تَأْخُذْهُ فَإِنَّهُ رِبًا
“Sesungguhnya engkau berada pada suatu negeri yang riba tersebar pada (negeri) tersebut. Apabila engkau memiliki hak (piutang) terhadap seseorang, kemudian orang itu menghadiahkan sepikul jerami, sepikul gandum, atau sepikul makanan ternak kepadamu, janganlah engkau ambil karena itu adalah riba.”, Al-Ijmâ` hal. 136 dan Al-Isyrâf 6/142. Baca jugalah Tahdzîb As-Sunan 9/407-407 karya Ibnul Qayyim (tercetak bersama ‘Aun Al-Ma’bûd).



No comments:

Post a Comment