Sunday, June 18, 2017

Jangan terkecoh dengan stempel syariahnya.


Ada teman menawari sebuah asuransi yang berlabelkan syariah, namun setelah saya baca-baca klausul transaksinya saya menemukan beberapa point diantaranya mengandung perkara riba, semisal mereka menjanjikan akan memberikan sejumlah keuntungan sekian persen dalam jangka waktu tertentu.
Jadi ingat kajian Ustadz Erwandi Tarmidzi ketika ditanya oleh salah seorang jamaah tentang hal serupa, seorang jama'ah bertanya, " ustadz saya ditawari sebuah produk dari asuransi dari luar negri yang katanya sudah memenuhi kaidah syariah, dalam kesepakatannya mereka menjanjikan keuntungan beberapa persen dari dana yang saya bayarkan, apakah hal demikian masuk perkara riba?'.
Ustadz berkata, " daging babi jelas haram, meskipun itu diimport dari luar negri sekalipun, semisal daging babi import itu masuk ke Indonesia, diproses kemudian dimasukkan kedalam kaleng dan diberi stempel halal apakah hal ini menjadikan daging babi itu halal?", jama'ah menjawab serempak, " tetap haram".
Lalu Ustadz Erwandi Tarmidzi menjelaskan perkara ini, " dari transaksinya sudah menjelaskan bahwa ini mutlak adalah riba meskipun dinamai dengan asuransi syariah sekalipun. Kenapa demikian?, karena dia sudah berani menjanjikan besarnya keuntungan yang akan diberikan kepada setiap nasabah asuransi yang mengambil produknya, padahal didunia ini hampir semua bisnis punya resiko rugi dan belum pasti keuntungannya sehingga tidak dapat ditentukan dalam beberapa waktu menghasilkan sekian persen. Dan satu-satunya bisnis yang pasti keuntungannya cuma bank atau leasing, dimana mereka punya ketentuan bunga yang harus dibayar oleh para peminjam dana atau nasabah leasing. Artinya dana asuransi yang antum bayarkan diputar di dalam perputaran transaksi bank atau saham dan semacamnya yang jelas perkara haram, maka hindari asuransi semacam ini untuk menghindar dari perkara yang diharamkan Allah dan RasulNya."

Bersedekahlah walau dengan sebotol kecil parfum!!!


Ketika duduk di Masjid Raudhatul Jannah didepan saya ada rak untuk menaruh kitab2 mushaf dan hadist, diatasnya ada dua parfum dan ada tulisan "SILAHKAN DIGUNAKAN PARFUM", mendadak langsung terharu, betapa semangatnya si Fulan bersedekah, bahkan hanya dengan dua botol parfum, betapa dia menginginkan banyak ganjaran pahala di Bulan Ramadhan yang penuh ampunan Allah ini walau dengan dua botol parfum!!!.
Jadi ingat pembahasan soal sedekah meskipun sekecil apapun akan dinilai oleh Allah Azza Wa Jalla oleh banyak ustadz.
Semoga ini jadi pengingat kita semua, sepatutnya bersedekah semampu kita, dan sedekah tidak nunggu kita kaya.
Rosululloh bersabda:
(( اِتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ ))
“Berlindunglah kalian dari api neraka walaupun dengan separuh kurma” (Muttafaq ‘Alaih)
Alloh berfirman:
“Sesungguhnya Alloh tidaklah menzholimi seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Alloh akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar”. (QS. an-Nisa [4]: 40)
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya”. (QS. Az-Zalzalah [99]: 7)
Referensi Aliman.blogspot.co

Beramal ibadah tapi tidak berharap pahala?


Membaca sebuah posting seseorang, dalam postingan itu dia berkata, "Silahkan shalat, silahkan bersedekah, silahkan berhaji dan silahkan berjihad, namun jangan berharap pahala atas hal itu", langsung jadi ingat kajian Ustadz Khalid Basalamah ketika membahas kalimat persis seperti ini. Beliau mengatakan, "jika kita temui ada seseorang mengatakan, silahkan shalat, silahkan bersedekah​, silahkan berhaji dan silahkan berjihad namun jangan berharap pahala atas hal itu". Perkataan ini sekilas sepertinya baik dan bijaksana, namun kalau teman-teman teliti lebih dalam ini masuk perkataan yang berbahaya, dapat membahayakan dirinya ataupun juga orang lain yang terpengaruh ketika membacanya. Dari sisi perbuatannya orang seperti ini dapat saja mengatakan demikian karenanya kejahilannya (bodoh) sehingga dia hanya asal mengungkapkannya apa yang dirasakan dan difiikirkannya tampa mengentahui ilmu atas pahala dan dosa dari sebuah perbuatan, termasuk amal ibadah yang kita lakukan. Dalam menghadapi orang jahil seperti ini wajib bagi kita untuk menasehati dan mengingatkan dia agar tidak melakukan lagi diwaktu mendatang. Dan keadaan kedua yakni dia tau bagaimana ilmu dan hukumnya pahala dan dosa namun dia kuffur terhadap itu, kemudian dia mengatakan bahwa pahala tidak penting untuk dijadikan tujuan dalam beramal ibadah, kalau sudah tahap ini teman-teman harap berhati-hati, karena perbuatan yang demikian dapat jadi penyebab seseorang batal keIslamannya, maka wajib teman-teman hindari orang seperti ini, karena syubhat yang disebarkannya dapat mempengaruhi pemahaman kita dalam perkara pahala dan dosa. Padahal dalam banyak ayat Allah Azza Wa Jalla sudah menetapkan bahwa setiap amalan yang dalam ketaatan dan keimanan mendapatkan pahala dan amalan yang berada dalam kemaksiatan dan kekufuran mendapatkan dosa, dan kewajiban kita sebagai seorang mukmin mengimani semua perkataan Allah Azza Wa Jalla baik dalam perkataan ataupun perbuatan, bukan malah mengingkarinya, waallahua'lam."
Kalau kita lakukan pencarian di dalam Al-Quran pada ketigakata tersebut, maka kita akan menemukannya puluhan kali.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak mereka bersedih hati.(QS. Al-Baqarah: 277)
Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.(QS. Ali Imrah: 57)
Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. (QS. Ali Imran: 172)
Referensi dikutip dr "Manhaj Salaf", artikel "Pahala dan Dosa", karya Ustadz Ahmad Sarwat LC.

Ayah adalah pintu surga kedua.

Melihat sebuah berita dimana disaat mendekati puncak dari bulan suci ini ada seorang anak yang masih enggan mengakui ayah kandungnya sebagai orang tuanya sungguh bikin miris, padahal dalam syariat agama Islam ayah termasuk orang yang harus dihormati, jika tidak mau mengakui dikarena sebab kesalahan dimasa lalu sekalipun maka anak itu sudah masuk anak durhaka.
Jadi ingat kajian Ustadz Abu Zubair Al Hawari tentang hal ini, kata beliau, " Mungkin banyak guru kita, para ustadz atau pemuka agama sering membahas pentingnnya berbakti kepada orang tua terutama ibu, kedudukan ibu sering dikaji dan dibahas dalam banyak kajian ilmu dan kitab, namun hal ini jangan mengecilkan peran seorang ayah dalam kehidupan kita. Ayah adalah pintu surga kedua setelah ibu, berbakti kepada ayah adalan jalan lain menuju ke surga. Kenapa kita wajib juga berbakti kepada ayah kita?, karena peran ayah bagi kehidupan kita sangatlah penting. Tampa mengecilkan peran seorang ibu sebenarnya seorang ayah ada beberapa keutamaan dibandingkan seorang ibu, jika seseorang ibu meninggal dunia dia tidak akan meninggalkan nama kepada kita, namun jika seorang ayah meninggal dia akan meninggalkan nama kepada para anaknya, orang selalu menyebut seseorang dengan "bin" ayahnya. Seorang ayah juga mempunyai peran dalam menanamkan karakter dan kepribadian tegas kepada seorang anak, jika seorang anak meminta sesuatu dia akan merayu ibunya, karena seorang ibu mudah tersentuh oleh rengekan dan tangisan anaknya, tidak dengan seorang ayah, seorang ayah punya ketegasan dalam mengarahkan anaknya, itupun demi kebaikan sang anak, rayuan dan rengekan anak tidak akan berpengaruh kepada seorang ayah karena kebaikan anaknya jauh lebih penting. Jika ibu memiliki sifat keibuan karena bakat dan tercipta dengan sendirinya, sejak kecil seorang anak perempuan suka bermain boneka karena memang naluri keibuannya sudah ada dan itu akan dia bawa sampai dewasa ketika mengandung anak hingga melahirkan, tidak dengan menjadi seorang ayah, menjadi sesorang ayah butuh proses belajar menjadi ayah yang lama, makanya berbeda ketika seorang lelaki belum memiliki anak dan setelah memiliki anak.
Maka berbaktikan kepada ayah kita sebaik dan semampu mungkin, karena itu adalah pintu kedua menuju surga, waallhua'lam."
surat al-Israa’ ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa’ : 23-24]
Perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa’ ayat 36:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil [1], dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [An-Nisaa’ : 36]
Dalam surat al-‘Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir jika mereka mengajak kepada kekafiran:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-‘Ankabuut (29): 8] Lihat juga surat Luqman ayat 14-15.
Sumber referensi; "Cari keridhaan Allah dengan berbakti kepada orang tua", karya Ustadz Abdul Qodir Jawa di Almanhaj.or.id

Friday, June 16, 2017

Kualitas keimanan kita baru tahap keimanan"korban perasaan".


Ada teman berkata, "enak ya kalau hidup sejaman dengan nabi dan para sahabat, mendengar risalah langsung dari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, ikut bersama beliau menegakkan agama ini, ikut mendakwahkan agama ini bahkan ikut berjihad bersama beliau", lalu saya bilang, " masalahnya keimanan kita tidak cukup jika hidup bersama beliau", lalu teman saya terdiam.
Kemudian saya sampaikan kajian Ustadz Maududi Abdullah kepadanya, ustadz berkata, " jika ada orang mengatakan enak ya hidup bersama Nabi dan para sahabat dan semacamnya, maka tanyakan pada diri sendiri, apakah keimanan kita cukup untuk hidup dijaman itu?, Karena dalam sejarah apa yang dialami Nabi dan para sahabat ketika menegakkan agama ini sungguh berat, harga diri mereka dihinakan, harta mereka dirampas, tubuh mereka disiksa, bahkan nyawa mereka direnggut demi menegakkan Aqidah Tauhid, apakah keimanan kita cukup menempuh itu semua?. Sejujurnya dengan keimanan yang kita miliki tentu tidak cukup untuk menempuh itu semua, keimanan kita baru sebatas korban perasaan, ketika akan menjalankan ketaatan dan keimanan kita selalu berfikir apa kata orang nanti kalau ini saya amalkan, apa kata tetangga jika saya menjalankan ini?, apa kata teman kantor jika saya berbuat seperti itu?, Hanya sebatas korban perasaan keimanan yang kita miliki. Apakah kalau kita berusaha Istiqomah dalam menjalankan As Sunnah kemudian harga diri kita dihinakan?, Apakah karena menjalankan syariat sesuai Alquran dan As Sunnah yang benar harta kita dirampas?, Apakah ketika berusaha menjalankan amal ibadah yang benar nyawa kita direnggut?, Tentu hal demikian tidak terjadi pada kita, yang kita alami baru perkataan manusia, namun kita sudah takut berusaha menjalankan ketaatan itu. Betapa kerdilnya keimanan kita dibandingkan para sahabat?, maka benarlah Allah menciptakan kita dijaman ini, dan wajib kita syukuri, karena keimanan kita tidak cukup untuk menempuh cobaan yang jauh lebih besar seperti yang dialami Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam dan para sahabat.
Dan keburukan yang kita alami ketika berusaha taat kepada Allah dan RasulNya sudah menjadi ketetapan, karena Surga itu didapat dengan kesulitan, kerumitan dan kepayahan, surga tidak didapat dengan jalan mudah dan mulus. Sebaliknya neraka diraih dengan kemudahan, kesenangan dan syahwat."
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ
“Surga itu diliputi perkara-perkara yang dibenci (oleh jiwa) dan neraka itu diliputi perkara-perkara yang disukai syahwat.”(HR. Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Al-Qur’an memberi gambaran betapa dahsyat ujian yang menimpa orang-orang terdahulu. Firman-Nya:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللهِ قَرِيبٌ
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (Al-Baqarah: 214)
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ. وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al-’Ankabut: 2-3)
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar?” (Ali Imran: 142)
Referensi Dr darussallaf.co dan muslimah.or.id

senangnya

Senang lihat ada teman anggota Polisi Brimob Polda Riau sedang melihat dan memilih Mushaf Madinah, dia akan masuk kelas Tahsin di salah satu kajian Sunnah di Pekanbaru yang akan mulai setelah Lebaran.
Makanya prihatin lihat ada orang nuduh dakwah ini pemecah belah umat, antek Yahudi dan Amerika, dakwah penghancur Islam, dakwah sesat dst. 
Hanya orang gila dunia yang perutnya terganggu mampu berfikir seperti itu!
Semoga Allah Azza Wa Jalla menunjukkan mana yang hak dan yang bathil, dan juga semoga Allah memberikan hidayah Nya pada kita semua.

Apa yang harus dilakukan dijaman fitnah ini?


Dalam sebuah kajian Ustadz Armen Halim Naro Lc Rahimahullah mengatakan, " diterima atau tidak pada kenyataannya kita hidup di jaman penuh fitnah, dimana keadaannya sama yang disampaikan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam kepada kita, dimana yang hak dikatakan bathil dan yang bathil dikatakan Sunnah, juga yang Sunnah dianggap bid'ah dan yang bid'ah dianggap Sunnah, dan seterusnya. Disaat seperti ini tidak ada jalan bagi kita agar selamat dari bentuk-bentuk fitnah disekitar kita yakni berpegang teguh kepada risalah, Allah menjamin kita tidak akan terjerumus ke dalam kesesatan jika berpegang teguh kepada risalah, waallahua'lam."
Dalam sebuah kajian Ustadz Zainal Abidin Syamsudin menyatakan, " jika kita ingin berjalan diatas jalan Sunnah yang benar maka akan hidup ditengah lautan fitnah, dan setiap fitnah seakan siap menerkam kita kapan saja, kalau tidak terjebak dalam fitnah kelompok-kelompok sesat seperti Syi'ah, para pemahaman bid'ah mungkin kita akan terjebak dalam fitnah dan syubhat khawarij, jika kita lepas dari itu semua mungkin kita akan terjebak fitnah syahwat, cinta dunia. Maka wajib kita berpegang teguh kepada risalah dari Alquran dan As Sunnah agar selamat dari itu semua."
Allâh Azza wa Jalla befirman :
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى ﴿١٢٣﴾ٰ وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ ﴿١٢٤﴾ قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَىٰ وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًا ﴿١٢٥﴾ قَالَ كَذَٰلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا ۖ وَكَذَٰلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَىٰ
Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”. Berkatalah ia, “Ya Rabbku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat ?” Allâh berfirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, lalu kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamupun dilupakan”. [Thaha/20:123-126]
Kini, fitnah-fitnah itu sudah banyak sekali disekitar kita, siap menerkam siapa saja yang lalai. Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa waspada dan menjaga diri.
Referensi Dr,"Waspadai fitnah dijaman modern", oleh Syaikh Shalih Fauzan bin Abdillah Fauzan di web almanhaj.or.id

Wednesday, June 14, 2017

Berpalinglah dari orang bodoh.


Ada teman menonton video dimana didalamnya ada ustadz yang konon ahli hadist di Pekanbaru menuduh dakwah Salaf sebagai Wahabi, dan dengan jelas oknum ustadz itu menyebutkan bahwa dakwah salafi Wahabi sebagai antek Yahudi dan Amerika, mendengar demikian tentu teman itu kaget dan marah, subhanallah!, Astaghfirullah!, Allahu Akbar!!!. Lalu dia bertanya kepada saya, "apakah para ustadz dikajian Sunnah tau akan hal ini?", Saya jawab, " mungkin mereka tau hal demikian", teman saya heran, " kalau tau kenapa tidak mengklarifikasi tuduhan tersebut kepada oknum ustadz itu?", Saya jawab," saya rasa enggak ya, mungkin para ustadz seperti Ustadz Maududi Abdullah atau Ustadz Abu Zubair Haawary ataupun banyak ustadz lainnya di Pekanbaru tidak akan melakukan hal demikian, saya yakin mereka anggap hal seperti itu sia2 belaka, mendingan mengerjakan hal lain yang berguna seperti mendakwahkan As Sunnah yang benar kepada masyarakat luas."
Jadi ingat kajian Ustadz Maududi Abdullah ketika ditanya salah seorang jamaah, " ustadz, kalau dakwah kita dicaci maki atau bahkan diperlakukan kasar, apa perlu kita membalasnya?". Ustadz menjawab, "gak perlu dibalas, cukup sampaikan, nasehati mereka dan doakan. Karena jika ada orang mencaci maki antum kemudian antum balas caci maki serupa atau lebih buruk, juga jika ada orang memperlakukan kasar kemudian antum membalasnya dengan perlakukan kasar yang sama atau lebih buruk, terus apa bedanya antum dengan orang itu?, Karena jika keburukan dibalas dengan keburukan artinya akhlak antum sama saja dengan orang itu, gak ada bedanya, benar ?."
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ ١٩٩
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf: 199)
Tafsir Ibnu Katsir:
‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam mengatakan tentang firman-Nya, خُذِ ٱلۡعَفۡوَ “Jadilah engkau pemaaf,” Allah memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam supaya memaafkan kaum musyrikin selama sepuluh tahun (ketika beliau di Makkah), kemudian (setelah hijrah ke Madinah) Allah memerintahkannya supaya bersikap keras terhadap mereka.
Sejumlah perowi menuturkan dari Mujahid mengenai firman-Nya, “Jadilah engkau pemaaf,” ia mengatakan, yakni terhadap akhlak dan perilaku manusia, tanpa mencari-cari kesalahannya.
Hisyam bin Urwah menuturkan dari ayahnya, Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam agar memaafkan berbagai perilaku manusia. Dalam suatu riwayat, ia mengatakan, “Jadilah engkau pemaaf terhadap segala perilaku mereka kepadamu.” Dalam Shahih Bukhari dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, ‘Urwah, dari saudaranya, ‘Abdullah bin az-Zubair, ia mengatakan, “Allah menurunkan: “Jadilah engkau pemaaf,’ hanyalah berkenaan dengan akhlak manusia.
Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim sama-sama meriwayatkan: Yunus menuturkan kepada kami, Sufyan –yaitu Ibnu Uyainah­– menuturkan kepada kami, dari Umayya, ia mengatakan: Ketika Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan pada Nabi-Nya shallallahu ‘alayhi wa sallam ayat ini,
خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ ١٩٩
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma´ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam mengatakan, “Apa ini, wahai Jibril?” Ia mengatakan, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu supaya memaafkan orang-orang yang berbuat zhalim kepadamu, memberi kepada orang yang tidak memberi, dan menyambung orang-orang yang memutuskan perhubungan denganmu.” (Ath-Thabari (VI/ 154) dan Ibnu Abi Hatim (V/1638)
Referensi "Hidayah Sunnah", anacilacap.blogspot.co

Banyak manusia makan dengan matanya.


Menjelang waktu berbuka jika kita melewati rumah makan atau kedai nasi di Bulan Ramadhan sering kita jumpai pemandangan orang berjejer didepan berbagai sajian makanan dan minuman yang jumlahnya sangat banyak dan berbagai macam, padahal mungkin kapasitas perut mereka tidaklah cukup untuk memuat semua makanan dan minuman itu.
Jadi ingat kajian Ustadz Abu Ihsan Atsary ketika membahas fiqih makanan dan minuman, kata beliau, " Seorang mukmin sepatutnya dalam hal makan dan minum tidak berlebihan, karena perut yang terlalu kenyang oleh makanan membuat kemalasan seperti susah menghafal ayat-ayat ​Alqur'an juga hadist, malas melakukan shalat-shalat Sunnah dan semacamnya, perut kekenyangan juga tidak baik bagi fungsi tubuh kita karena organ tubuh kita juga punya kapasitas yang terbatas. Seorang mukmin makanannya cukup untuk dua orang, artinya cukup setengah porsi, jika dia memakannya tidak sampai membuatnya kekenyangan, sementara seorang kafir makan dari tujuh bagian, orang kafir memakan makanan batasnya adalah keinginannya. Namun kebanyakan orang dijaman ini mereka memakan dengan matanya tidak dengan mulutnya, setiap matanya melihat suatu makanan mendatangkan keinginan untuk memakannya dan kemudian dia berusaha memilikinya, padahal mungkin perutnya sudah kenyang dengan cukup sedikit makanan "
Dari Miqdam bin Ma’di Karib beliau menegaskan bahwasanya beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang manusia memenuhi satu wadah yang lebih berbahaya dibandingkan perutnya sendiri. Sebenarnya seorang manusia itu cukup dengan beberapa suap makanan yang bisa menegakkan tulang punggungnya. Namun jika tidak ada pilihan lain, maka hendaknya sepertiga perut itu untuk makanan, sepertiga yang lain untuk minuman dan sepertiga terakhir untuk nafas.” (HR. Ibnu Majah no. 3349 dan dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahih sunan Ibnu Majah no. 2720)
Ibnu Muflih mengatakan, dalam al-Adab as-Syar’iyyah 3/183-185 bahwasanya Ibnu Abdil Barr dan ulama yang lain menyebutkan bahwa Umar bin Khatthab pada suatu hari pernah berkhutbah, dalam khutbahnya beliau mengatakan, “Jauhilah kekenyangan karena sesungguhnya kekenyangan itu menyebabkan malas untuk shalat dan bahkan badan malah menjadi sakit. Hendaknya kalian bersikap proporsional dalam makan karena hal tersebut menjauhkan dari sifat sombong, lebih sehat bagi badan dan lebih kuat untuk beribadah. Sesungguhnya seseorang itu tidak akan binasa kecuali ketika dia mengatakan keinginannya daripada agamanya.”
Al Fudhail bin Iyyadh mengatakan, “Ada dua hal yang menyebabkan hati menjadi beku dan keras yaitu banyak berbicara dan banyak makan.”
Al Khalal dalam Jami’nya meriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa beliau pernah mendapat pertanyaan, “Ada orang-orang yang makan terlalu sedikit dan mereka memang bersengaja untuk melakukan hal seperti itu?” Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak suka hal seperti itu, karena aku mendengar Abdurrahman bin Mahdi mengatakan, “Ada sekelompok orang yang berbuat seperti itu, namun akhirnya mereka malah tidak kuat untuk mengerjakan berbagai amal yang hukumnya wajib.”
Sumber Referensi Novi Efendi.blogspot

Bertebaran posting agama Tampa dalil.


Lihat ada sebuah posting seseorang yang panjang lebar mengenai amal ibadah, sekilas postingan bagus, namun sayang karena tidak ada dalil Sahhih dan rujukan ulama manapun jadi meragukan, ini jenis posting berbahaya meskipun terlihat baik, karena baik menurut kita belum tentu benar menurut timbangan Alquran dan As Sunnah yang sahhihah. Dapat saja terjadi yang kita pandangan baik itu ternyata menyimpan kerusakan luar biasa.
Namun anehnya banyak postingan semacam ini dan itu mendapat ribuan like, apalagi jika foto profil yang memposting adalah wanita cantik, mungkin maksudnya baik, namun hal seperti ini karena tidak disertai ayat Alquran dan hadist Sahhih yang mendukung maka tidak dapat dijadikan pijakan dalam beramal.
Jadi ingat kajian soal hadist dhaif dan palsu oleh Ustadz Abu Zubair Haawary, kata beliau, "asal usul hadist dhaif dan palsu diciptakan sebenarnya awalnya bertujuan baik, mereka menciptakan hadist seakan perkataan Nabi dengan tujuan mengajak umat muslim taat kepada Allah dan RasulNya, juga mengajak umat muslim beramal ibadah, namun karena datangnya bukan dari Allah dan RasulNya, akhirnya yang terjadi justru adalah mereka malah membuat kerusakan kepada agama ini tampa mereka sadari". Benar juga perkataan beliau semisal hadist" perpecahan diantara umatku adalah Rahmat", sepintas ini seakan baik, hadist ini mendamaikan kelompok yang berselisih, namun kalau dilihat secara teliti kalimat ini mengandung kerusakan luar biasa, Syaikh Ibnu Hazm mengatakan," ini perkataan paling rusak, jika perselisihan adalah Rahmat maka persatuan adalah azab". Akibat salah mengkonsumsi hadist ini orang muslim mudah berpecah belah menjadi banyak kelompok berdasarkan ormas, madhzab, partai politik dan sebagainya, karena anggapan mereka berselisih adalah Rahmat, padahal dengan jelas dalam Al Imran 103 Allah melarang berpecah belah dan Allah perintahkan tetap terikat kepada risalah yakni Alquran dan hadist Sahhih, bahkan dalam Al Imran 105 Allah ancam azab bagi siapa saja yang berpecah belah, subhanallah.
Maka berhati-hatilah membaca postingan disosial media yang tampa "DALIL". waallahua'lam

Friday, June 9, 2017

Kalau gak punya malu artinya juga gak punya iman.


Ada seseorang memposting dirinya sedang berciuman dengan pacarnya, dan men-share di media sosial, dilihat banyak orang, subhanallah.
Jadi ingat kajian Ustadz Abu Haidar As Sundawy, kata beliau, " Rasa malu adalah sebagian daripada iman, bukan artinya jika rasa malu hilang iman masih dia miliki, rasa malu dan iman itu kesatuan. Jika hilang rasa malu maka hilang pulang keimanan pada dirinya. Rasa malu yang hilang dari diri seseorang maka yang terjadi akan diikuti sifat yang lain diantaranya adalah kerasnya hati, sulitnya dia menangis karena Allah, sedikitpun tidak memiliki rasa malu, memiliki keinginan dunia yang besar dan panjang angan-angan".
Semoga masih dikaruniai rasa malu sehingga terhindar dari kebinasaan, aamiin.
Malu merupakan salah satu sifat terpuji yang bisa mengendalikan orang yang memilikinya dari perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ
“Rasa malu itu hanya mendatangkan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim dari ‘Imron bin Hushain)
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ قَالَ أَوْ قَالَ الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ
Rasulullah bersabda, “Rasa malu adalah kebaikan seluruhnya atau rasa malu seluruhnya adalah kebaikan.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Iman itu terdiri dari 70 sekian atau 60 sekian cabang. Cabang iman yang paling utama adalah ucapan la ilaha illalloh. Sedangkan cabang iman yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari tempat berlalu lalang. Rasa malu adalah bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Suatu ketika Nabi menjumpai seorang yang sedang mencela saudaranya karena dia sangat pemalu, Nabi lantas bersabda, “Biarkan dia karena rasa malu itu bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut penuturan Imam Ibnul Qoyyim, alhaya’ (rasa malu) diambil dari kata-kata hayat (kehidupan). Sehingga kekuatan rasa malu itu sebanding lurus dengan sehat atau tidaknya hati seseorang. Berkurangnya rasa malu merupakan pertanda dari matinya hati dan ruh orang tersebut. Semakin sehat suatu hati maka akan makin sempurna rasa malunya.
Hakikat rasa malu adalah suatu akhlak yang mendorong untuk meninggalkan hal-hal yang buruk dan kurang memperhatikan haknya orang yang memiliki hak.
Rasa malu itu ada dua macam. Yang pertama adalah rasa malu kepada Allah. Artinya seorang hamba merasa malu jika Allah melihatnya sedang melakukan kemaksiatan dan menyelisihi perintah-Nya. Yang kedua adalah rasa malu dengan sesama manusia.
Untuk rasa malu dengan kategori pertama, Nabi jelaskan dalam sabdanya, “Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya”. “Kami sudah malu duhai Rasulullah”, jawab para sahabat. Nabi bersabda,
لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ
“Bukan demikian namun yang dimaksud malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya adalah menjaga kepala dan anggota badan yang terletak di kepala, menjaga perut dan anggota badan yang berhubungan dengan perut, mengingat kematian dan saat badan hancur dalam kubur. Siapa yang menginginkan akhirat harus meninggalkan kesenangan dunia. Siapa yang melakukan hal-hal tersebut maka dia telah merasa malu dengan Allah dengan sebenar-benarnya.” (HR. Tirmidzi dll, dinilai hasan karena adanya riwayat-riwayat lain yang menguatkannya oleh Al Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir no. 935)
Dalam hadits ini, Nabi menjelaskan bahwa tanda memiliki rasa malu kepada Allah adalah menjaga anggota badan agar tidak digunakan untuk bermaksiat kepada Allah, mengingat kematian, tidak panjang angan-angan di dunia ini dan tidak sibuk dengan kesenangan syahwat serta larut dalam gemerlap kehidupan dunia sehingga lalai dari akhirat.
Rasa malu yang kedua adalah malu dengan sesama manusia. Malu inilah yang mengekang seorang hamba untuk melakukan perbuatan yang tidak pantas. Dia merasa risih jika ada orang lain yang mengetahui kekurangan yang dia miliki.
Rasa malu dengan sesama akan mencegah seseorang dari melakukan perbuatan yang buruk dan akhlak yang hina. Sedangkan rasa malu kepada Allah akan mendorong untuk menjauhi semua larangan Allah dalam setiap kondisi dan keadaan, baik ketika bersama banyak orang ataupun saat sendiri tanpa siapa-siapa menyertai.
Sumber referensi "Bila malu sudah tiada", Ustadz Aris Munandar di web Muslim.or.id

Shalat terawih yang indah.


Tak terasa hampir setengah bulan Ramadhan lewat, dan tak terasa setengah bulan lagi bulan yang penuh Maghfirah ini akan usai, waktu terasa cepat berlalu, demikian semua amalan yang disyariatkan khusus pada bulan ini akan selesai.
Demikian shalat terawih di Masjid Raudhatul Jannah Pekanbaru setengah bulan lagi akan usai, padahal terawih dimasjid ini terasa sangat nikmat, manis didalam qolbu. Shalat terawih yang diamalkan dimasjid ini tidak dilakukan dengan kecepatan tinggi seperti di sebuah daerah Nun disana. Dua rakaat shalat terawih dilakukan memakan waktu sekitar 10-15 menit, cukup lama dibandingkan dengan shalat terawih di masjid lain pada umumnya, bacaan Imam yang memimpin shalat ini tidak terburu-buru dalam melafazkan ayat Alquran juga dengan makhraj yang akurat, selain itu jamaah yang semangat mengikuti amalan ini, baik muda atau tua, bahkan banyak yang umur senja selalu dengan semangat tinggi mengikuti, kaki mereka rapat, bahkan juga pundak rapat satu sama lain, shaf sangat lurus, keren habis.
Shalat terawih yang indah, Semoga diberi kesempatan untuk selalu mengikutinya, aamiin.
Foto: erjetv

Awas syubhat itu sangat berbahaya.!!!


Salah seorang teman sebuat saja AS bercerita tentang teman lamanya, dulu mereka berdua sangat akrab dan selalu datang di kajian Sunnah bersama, bahkan hingga luar kotapun mereka selalu berdua.
Namun pada suatu hari temannya menerima sebuah buku tentang agama syi'ah, judulnya "buku putih Syi;ah", dan diketahui oleh si AS teman akrabnya, kemudian si teman ini mengingatkan agar membuang saja buku itu, namun temannya berdalih buku itu hanya sebagai referensi saja, kemudian dia baca pelan-pelan buku itu. Selang beberapa bulan si AS tidak bertemu dengan temannya, ketika dia jumpa temannya dan akan diajak ke kajian Sunnah yang kebetulan diisi oleh ustadz dari luar kota mendapat penolakan, dan si AS bertanya kenapa tidak mau ikut bersamanaya, dan sitemannya menjawab bahwa dia sudah pindah paham, yakni paham kaum syi'ah, dan sekarang sudah aktif di taklim kaum syi'ah, subhanaAllah.
Jadi ingat kajian Ustadz Abu Zubair Al Hawaary, beliau ketika ditanay apakah perlu memabaca buku2 aliran sesat seperti syi'ah?, beliau mengatakan, " jika tidak dapat berenang jangan bermain ditepi lautan, jika tidak punya bekal cukup keimanan dan ketaatan, dan punya aqidah tauhid yang sangat kuat jangan coba-coba hal demikian, karena jika pondasi agama kita tidak kuat justru kita akan ikut arus kesesatan itu. Maka sebaiknya hindari hal demikian, itu akan menjaga anda untuk tidak terdorong kedalam jalan kesesatan. Dan buruknya jika kita sudah terkena syubhat( remang-remang, yang semula jelas tau mana sunnah dan mana bid'ah jadi tidak tau sama sekali) kita merasa benar dalam kesesatan itu.
Hati kita itu lemah sementara syubhat itu sangat kuat, jika sekiranya kita mudah terhanyut karena syubhat itu sebaiknya menjauhi dan menghindari syubhat jauh lebih baik buat kita, waallahua'lam."
Benar juga perkataan ustadz, banyak orang merasa benar dalam kesesatan, semua diawali dari syubhat yang masuk kedalam hati mereka secara perlahan tampa mereka ketahui, dan masuknya syubhat diawali ketika para penyeleweng agama menyampaikan argumentasi dan dalih kemudian lahir comment seperti," iya ya benar juga", " ini benar " dan semacamnya, padahal itu menjauhkan mereka dari Alquran dan As Sunnah yang sahhihah, waallahua'lam.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً {103} الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا {104} أُوْلَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِئَايَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَآئِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالَهُمْ فَلاَنُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا {105}
Katakanlah:”Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya”. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. [Al Kahfi : 103 – 105]

Batas hidayah dan kesesatan itu tipis !


Melihat seorang teman yang tiba-tiba dia pindah paham, yang semula pemahaman Sunnah menjadi seorang berpaham tafkiri jadi makin membuktikan bahwa syubhat sangat berbahaya, pemahaman syubhat atau remang-remang/kabur yang tertanam dalam hati seseorang dapat membutakan seseorang sehingga tidak tau mana Sunnah dan mana Bid'ah, mana halal dan mana haram dan seterusnya.
Jadi ingat perkataan Ustadz Abu Zubair Haawary, " taukah antum bahwa batas kesesatan dan hidayah itu sangat tipis, sehingga dapat saja terjadi suatu saat kita yang merasa diatas hidayah sebenarnya sedang dalam kesesatan. Maka diwajibkan kepada kita selalu berdoa kepada Allah agar selalu diberikan hidayah, dan diwajibkan kepada kita mempelajari Alquran dan As Sunnah yang Sahhihah mengikuti pemahaman para Shalafus shaleh, kemudian berpegang teguh kepada risalah."
Dalam kajian lain Ustadz Maududi Abdullah mengatakan, " jangan sekali-kali antum merasa sudah diatas jalan yang lurus(jalan hidayah), karena selama kita hidup kita diberi kewajiban mencari jalan yang lurus itu, makanya disyariatkan kita selalu meminta kepada Allah untuk ditunjukkan jalan yang lurus, kita banyak memintanya baik didalam shalat atau diluar shalat yang kita kerjakan, itu termuat dalam Alfatihah 6, "tunjukkan kami jalan yang lurus. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada jaminan sedikitpun kita selalu diatas jalan yang benar."
Dalam surat Al Fatihah yang kita baca setiap shalat, terkandung permohonan doa kepada Allah Ta’ala agar kita senantiasa diberi hidayah di atas shiratal mustaqim, yaitu tatkala kita membaca firman Allah :
اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ
“(Ya Allah). Tunjukilah kami jalan yang lurus (shiratal mustaqim), yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat “ (Al Fatihah:6-7).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Si’di rahimahullah menjelaskan : “Hidayah mendapat petunjuk shiratal mustaqim adalah hidayah memeluk agama Islam dan meninggalkan agama-agama selain Islam. Adapun hidayah dalam meniti shiratal mustaqim mencakup seluruh pengilmuan dan pelaksanaan ajaran agama Islam secara terperinci. Doa untuk mendapat hidayah ini termasuk doa yang paling lengkap dan paling bermanfaat bagi hamba. Oleh karena itu wajib bagi setiap orang untuk memanjatkan doa ini dalam setiap rakaat shalat karena betapa pentingnya doa ini” (Taisiirul Kariimir Rahman)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah juga menjelaskan : “Shiratal mustaqim adalah jalan yang jelas dan gamblang yang bisa mengantarkan menuju Allah dan surga-Nya, yaitu dengan mengenal kebenaran serta mengamalkannya” (Taisirul Kariimir Rahman).
Syaikh Shalih Fauzan hafidzahullah menjelaskan, “ Yang dimaksud dengan shirat (jalan) di sini adalah Islam, Al Qur’an, dan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketiganya dinamakan dengan “jalan” karena mengantarkan kepada Allah Ta’ala. Sedangkan al mustaqim maknanya jalan yang tidak bengkok, lurus dan jelas yang tidak akan tersesat orang yang melaluinya” (Duruus min Al Qur’an 54)
Sumber: referensi"Shiratal Mustaqim jalan yang lurus", oleh Dr Andika Mianoki di web muslim.or.id

Hidup di belantara RIBA !


Ada teman berkata bersyukur lepas dari riba besar, dia sudah melunasi cicilan rumahnya melalui pembiayaan sebuah bank konvensional, namun saya bilang padanya bahwa kita mungkin lepas dari riba besar namun belum lepas dari riba lainnya, lalu dia bertanya "masa sih?", lalu saya ceritakan perihal materi kajian Ustadz Erwandi Tarmidzi.
Dalam kajian beliau mengatakan, " Riba diperangi hampir semua agama, namun apa yang terjadi?, Riba justru malah menjadi kebiasaan sehari-hari, riba sudah menjadi gaya hidup manusia dimuka bumi ini. Dari riba yang jelas nyata kelihatan seperti melakukan pinjaman sejumlah uang dengan jaminan kepada bank konvensional ataupun leasing sehingga dikenai bunga dan denda jika terlambat melakukan pembayaran angsuran. Riba juga juga terjadi ketika seseorang membuka rekening tabungan di sebuah bank konvensional, nasabah diiming-imingi sejumlah imbalan atas uang yang disimpannya, imbalan berupa tambahan uang itu jelas riba, dan dijaman sekarang ini siapa yang tidak memiliki rekening bank konvensional?, Hampir semua orang memilikinya.
Praktek riba juga terjadi ketika anda memasang aliran listrik kerumah, yakni meteran yang menggunakan sistem pembayaran pasca bayar dimana listrik dipakai dulu oleh konsumen selama sebulan kemudian pada akhir bulan baru sipemakai listrik membayar sejumlah yang digunakan, dia menerima pinjaman jasa berupa listrik. Jika kemudian terjadi keterlambatan membayar rekening listrik yang harus ditanggung maka dia terkena beban denda, ini jelas riba, karena ciri utama riba diantaranya yakni adanya denda setelah terlambat memenuhi kewajiban setelah melakukan transaksi peminjaman. Hal serupa juga terjadi kepada pemasang rekening air dan semacamnya, kita sudah masuk riba ketika menandatangani dan menyetujui adanya denda jika terlambat membayar kewajiban yang sudah ditentukan.
Perbuatan riba juga terjadi dilingkungan kita, misal ada kesepakatan disebuah lingkungan jika terlambat membayar iuran sampah dan semacamnya maka ada denda atas keterlambatannya itu, ini juga riba.
Praktek riba bahkan juga terjadi di sekolah-sekolah, didalam aturan beberapa sekolah ada ketentuan jika terlambat membayar SPP maka ada denda atas keterlambatan itu, bahkan ini ada juga terjadi di sebuah sekolah Islam di Jakarta, subhanallah.
Bahkan praktek riba terjadi didalam perkara pajak, padahal urusan pajak adalah bentuk kemaksiatan kepada Allah masih ditambah riba didalamnya, yakni jika anda terlambat membayar pajak akan dikenai sejumlah denda, ini jelas riba.
Dan banyak lagi praktek riba dalam kehidupan kita sehari-hari, kalau lepas dan bersih sama sekali dari riba itu adalah hal yang mustahil dijaman ini, karena mustahil anda tidak bayar pajak, mustahil anda tidak memasang listrik dan air, mustahil tidak sekolah dan seterusnya. Yang dapat kita lakukan hanya meminimalisir terlibat dalam perkara riba, itu saja yang dapat kita lakukan, waallahua'lam."

Tuesday, June 6, 2017

Sesatnya dimana?


Beberapa hari terakhir saya bertemu beberapa orang yang banyak bersedekah, ada seorang akhwat yang berprofesi guru membeli buku berbasis Sunnah untuk dibagikan gratis kepada anak-anak, ada teman yang mengirimi sejumlah dana untuk diberikan guna membantu berbuka puasa di Masjid Raudhatul Jannah, dan saya belikan sejumlah kurma dan susu, ada seorang akhwat juga seorang karyawan membeli belasan mushaf Alquran Ustamni untuk dibagikan secara gratis kepada mushola didekat rumahnya, ada juga seorang polisi yang membeli buku-buku saku Sunnah untuk dibagikan ke tahanan di sel kantor Polisi dimana dia bertugas, intinya banyak orang yang setelah mengenal dakwah Sunnah mendadak menjadi lebih mulia hatinya. Maka melihat hal demikian kemudian membaca postingan seorang yang menuding Dakwah Sunnah dengan Wahabi adalah kesesatan menjadi hal yang sangat kontradiktif, tuduhan yang sangat keji, karena tidak ada jawaban jika ditanyakan pertanyaan sesatnya dimana?.
Karena saya banyak melihat seseorang wanita yang semula membuka aurat setelah kenal dakwah Sunnah auratnya menjadi tertutup rapat.
Saya juga melihat seseorang yang dulu perokok kelas berat, dua bungkus rokok sehari setelah kenal dakwah Sunnah tiba-tiba tidak merokok sama sekali.
Saya melihat seseorang yang dulu sama sekali tidak pernah membaca Alquran selama puluhan tahun setelah mengenal dakwah Sunnah tiba-tiba duduk dikajian Tajwid, berusaha mempelajari makhraj agar dapat memperbagus bacaannya.
Saya melihat seorang manager Bank yang gajinya puluhan juta sebulan setelah mengenal dakwah Sunnah tiba-tiba dia mengundurkan diri dan memilih mencari penghasilan yang jauh dari perkara riba meskipun jauh lebih kecil.
Saya melihat seseorang yang dulu sering duduk di cafe dan konser musik setelah mengenal dakwah Sunnah tiba-tiba dia menjauhi menikmati musik, karena musik dia ketahui dihukumi haram semua ulama madzhab.
Saya melihat seorang mahasiswa yang dulu suka demo setelah mengenal dakwah Sunnah dia meninggalkan kegiatan mengkritik pemerintah, karena seorang Ahlu Sunnah wajib taat pemimpin.
Saya melihat seseorang yang hobby memakai jimat dan tangkal setelah mengenal dakwah Sunnah dia membuang semua jimat dan tangkalnya karena dia ketahui perbuatan demikian masuk perbuatan syirik.
Dan banyak lagi saya lihat seseorang yang setelah mengenal dakwah Sunnah kemudian berusaha dengan keras agar Istiqomah diatas As Sunnah yang hak, dan menjauhi jalan yang menyelisihinya.
Lalu sesatnya dimana ?

Soal menyambut berbuka harusnya kita malu dengan kaum Salaf.


Kalau menjelang berbuka menyusuri jalan dimana banyak warung, cafe dan rumah makan selalu kita temui pemandangan sekelompok orang ramai sedang duduk didepan makanan dan minuman yang sudah disajikan, mereka menunggu waktunya berbuka dengan teman atau pasangannya, dan begitu terdengar adzan Maghrib baik secara langsung ataupun nampak ditayangkan tv tiba-tiba orang yang semula duduk manis dalam suasana senyap itu berteriak kegirangan, kemudian menjadi liar, mereka memakan dan meminum apa saja yang nampak dimatanya, bahkan banyak diantara mereka mengabaikan shalat Maghrib namun memilih duduk lama disitu untuk berbincang, ber-selfie ria dan bercanda dengan teman-teman nya, subhanallah.
Jadi ingat kajian Ustadz Armen Halim Naro Lc. Rahimahullah, " antum tau ada seorang generasi Salaf, yakni Atho'ilah, jika datang waktu berbuka puasa hal itu membuatnya bersedih, dia mengatakan, jika datang waktunya berbuka itu membuatku tidak senang, karena mulutku terisi dengan makanan dan itu menyibukkan aku sehingga dzikirkan mengingat Allah Azza Wa Jalla berhenti ketika itu setelah seharian berdzikir, MasyaAllah, harusnya kita menjadikan para Salaf, generasi terbaik umat ini sebagai teladan, bagaimana hebatnya amalan dzikir mereka, betapa taatnya mereka kepada Allah sehingga dzikir mereka takut terhenti dari bibirnya."

Semua syariat dalam agama adalah penting, isi semua gak ada kulit dalm perkara agama.


Kalau memposting sesuatu yang berkaitan dengan syariat dalam agama ini kemudian seseorang tidak suka pada posting itu lalu mengatakan : ini tidak penting" atau "ada yang lebih penting lagi", sesungguhnya orang seperti ini tidak mengetahui bahwa apa yang ada dalam agama ini semuanya adalah penting, tidak ada perkara dalam agama yang gak penting, karena penting semua.
Jadi ingat kajian Ustadz Maududi Abdullah, ketika ada seorang jamaah bertanya, " ya ustadz saya sering hadir di kajian sunnah ini, dan ada teman saya mengatakan bahwa kalian ngaji kulit, bukan ngaji isi, bagaimana menanggapi hal ini?'.
Beliau mengatakan, " ketahuilah bahwa hal demikian adalah perkataan bathil, karena jika seseorang mengatakan ada kulit dan isi dalam perkara agama ini, sama halnya dia mengatakan ada perkara yang tidak penting dan ada perkara yang jauh lebih penting, artinya sama saja mengatakan ada bagian dari agama ini yang dipakai dan dibuang, karena tentu semisal buah semua orang ingin makan isinya dan akan membuang kulitnya. Tentu ini keliru karena apa yang ada dalam agama ini adalah ISI semua, tidak ada KULIT dalam agama ini, semua bagian dalam agama ini adalah penting untuk dipelajari dan diamalkan, dan tidak ada perkara yang didalam agama yang tidak penting. Dan orang yang biasa mengatakan demikian ketika kita mintai penjelasan mereka tidak mau menyampaikan secara terbuka, antum tau kenapa mereka menyampaikan hal ini secara sembunyi-sembunyi?, karena jika disampaikan ditengah khalayak akan terlihat kekeliruan pendapat mereka, waallahua'lam."
firman Allah Ta’ala,
ö قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah,’Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’”. (QS. Al-A’raf [7]: 33)

Sunday, June 4, 2017

Jika belum dapat mengamalkan, jangan mengoloknya !.



Sering kita jumpai seseorang yang notabene adalah seorang muslim dengan sengaja mengolok-olok seseorang yang sedang mengamalkan amalan sunnah, seperti seseorang mengatakan wanita yang bercadar dengan ninja dan paham sesat, atau menyebut orang yang bercelana cingkrang dengan orang yang kebanjiran, atau jenggot adalah sumber kegoblokan, penganut paham teroris dan seterusnya, subhanaAllah, berkat kejahilannya itu tampa disadarinya mungkin dia telah masuk dalam golongan yang dimaksud Allah sebagai ORANG YANG KAFIR SETELAH BERIMAN.
Dalam sebuah kajian Ustadz Khalid Basalamah mengatakan, " banyak orang karena dia tidak dapat mengamalan amalan sunnah karena keterbatasan kemauannya, karena dihinggapi sifat iri dalam hatinya kemudian dia mengolok-olok orang yang sedang mengamalkan Sunnah. Padahal salah satu ciri orang munafik adalah mudah bagi mereka mengolok-olok amalan sunnah. Maka jika belum mampu mengamalkan amalan Sunnah lebih baik diam, jangan comment yang menjurus negatif, itu dalam mendorong seseorang masuk dalam kekafiran yang dimaksdu Allah dan RasulNya.
Seperti beberapa waktu yang lalu hangat dibicarakan soal poligami, dan banyak wanita yang jelas muslimah mencaci maki poligami, padahal poligami adalah syariat yang diturunkan Allah Azza Wa Jalla, Tuhan yang dia sembah dalam shalat dan tempat dia berharap atas doanya. Ini jelas perbuatan keliru, jika belum mampu menjalankan syariat poligami ya biarkan saja, dan kunci mulut rapat-rapat, karena perkataan buruk atas hal itu dapat mendatangkan dosa besar, yakni kakafiran bagi pelakunya, waallahua'lam".
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ ۚ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman… [At Taubah : 65-66].
Diriwayatkan dari lbnu Umar, Muhammad bin Ka’ab, Zaid bin Aslam dan Qatadah secara ringkas. Ketika dalam peristiwa perang Tabuk ada orang-orang yang berkata “Belum pernah kami melihat seperti para ahli baca Al Qur`an ini, orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih pengecut dalam peperangan”. Maksudnya, menunjuk kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang ahli baca Al Qur`an. Maka berkatalah Auf bin Malik kepadanya: “Omong kosong yang kamu katakan. Bahkan kamu adalah munafik. Niscaya akan aku beritahukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. Lalu pergilah Auf kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk memberitahukan hal tersebut kepada Beliau. Tetapi sebelum ia sampai, telah turun wahyu Allah kepada Beliau. Ketika orang itu datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau telah beranjak dari tempatnya dan menaiki untanya. Maka berkatalah dia kepada Rasulullah: “Ya Rasulullah! Sebenarnya kami hanya bersenda-garau dan mengobrol sebagaimana obrolan orang-orang yang bepergian jauh untuk pengisi waktu saja dalam perjalanan kami”. Ibnu Umar berkata,”Sepertinya aku melihat dia berpegangan pada sabuk pelana unta Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan kedua kakinya tersandung-sandung batu sambil berkata: “Sebenarnya kami hanya bersenda-gurau dan bermain-main saja”. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?”

Sumber referenasi BERSENDA GURAU DENGAN MENYEBUT NAMA ALLAH, AL QUR`AN DAN RASUL
Oleh Ustadz Abu Nida` Chomsaha Sofwan
di web almanhaj.or.id

Pilihlah cantik yang dipersengketakan.



Siang ini tampa diduga dapat hadiah dari seorang akhwat bercadar sekotak kurma, Alhamdulillah, menurut saya dia akhwat yang sangat baik hatinya, meskipun jujur secara fisik mungkin kurang cantik, namun sangat baik. bagaimana tidak, dia membagi sekotak kurma kepada beberapa orang yang baru ditemuinya baik perempuan dan laki-laki, sungguh wanita berhati emas, masyaAllah, namun wanita seperti ini sayang jarang dilirik oleh para ikhwan yang sedang mencari pasangan, kebanyakan para ikhwan lebih memilih pasangan dengan kriteria fisik diatas rata2, orientasinya kebanyakan seperti artis diiklan-iklan tv dan majalah, padahal sejatinya dalam wanita seperti inilah mungkin tersimpan kenyamanan hidup dan juga mungkin surga dunia dan akhirat, waallahua'lam.
Jadi ingat kajian Ustadz Firanda Adirja ketika membahas fiqih jodoh, kata beliau, " dalam hal kecantikan seorang wanita terbagi menjadi dua, yakni cantik yang ijma', yakni cantik yang disepakati semua orang yang melihat atau menilainya bahwa seorang wanita adalah memang cantik secara fisik. Dan yang kedua yakni cantik yang dipersengketakan diantara orang yang melihat dan menilanya, mungkin seseorang wanita yang berkulit sawo matang menurut sebagian orang adalah cantik dan menurut sebagian orang lainnya cantik adalah berkulit putih bersih.
Maka dalam memilih pasangan hidup pilihlah wanita dengan kriteria cantik yang dipesengketakan, karena dengan demikian kecantikannya dimata kita yang memilihnya membuat kita nyaman bersamanya. Jangan memilih wanita dengan kecantikan yang ijma', misal dia cantik secara fisik, sholehah, baik hati, dan kesempurnaan lainnya, hal demikian mungkin kita temukan wanita dengan ciri demikian, namun tentu sulit ya, mungkin sampai kiamat seseorang pemuda yang berharap pasangan sempurna dalam banyak hal pastilah sampai kiamat akan tidak dia jumpai wanita seperti itu.
Namun dari semua kreiteria yang ada pilihan jatuh kepada seorang wanita yang terbaik adalah kesholehannya, agama adalah yang utama, jika menurut kita dalam agama cukup baik, maka cukup baiklah untuk kita, waallahua'lam."

Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ الْآخِرَةِ

“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa berzikir dan istri mukminah yang akan menolongmu dalam perkara akhirat.” (HR. Ibnu Majah no. 1856, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah no. 1505)

Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita salihah dengan anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin menikah untuk mengutamakannya dari yang selainnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تُنْكَحُ ا رْملَْأَةُ رِألَْبَعٍ: اِملَلِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ

“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.” (HR. al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)

referensi asyariah.co, dari majalah Asyariah, artikel, Istri Shalihah, Keutamaan dan Sifat-sifatnya

Nov 14, 2011 | Asy Syariah Edisi 012, Mengayuh Biduk