Saturday, September 29, 2018

HIDAYAH HANYA MILIK ALLAH TA'ALA


Oleh Siswo Khusyudhanto
Dulu saya pernah menerima telpon dari seorang lelaki, saya diancam dibunuh olehnya, penyebab nya sejak adik perempuannya membaca postingan saya yang berisi materi kajian para ustadz, juga mendapat link kajian para ustadz dari saya, adiknya berubah total, semula berpakaian sembarangan seperti memakai jeans dan hijab cuma dikepala, sekarang hijabnya syar'i dan bercadar, semula biasa melakukan amalan Bid'ah dan syirik, sekarang menjauhinya, semula biasa melakukan akad Ribawi sekarang berusaha menjauhi hal yang berbau riba, termasuk tidak meneruskan kredit motornya dan banyak lagi perubahan lain yang bikin orang sekitarnya kaget atas perubahan itu dan dia dianggap telah sesat. Saya menjawab ditelepon, " Bukankah itu baik semua?", Si lelaki mengatakan,"Itu bukan baik tapi sesat!", Subhanallah. Padahal adik perempuan lelaki itu tidak pernah ngobrol dengan saya, tidak pernah bertemu dengan saya, intinya tidak pernah berinteraksi langsung dengan saya.
Beberapa waktu yang lalu dikabari seseorang yang saya kenal, seorang yang saya anggap seperti paman atau ayah, seorang yang dulu sering berdiskusi dengan beliau berbagai hal, telah meninggal dunia, innalillahi wainnailaihi roji'un.
Sedih mendengar kabar itu, namun kesedihan saya bukan karena beliau meninggal dan saya belum sempat menemuinya terakhir kali, namun yang paling saya sedihkan adalah saya belum berhasil mengajak beliau untuk taat dalam beramal ibadah kepada Allah Ta'ala, dulu ketika masuk waktu shalat saya ajak beliau ke masjid terdekat, namun ditolaknya dengan mengatakan," saya belum siap taat beramal ibadah".
Jadi makin yakin bahwa hidayah mutlak milik Allah Ta'ala, sekeras apapun usaha kita mengajak seseorang kepada ketaatan beramal ibadah, hasilnya tetap Allah Ta'ala yang tetapkan. Dan ketika Allah Ta'ala berkehendak memberikan hidayah kepada seseorang, dari celah sempit sekalipun seseorang akan mendapatkan hidayahNya.
Bahkan seorang Rasul seperti Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam sekalipun tidak dapat memberikan hidayah kepada orang yang dikehendaki oleh beliau, apalagi kita manusia yang jauh dari istilah ma'shum?.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ٨:٥٦
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. [Al Qashash/28 : 56]
Sebab turunnya ayat ini berkaitan dengan meninggalnya Abu Thalib dalam keadaan tetap memeluk agama Abdul Muththalib (musyrik). Hal ini sebagaimana ditunjukkan hadits yang diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim, dari Ibnu Al Musayyab, bahwa bapaknya (Al Musayyab) berkata: ‘Tatkala Abu Thalib akan meninggal, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sllam bergegas mendatanginya. Dan saat itu, ‘Abdullah bin Abu Umayyah serta Abu Jahal berada di sisinya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Wahai, pamanku. Ucapkanlah la ilaha illallah; suatu kalimat yang dapat aku jadikan pembelaan untukmu di hadapan Allah,’. Akan tetapi, ‘Abdullah bin Abu Umayyah dan Abu Jahal menimpali dengan ucapan : ‘Apakah engkau (Abu Thalib) membenci agama Abdul Muththalib?’. Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi sabdanya lagi. Namun mereka berdua pun mengulang kata-katanya itu. Maka akhir kata yang diucapkannya, bahwa dia masih tetap di atas agama Abdul Muththalib dan enggan mengucapkan La ilaha illallah. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh, akan aku mintakan ampunan untukmu, selama aku tidak dilarang”.
Lalu Allah menurunkan firmanNya:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَن يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ٩:١١٣
“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam”. [At Taubah/9 : 113]
Referensi,"Hidayah hanya milik Allah Subhanallah wa taala", karya Ustadz Abu Nida` Chomsaha Sofwan, di almanhaj.or.id

NILAI BESARNYA SEDEKAH DALAM SYARI'AT BUKAN DARI NOMINALNYA


Oleh Siswo Khusyudhanto
Dalam sebuah kajian Ustadz Abdullah Zein menyebutkan, " seseorang berpenghasilan sebulan 10 juta, setiap bulan dia bersedekah sebesar 1 juta, kemudian dalam waktu yang sama ada seseorang berpenghasilan 3 juta bersedekah setiap bulan 1 juta. Maka disisi Allah Ta'ala yang nilainya lebih besar adalah yang bergaji 3 juta bersedekah 1 juta sebulan, kenapa demikian padahal nilainya sama sebesar 1 juta ?, karena jika penghasilan 10 juta perbulan kemudian bersedekah 1 juta adalah mudah baginya karena cuma sepersepuluh gaji yang diterimanya, sementara untuk orang yang berpenghasilan 3 juta sedekah sebesar 1 juta perlu pengorbanan besar dalam dirinya karena harus merelakan sepertiga gajinya untuk sedekah.
Seperti kita ketahui Allah Ta'ala menilai kemuliaan seseorang dari hatinya, bukan penampilan atau apa yang terlihat secara dzahir, waalahua'lam."
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian”.
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Muslim dalam kitab Al Birr Wash Shilah Wal Adab, bab Tahrim Dzulmin Muslim Wa Khadzlihi Wa Ihtiqarihi Wa Damihi Wa ‘Irdhihi Wa Malihi, VIII/11, atau no. 2564 (33).
2. Ibnu Majah dalam kitab Az Zuhud, bab Al Qana’ah, no. 4143.
3. Ahmad dalam Musnad-nya II/ 539.
4. Baihaqi dalam kitab Al Asma’ Wa Shifat, II/ 233-234, bab Ma Ja’a Fin Nadhar.
5. Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Auliya’, IV/103 no. 4906.
Sumber Referensi,"IKHLAS", karya Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas, di almanhaj.or

Thursday, September 27, 2018

Pertanyaannya gak kira2


Oleh Siswo Khusyudhanto
Kadang yang bikin heran jika ada jama'ah bertanya kepada para ustadz tapi jawabannya perlu penjelasan panjang sekali, dan sebenarnya tidak perlu ditanyakan, ini merupakan salah satu adab bertanya yang perlu diperhatikan.
Disampaikan oleh Ustadz Firanda Adirja, suatu hari hp beliau berbunyi, rupanya telpon dari salah seorang mahasiswa di Madinah yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Islam Madinah bertanya kepada beliau, pertanyaanya, "Ustadz saya minta penjelasan bagaimana tata cara Shalat sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam?", Ustadz menjawab, "Silahkan baca Kitab Sifat Shalat Nabi Shalallahu alaihi wa sallam, karya Syaikh Al Albani.", Selesai dijawab.

LIHAT SIAPA IDOLA KITA?


Oleh Siswo Khusyudhanto
Berjumpa dengan seorang pemuda, rambutnya di cat pirang, telinganya memakai anting, dan bajunya sungguh modis, jadi ingat penampilan boy band Korea, atau mungkin dia mengidolakan mereka, waalahua'lam.
Melihat hal demikian jadi ingat perkataan Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah, beliau berkata, "Jika anda mencintai orang Sholeh, kemungkinan besar anda akan jadi orang Sholeh, dan sebaliknya ketika anda mencintai orang yang Fasik(Munafik), kemungkinan anda akan ikut menjadi orang Fasik. Karena sifat seseorang cenderung akan mengikuti orang yang dicintainya/ idolanya."
Memang salah satu sifat manusia adalah meniru, cenderung mengikuti sesuatu yang dianggap teladan, dan celaka ketika kita menjadikan orang-orang yang sebenarnya tidak patut dijadikan idola, karena ketika idola kita suka berbuat Maksiat kemungkinan kita akan mengikuti dia melakukan hal yang sama, karena logika/akal sehat kita untuk memilih mana perkara yang hak dan yang bathil tertutup rasa cinta kepadanya. Maka benar adanya bagi Umat Muslim tidak ada teladan yang lebih baik lagi dari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam dan para sahabat beliau, karena dengan menjadikan mereka teladan kemungkinan besar kita akan mengikuti mereka dalam berbagai perkara, dan yang paling penting ketika berhubungan dengan akhirat.
Waalahua'lam.
Disebut dalam sebuah Hadist
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ تَقُولُ فِي رَجُلٍ أَحَبَّ قَوْمًا وَلَمْ يَلْحَقْ بِهِمْ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
Dari Ibnu Mas'ud ia berkata: "Ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah lalu berkata: "Ya Rasulullah, bagaimanakah pendapat Rasul mengenai seorang yang mencintai sesuatu kaum, tetapi tidak pernah menemui kaum itu?" Rasulullah bersabda: "Seorang itu beserta orang yang dicintainya.(hadits sahih riwayat Bukhari (#6169) dan Muslim (#2640) dari Ibnu Masud ).
Dalam hadits riwayat Anas, Nabi bersabda:
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Artinya: Engkau bersama orang (atau golongan) yang engkau cintai.
Dalam sebuah hadits sahih (menurut Al-Mundziri) riwayat Tabrani dari Ali, Nabi bersabda:
وَلَا يُحِبُّ رَجُلٌ قَوْمًا إِلَّا حُشِرَ مَعَهُمْ
Artinya: Seseorang tidak akan mencintai suatu kaum kecuali akan dikumpulkan bersama mereka.
Referensi,"Maksud hadist bersama orang yang dicintainya", web konsultasi Syariah.co

Wednesday, September 26, 2018

ILMU SEBELUM BERAMAL


Oleh Siswo Khusyudhanto
Kalau berkeliling ke beberapa daerah di Jawa pada Bulan Muharram, atau Asyuro maka akan kita temui banyak amalan2 yang penuh muatan syirik dan kebid'ahan, semisal ada ritual memandikan keris dengan bunga dan menyan, ada kirab pusaka, Larung saji dan seterusnya. Dalam ritual2 seperti ini kadang yang bikin prihatin adalah mereka melafadzkan kalimat2 tauhid, juga doa-doa yang berasal dari Islam, subhanallah, yang terjadi adalah antara hak dan yang bathil bercampur aduk sedemikian rupa. Disatu sisi mereka mentauhidkan Allah Ta'ala dibibir mereka, namun amalannya jelas menduakan Allah Ta'ala, alias syirik, waalahua'lam.
Makin sadar pentingnya ilmu sebelum beramal.
Dalam sebuah kajian Ustadz Abu Haidar As Sundawy menyebutkan seseorang yang tidak berilmu kemudian beramal ibarat seperti seseorang yang hidup dalam gelap, meskipun mungkin dia melakukan sesuatu disiang hari yang terang benderang, namun karena tidak berilmu dia tidak mampu membedakan mana yang hak dan yang bathil, dalam pandangannya sama saja antara yang hak dan yang bathil. Baginya sama saja antara Tauhid dan Syirik, sama saja antara Sunnah dan Bid'ah, sama saja antara Halal dan Haram dan seterusnya.
Maka untuk dapat membedakan mana yang hak dan yang bathil, mana Tauhid dan mana Syirik, mana Sunnah dan mana Bid'ah, mana Halal dan mana Haram dan seterusnya kita membutuhkan ilmu untuk dapat memilah nya, waalahua'lam.
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman yang artinya:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ
“Maka ketahuilah, bahwa Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan memohonlah ampunan untukmu dan orang-orang beriman laki dan perempuan” (Q.S Muhammad: 19).
Ayat tersebut memerintahkan kepada Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wasallam untuk berilmu terlebih dahulu dengan firman-Nya “Maka ketahuilah (berilmulah) …” sebelum berucap dan berbuat yaitu memohon ampunan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala. Al-Imam alBukhari rahimahullah menuliskan judul bab pada kitab Shahihnya dengan : “Bab Ilmu (didahulukan) Sebelum Ucapan dan Beramal“.
Sumber Referensi, "Berilmu sebelum Beramal", karya Ustadz Fuad Hamzah Baraba di muslim.or id

SURVEY, SEBENARNYA KITA SEDANG MEMBUAT JALAN KEMANA?


Oleh Siswo Khusyudhanto
Ada seorang wanita yang memakai pakai rok mini, kainnya jauh diatas lutut sehingga menampakkan bagian pahanya, kalau ditanya, " Mbak anda apakah ingin masuk surga?", Maka si wanita menjawab dengan tegas, "pasti saya ingin masuk surga", padahal dengan membuka auratnya sedemikian rupa tentu dapat menjadi sebab dosa baginya juga dosa bagi para lelaki yang bukan mahram baginya yang terbangkitkan syahwat ketika melihat auratnya. Yang dilakukan si wanita sebenarnya adalah sedang membuat jalan menuju neraka.
Ada seorang pedagang yang suka berbuat curang, sering mengurangi timbangan, ketika ditanya, " Mas apakah anda ingin masuk surga?, Maka dengan lugas dia menjawab, " ya saya sangat ingin masuk surga." Padahal yang dilakukannya dengan mengurangi timbangan tentu mendatangkan dosa baginya, dia sebenarnya sedang membuat jalan menuju neraka.
Ada seorang pegawai disebuah instansi yang suka merubah angka dikuitansi, suka memark-up nilai proyek demi keuntungan pribadi, ketika ditanya, " Pak apakah anda ingin masuk Surga?", Dengan tegas dia jawab," saya ingin masuk Surga, itu pasti". Padahal apa yang dilakukannya dengan berbohong dan menipu jelas mendatangkan dosa baginya, Tampa disadari dia sedang membuat jalan menuju neraka.
Dan banyak manusia ketika ditanya tentang keinginan mereka soal Surga, pasti dengan tegas dan lugas menyatakan ingin masuk kedalam Surga dan merasakan segala kenikmatannya, namun keinginan mereka tidak diikuti dengan amalannya, justru kebanyakan manusia banyak melakukan perbuatan yang sebenarnya mengarahkan dirinya kepada jalan ke neraka.
 Sama halnya ketika seseorang ingin pergi ke Kota Medan, ketika disimpang jalan jika dia ambil jalan ke kekanan menuju ke Kota Medan dan jalan kekiri menuju Kota Bukittinggi, justru dia mengambil jalan kekiri, ketika hampir sampai Kota Bukittinggi seseorang bertanya,"Bapak sebenarnya mau pergi kemana?", Orang itu menjawab,"Saya ingin pergi ke Kota Medan", yang bertanya tentu bingung mendengarnya karena yang ditanya sedang menuju Kota Bukittinggi dan bukan ke Kota Medan.
Semoga kita termasuk orang-orang yang Istiqomah dengan amalan-amalan kita menuju jalan ke Surga, Aamiin.
Allah Ta'ala berfirman yang artinya;
Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.” Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. Sesunggunya mereka yang beriman dan beramal shaleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan(nya) dengan yang baik. Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka surga ‘Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah.” (QS. Al-Kahfi: 29-31)
Dikutip dari Kajian Ustadz Maududi Abdullah

Monday, September 24, 2018

KENAPA UNTUK URUSAN AKHIRAT KITA JUSTRU TIDAK HATI-HATI


Oleh Siswo Khusyudhanto
Ada teman berkisah ada temannya yang bekerja disebuah dealer mobil sedang menghadapi masalah, pada suatu hari dia mengantar mobil kerumah konsumen, rupanya ini konsumen tidak seperti konsumen lainnya, kebanyakan orang ketika menerima mobil baru saking gembiranya menerima mobil baru yang sudah diinginkannya sejak lama, dia tidak meneliti mobil yang diterimanya dengan detail namun langsung menandatangani surat serah terima mobil. Konsumen satu ini ternyata orang yang sangat teliti, diceknya semua bagian mobil sampai hampir satu jam, dan ditemukan olehnya di bagian body luar mobil ada goresan sepanjang lima centimeter, akibatnya si konsumen tidak mau menandatangani surat serah terima, dia minta ganti mobil serupa yang lain dengan keadaan mulus, tampa cacat sedikitpun. Tentu ini bikin si salesman mobil pusing, karena si konsumen tidak mau goresan itu diservis, dan malah minta ganti mobil baru sementara mobil itu sudah atas nama si konsumen. Dan permintaan konsumen seperti itu dibenarkan secara aturan, konsumen diberi hak untuk komplain dan minta ganti yang kondisi lebih baik, artinya konsumen diberi hak untuk nyinyir.
Dengar cerita itu saya jadi ingat dulu ketemu seorang kyai, saya bertanya, "soal amalan, siapa yang amalkan pertama kali pak kyai?, Apakah Nabi dan para sahabat pernah amalkan ini? Kalau ada di hadist mana dan kitab mana?, Apakah para imam mahzab seperti Imam Syafi'i pernah amalkan ini?". Justru pertanyaan saya dijawab dengan nada tinggi, " Udah gak usah nyinyir, kerjain aja, ikuti pendapat para kyai dan habib, dan gak usah tanya2 lagi!".
Dari kedua cerita ini jadi dapat menyimpulkan bahwa ketika urusan dunia yang kenikmatannya tidak ada seberapa kita sudah menjadi hal biasa untuk nyinyir dan hati-hati, namun kenapa untuk urusan akhirat yang merupakan urusan amat sangat serius justru malah serampangan, tidak boleh nyinyir, dan hanya modal ikut2an?.
Seharusnya kita lebih nyinyir soal akhirat, karena akhirat adalah urusan yang sangat serius, ketika kita belum mengetahui dan mengerti wajib kita pelajari dasarnya apa?, dalilnya apa?, siapa yang amalkan ini pertama kali?, Bagaimana sejarah amalan ini?.
Semoga kita jadi orang yang serius dalam hal akhirat, Aamiin.
Allâh Ta'ala berfirman :
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Dan kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah main-main dan senda gurau belaka. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu mau memahaminya? [Al-An’âm/6:32]
Juga firman-Nya
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَزِينَتُهَا ۚ وَمَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedangkan apa yang di sisi Allâh itu lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak mau memahaminya? [Al-Qhashas/28:60]
Juga firman-Nya:
اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ
Allâh meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit). [Ar-Ra’du/13:26]
Juga firman-Nya:
أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الْآخِرَةِ ۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. [At-Taubah/9:38]
Allâh Azza wa Jalla juga berfirman:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا ﴿١٦﴾ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. [Al-A’lâ/87:16-17]
Sumber Referensi,"Relakah kehidupan dunia untuk Akhirat?", Oleh Syaikh Sholih Budair di almanhaj.or.id

MALAIKAT TIDAK PERNAH LIBUR, INGAT ITU !


Oleh Siswo Khusyudhanto
Kalau mengintip dan mengamati group-group sosial media yang mengkhususkan diri kepada media politik nasional, sungguh bikin miris dan prihatin.
Banyak posting dan comment yang tidak pantas disampaikan, satunya bilang ,"cebo**!", satunya nuding,"Kam****!", belom lagi posting-posting yang bertujuan menjatuhkan lawannya, kadang entah data atau foto yang dimuat sangat tidak layak di lihat manusia, saking buruknya.
Padahal pemilihan umum masih jauh lagi, masih beberapa bulan lagi, andai seseorang setiap hari berkata-kata buruk dalam bersosial media, sehari mungkin ada beberapa puluh kata kotor dan kasar disampaikan untuk menyerang lawannya, ditambah juga pernyataan fitnah untuk menjatuhkan lawan, dimana dia tidak tau apakah benar atau valid datanya atas argumennya, berapa banyak dosa yang dikumpulkan orang itu selama beberapa bulan kedepan?. Bagaimana dia menebus dosa atas perbuatannya itu?.
Ingat para malaikat yang mencatat perbuatan kita tidak pernah mengenal musim liburan, mau ditahun politik atau diluar tahun politik mereka akan terus mencatat semua perkataan dan perbuatan yang pernah kita lakukan setiap detik, setiap menit, setiap jam, hari dan tahun, dan catatan itu yang akan diperlihatkan kepada kita kelak, dan diumumkan di depan jutaan orang di Padang Mahsyar, apa gak malu kita?.
Makanya jauh-jauh hari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam sudah mengingatkan akan bahaya berkata kasar dan buruk, apalagi bahaya fitnah.
Ditahun politik seperti ini godaan terjerumus dalam arus perbuatan berkata buruk dan fitnah jauh lebih besar, dalam keadaan demikian lebih banyak diam insyaallah lebih baik.
Semoga dijauhkan dari perbuatan berkata kasar dan fitnah, aamiin.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan :
وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَٰذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا ۚ وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا ۗ وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَدًا
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya?” Dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun. [al Kahfi / 18 : 49].
Allah Subhanahu wa Ta’ala memang menulis semua amalan hambaNya, yang baik maupun yang buruk, sebagaimana firmanNya:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ﴿٧﴾وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. [al Zalzalah / 99:7-8].
يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا ۚ أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakanNya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. [al Mujaadilah / 58 : 6].
Sumber Referensi,
"HISAB PADA HARI PEMBALASAN,
Oleh Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi Lc, di almanhaj.or.id

SAYA INGIN JADI ORANG BAIK


Oleh Siswo Khusyudhanto
Banyak orang mengira bahwa saya yang sering memposting nasehat soal agama, baik dari buah pemikiran saya sendiri ataupun juga banyak merujuk kepada materi para ustadz kajian Sunnah, dianggap orang yang lebih baik dalam agama dari si pembaca, sama sekali enggak yaa. Saya juga banyak melakukan banyak dosa, terutama dimasa lalu, misal saja saya pernah bekerja di sebuah bank dimana saya banyak menjerumuskan orang kedalam perbuatan riba, saya juga pernah ditangkap polisi dan diinterogasi karena melawan pemerintah dan seterusnya. Kalau saja dosa yang saya ketahui itu kemudian ditulis dihalaman sosial media ini, pasti tidak akan muat, maklum saking banyaknya, itu belum termasuk perbuatan dosa yang tidak saya ketahui yang jauh lebih banyak lagi, lebih tidak muat lagi jika dicatat.
Maaf sejatinya saya bukan orang yang baik, tapi saya ingin jadi orang baik, oleh karenanya sebagai wujud taubat saya ingin mengajak banyak orang untuk berbuat baik, tentu baik menurut syariat Allah dan RasulNya.
Maka menjadi kegembiraan ketika berhasil mengajak orang menjauhi riba, menjauhi maksiat, menjauhi perbuatan Bid'ah dan syirik. Itu artinya saya punya teman dalam kebaikan, dan hanya dengan bersama banyak orang menegakkan kebaikan, jalan menuju Istiqomah dan amal ibadah jauh lebih mudah daripada ketika sendirian ingin baik.
Seperti dinasehatkan Ustadz Maududi Abdullah, selama hidup manusia biasa seperti kita adalah jatuh, berusaha bangun lagi, jatuh lagi dan berusaha bangun lagi untuk memperbaiki diri. Hanya Nabi dan Rasul saja yang ma'shum, terjaga lisan dan perbuatannya, karena segala tindakan mereka dibimbing langsung oleh Allah Ta'ala, sementara manusia sering berbuat kesalahan dan dosa, dan hanya sedikit perbuatan dosa yang manusia ketahui, sementara dosa yang tidak diketahui yang diperbuat manusia jauh lebih banyak, oleh karena itu kenapa kita disyariatkan untuk sering bertaubat.
Waalahua'lam.
Dalam sebuah hadits dari Abu Musa ‘Abdullah bin Qais Al Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيئُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيئُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا.
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu membuka tanganNya di waktu malam untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di siang hari, dan Allah membuka tanganNya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di malam hari. Begitulah, hingga matahari terbit dari barat”.(Sunan Ibnu Majah).
Sumber Referensi,"Segeralah bertaubat", karya Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas di web almanhaj.or.id

PELAKU MAKSIAT LEBIH MUDAH DIDAKWAHI


Oleh Siswo Khusyudhanto
Ada cerita menarik dari seorang ustadz yang mengajar dikelas bacaan Al-Qur'an yang kami selenggarakan di salah satu Lembaga Pemasyarakatan, beliau berkisah, ada seorang residivis menjadi salah satu peserta kelas bacaan kami, profil nya kalau dibaca akan bikin banyak orang takut, dari kecil dia hidup dijalanan, sudah keluar masuk beberapa penjara di negri ini karena disebabkan hukuman perbuatan jahatnya, segala kejahatan pernah dilakukan mulai menjambret, mencuri, merampok bahkan beberapa kali sudah membunuh orang. Kata Ustadz mudah mengajak siresidivis untuk bertaubat, sejak banyak dinasehati oleh ustadz tentang keutamaan bertaubat dan berusaha Istiqomah diatas amal ibadah, si residivis perlahan tapi pasti tabiatnya berubah, semula jarang shalat sekarang sudah rajin shalat, dia selalu hadir di masjid lembaga pemasyarakatan ketika masuk shalat fardhu atau shalat Jum'at. Demikian juga dengan perilakunya, dulu dia sering berbuat onar dan suka berkelahi dengan napi lain sekarang udah enggak lagi. Kemudian si ustadz menceritakan juga kegagalan beliau dalam mendakwahi tetangga dekat rumahnya, sudah lama beliau mendakwahi tetangga agar meninggalkan perbuatan Bid'ah, namun selalu tertolak, tidak ada perubahan sedikitpun pada si tetangga, dia tetap Istiqomah diatas amalan2 Bid'ah nya. Pernah dulu si tetangga mengadakan tahlil kematian sampai berhutang ke rentenir menyebabkan dia terlilit hutang yang terus berbunga dari kehari ke hari, namun meskipun sudah dinasehati ustadz bahwa amalan ini tidak pernah diamalkan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, para sahabat beliau bahkan imam mahzab sekalipun, padahal dijaman Nabi, para sahabat dan para imam mahzab banyak orang mati, namun nasehat itu selalu ditolak oleh si tetangga, bahkan terus Istiqomah diatas amalan tahlil kematian nya itu.
Benar kata Ustadz Zainal Abidin Syamsudin dalam sebuah kajian," kalau antum nasehati pelaku maksiat seperti misal judi pasti dia akan mendengarkan dan membenarkan nasehat kita, dan ingin bertaubat, tapi coba saja kita nasehati orang yang sedang mengamalkan tahlil kematian meskipun kita sampaikan dengan tutur kata yang sopan dan dalil sahhihah pasti kita minimal dilempar sandal, karena mereka merasa melalukan perbuatan yang baik kenapa dinasehati. Waalahua'lam.
Perkataan seorang tabi'in, generasi setelah Nabi dan para sahabat, bernama Imam Sufyan ats Tsauri:
قال وسمعت يحيى بن يمان يقول سمعت سفيان يقول : البدعة أحب إلى إبليس من المعصية المعصية يتاب منها والبدعة لا يتاب منها
Ali bin Ja’d mengatakan bahwa dia mendengar Yahya bin Yaman berkata bahwa dia mendengar Sufyan (ats Tsauri) berkata, “Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat. Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat” (Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d dalam Musnadnya no 1809 dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal 22).
Allah Ta'ala berfirman,
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآَهُ حَسَنًا
“Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)?” (Qs. Fathir:8)
Referensi,"Mengapa Dosa Bid'ah lebih besar dari Maksiat?", Konsultasi Syariah.co

Friday, September 21, 2018

JANGAN BIKIN JENGGOT JADI NEGATIF


Ketika dulu belum punya jenggot hampir semua orang kita salami, namun sejak berjenggot kita pilih-pilih orang yang akan kita salami. Akhirnya timbul anggapan orang bahwa jenggot adalah bikin orang bersifat buruk, Jangan demikian, ketika kita sudah berjenggot harusnya kita lebih banyak menyalami orang, buktikan bahwa dengan berjenggot kita jadi makin ramah kepada siapa saja.
Dikutip dr Ustadz Ali Ahmad bin Umar
#Hastag.makin.ngaji.makin.baik.akhlak

Sampai sekarang seperti belum percaya nasehat ini disampaikan pada tahun 700an HIJRIYAH atau abad 13 Masehi.


Oleh Siswo Khusyudhanto
Nasehat Syaikh Ibnul Qayyim Rahimahullah ini jauh disampaikan beliau berabad-abad yang lalu(beliau lahir tahun 691 Hijriyah atau 1292 Masehi), artinya tentu jauh sebelum seorang anak mengenal Play Station, atau jauh sebelum ada anak bermain dengan tab atau hp androidnya, atau jauh sebelum anak-anak sering duduk di rental Game Online , jauh sebelum anak mengenal kuota data juga WiFi, dan seterusnya, MasyaaAllah.
Syaikh Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan :
“Betapa banyak orang yang mencelakakan anaknya—belahan hatinya—di dunia dan di akhirat karena tidak memberi perhatian dan tidak memberikan pendidikan adab kepada mereka. Orang tua justru membantu si anak menuruti semua keinginan syahwatnya. Ia menyangka bahwa dengan berbuat demikian berarti dia telah memuliakan si anak, padahal sejatinya dia telah menghinakannya. Bahkan, dia beranggapan, ia telah memberikan kasih sayang kepada anak dengan berbuat demikian. Akhirnya, ia pun tidak bisa mengambil manfaat dari keberadaan anaknya. Si anak justru membuat orang tua terluput mendapat bagiannya di dunia dan di akhirat. Apabila engkau meneliti kerusakan yang terjadi pada anak, akan engkau dapati bahwa keumumannya bersumber dari orang tua.” (Tuhfatul Maudud hal. 351).

BEREBUT STATUS "ULAMA"


Oleh Siswo Khusyudhanto
Ditahun politik seperti sekarang ini banyak orang dan kelompok saling berebut status ulama untuk meraih pengaruh masyarakat demi membesarkan kemenangannya, maka dengan mudah disematkan status ulama kepada orang untuk meningkatkan kualitas kelompoknya.
Akibatnya banyak orang awam pun terjebak kegaduhan jadi ikut-ikutan mencap ulama kepada orang di kelompok yang didukungnya.
Untuk melihat ini dengan terang karena masuk urusan agama, dan dalam Islam semua sudah dijelaskan maka kita kembalikan istilah dan status tersebut kepada Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, karena tidak ada yang lebih benar dari beliau dalam menjelaskan soal-soal yang berkaitan dengan Islam.
Dalam sebuah kajian Ustadz Maududi Abdullah menjelaskan makna ulama yang benar, kata beliau, Ulama adalah pewaris para nabi, artinya pewaris disini adalah mewarisi ajaran para Nabi dan Rasul dan menjaga keasliannya. Karena statusnya hanya sebagai pewaris maka dia tidak berhak merubah sedikitpun ajaran para Nabi dan Rasul. Jika ada seseorang disebut orang adalah ulama namun dalam amalannya dia merubah-rubah ajaran para Nabi dan Rasul, yang jelas haram dia halalkan atau sebaliknya yang jelas halal dia haramkan, sejatinya dia bukanlah ulama.
Waalahua'lam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَاراً وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنَ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Barang siapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.”
(HR. al-Imam at-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimah-nya, serta dinyatakan sahih oleh al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan, “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud no. 3096, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182, dan Shahih at-Targhib, 1/33/68)
Sumber Referensi"Ulama pewaris Nabi", Ditulis oleh al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah, di web AsySyariah.co

LEVEL KEBEJATAN PELAKU RIBA


Oleh Siswo Khusyudhanto
Dalam sebuah kajian Ustadz Muhammad Arifin Badri menyebutkan, " Coba antum renungkan betapa buruknya akhlak seorang pelaku riba, cari saja penjahat paling jahat di atas muka bumi ini maka kita tidak akan temukan ada seorang penjahat menzinai ibunya, sejahat-jahatnya penjahat dia tidak akan mau menzinai ibu kandungnya sendiri. Maka kalau kemudian ada seorang lelaki mampu berzina dengan ibunya sendiri itu seburuk-buruk nya orang. Dan pelaku riba paling ringan adalah sama buruknya dengan berzina dengan ibu kandungnya sendiri, waalahua'lam."
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya)
Sumber Referensi,"Memakan Satu Dirham Riba", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc di rumoysho.co

UNTUK URUSAN AKHIRAT HARUSNYA KITA SERAKAH




Oleh Siswo Khusyudhanto
Ketika masuk waktu shalat sering kita jumpai di masjid ada orang yang mempersilahkan orang lain menempati shaf didepannya, sekilas perbuatan ini terlihat sopan, namun sejatinya menunjukkan bahwa orang tersebut tidak mengerti bahwa harusnya secara syariat dia harusnya berusaha berada di shaf paling depan, karena ini urusannya berkaitan dengan akhirat, dengan surga, dan harusnya dia paling terdepan soal ini, karena soal akhirat dan surga setiap Muslim harusnya berlomba-lomba mendapatkan yang terbaik.
Mungkin memang budaya demikian adalah buah dari kejahilan yang merata dikalangan umat Muslim kita, ketika soal akhirat dan surga mereka enggan berlomba mendapatkan yang terbanyak dan terbaik, namun giliran perkara dunia mereka berlomba sekeras dan seketat mungkin, bahkan untuk mendapatkan kenikmatan dunia mereka menempuh cara-cara zalim, seperti menipu, merubah kuitansi, merubah angka laporan dan seterusnya.
Hal demikian tentu jauh dari budaya kaum Salaf, tiga generasi awal sekaligus generasi terbaik umat Islam, jika kita pelajari kisah kaum Salaf maka kita temukan mereka akan berebut dan berlomba menjadi yang terbaik dalam perkara akhirat dan surga, seperti mereka berusaha berdiri di shaf terdepan saat shalat fardhu, mereka ingin paling banyak sedekahnya diantara yang lain, mereka ingin paling banyak dzikir yang diantara yang lain, mereka ingin paling banyak shalat Sunnahnya, mereka ingin berdiri paling depan ketika ada panggilan jihad dan seterusnya.
Mungkin PR bagi umat Muslim agar membiasakan diri untuk berlomba lomba dalam perkara akhirat dan surga, dan bersikap Zuhud dalam urusan dunia, seperti halnya para Salaf, waalahua'lam.
Allah Ta’ala berfirman,
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid: 21)
Sumber Referensi"Berlomba Meraih Pahala", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc. di rumoysho.co

Wednesday, September 19, 2018

Akibat lupa matikan hp, Si Tom juga akhirnya ikut shalat


Oleh Siswo Khusyudhanto
Shalat dhuhur tadi sempat terganggu, dan sekaligus prihatin dengan teman jamaah sebelah saya. Mungkin karena lupa matikan hpnya dan ketika masuk ke kantong tertekan gerakan shalat, terbuka aplikasi Talking Tom, akhirnya ketika imam menyuarakan aba2 shalat si Tom yang terkenal latah ikut menirunya, "Allahu Akbar."..dan seterusnya...sampai salam, dan si pemilik mungkin karena tidak ada ilmu dalam menghadapi demikian dia terus saja shalat, akhirnya suara Tom terdengar terus dan itu jelas menganggu kekhusyukan shalat dirinya dan juga orang lain.
Selesai shalat kemudian saya kasih tau pemilik hp bahwa dalam keadaan demikian kita boleh mengambil hp di kantung dan mematikannya, untuk smartphone tidak terlalu ribet, mungkin cukup pakai satu tangan saja sudah dapat dilakukan.
Jadi makin sadar pentingnya ilmu sebelum beramal, waallahua'lam.

Shalat Khusyuk bukan berarti harus mati rasa


Oleh Siswo Khusyudhanto
Sehari kemarin tak terasa sudah dua kali mengingatkan seseorang mengenai hp yang dalam posisi aktif ketika shalat, dan mereka membiarkan saja hpnya aktif dan meneruskan shalatnya, sehingga bunyi yang dihasilkan oleh hp orang itu menganggu dirinya dan juga orang sekitarnya. Hal ini mungkin disebabkan seperti dipahami kebanyakan orang bahwa namanya shalat khusyuk adalah melakukan shalat tampa peduli keadaan sekitarnya. Padahal melakukan gerakan mengambil hp itu kemudian mematikan masuk pada gerakan yang diperbolehkan karena ada hajat disana, waalahua'lam.
Dalam sebuah kajian Ustadz Abdullah Zein MA. menyebutkan," Kebanyakan orang memahami bahwa shalat khusyuk adalah shalat dimana seseorang shalat yang tidak peduli keadaan sekitarnya, mungkin dipahami demikian karena sampai kepada mereka hadist2 riwayat para sahabat nabi yang terus melakukan shalat ketika anak panah menancap di tubuh mereka. Sebenarnya pemahaman ini tidaklah sepenuhnya benar seperti itu, karena banyak juga hadist-hadist dimana menunjukkan bahwa seseorang yang sedang shalat dapat melakukan gerakan diluar shalat disebabkan keadaan sekitarnya."
Contoh gerakan yang sedikit karena ada hajat adalah perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat sambil menggendong Umamah binti Abil ‘Ash, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Zainab. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kakeknya dari ibunya. Ketika itu beliau berdiri sambil menggendongnya dan ketika sujud beliau meletakknya. (HR. Bukhari no. 5996 dan Muslim no. 543)
------
Fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Soal:
Berapa batasan jumlah gerakan yang bisa membatalkan shalat?
Jawab:
Tidak terdapat batasan jumlah tertentu. Yang benar, batasan gerakan yang membatalkan shalat adalah jika gerakan yang dilakukan dilihat orang-orang maka mereka mengira orang tadi bukan sedang shalat. Maka inilah yang membatalkan shalat. Oleh karena itu para ulama memberi batasan sesuai dengan ‘urf (anggapan orang-orang setempat). Para ulama mengatakan: gerakan yang banyak dan berturut-turut, ini membatalkan shalat tanpa ada batasan jumlah tertentu.
Adapun pembatasan dari sebagian ulama dengan 3 gerakan maka ini butuh dalil. Karena siapa saja yang menetapkan suatu batasan tertentu atau tata-cara tertentu (dalam ibadah) maka ia wajib mendatangkan dalil. Jika ia tidak memiliki dalil maka seolah ia membuat-buat sendiri suatu hukum dalam syariat Allah.
------
Fatwa Syaikh Abdul Muhsin Al Abbad
Soal:
Bagaimana dhabit (rumus/kaidah) mengenai gerakan dalam shalat? Dan bagaimana gerakan yang dapat membatalkan shalat itu?
Jawab:
Gerakan yang memang dibutuhkan itu tidak mengapa. Semisal yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menggeser Jabir dari sisi kiri ke sisi kanan (ketika shalat jama’ah), lalu mengeser orang yang datang berikutnya hingga persis di belakang beliau. Ini gerakan yang beliau lakukan ketika shalat, dan tidak mengapa melakukannya.
Dan tidak ada batasan tertentu dalam hal ini, semisal perkataan seseorang: ‘jika melakukan hal begini atau begitu maka shalat batal’. Akan tetapi kaidahnya adalah gerakan yang banyak sekali dan membuat ia tidak fokus dalam shalatnya, maka inilah yang membatalkan shalat. Karena jika ini terjadi maknanya orang yang shalat tadi tidaklah tenang dalam shalatnya. Adapun pembatasan dengan 3 gerakan, sebagaimana dikatakan sebagian ulama, maka ini tidak didasari dalil.
Sumber Referensi
-"Gerakan diluar shalat", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc di Rumoysho. Co
-"Fatwa Para Ulama batasan Gerakan diluar Shalat", karya Yulian Purnama di Muslim.or.id

KETIKA BERTEKAD HIJRAH KEPEMAHAMAN SUNNAH SIAP-SIAP JADI TERASING


Oleh Siswo Khusyudhanto
Ada teman yang baru hijrah ke Kajian Sunnah mengeluh, karena sejak ngaji Sunnah hampir semua gaya hidupnya bertentangan dengan dalil sahhih seperti misal dulu dia biasa berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahramnya, dijaman masih jahil dulu hal demikian adalah bentuk sikap ramah dan akrab, namun sejak tau bahwa ada hadist disebut tertusuk kepala kita dengan besi lebih baik dari bersentuhan dengan wanita bukan mahram dia jadi takut kalau bersentuhan dengan wanita. Akhirnya belakangan dia dianggap sombong dan kurang akrab. Saya bilang "Nah itu bagus dong", dia heran," apanya yang bagus?", Lalu saya jawab," artinya antum udah mulai mengamalkan Sunnah yang termuat dalam hadist2, pelan2 insyaallah nanti banyak amalan Sunnah yang akan diamalkan diwaktu mendatang, Aamiin." Saya nasehati agar dia bersabar diatas pemahaman Sunnah, rasa kecewa dan semacamnya adalah proses adaptasi semata, jika sudah terbiasa insyaallah mudah, nasehat juga pada diri saya sendiri.
Memang sudah menjadi akibat ketika kita bertekad mengikuti pemahaman Sunnah, beramal sesuai syariat yang benar, maka akan terjadi hal yang mungkin kurang menyenangkan, maklum budaya dan kebiasaan yang ada didalam masyarakat kita sejatinya sudah jauh dari kaidah agama yang benar dan lurus.
Ustadz Abu Zubair Hawaary menyebutkan bahwa orang-orang yang dianggap asing karena ketaatan kepada Allah Ta'ala dan RasulNya harusnya berbahagia, karena ketika orang disekitarnya suka berbuat maksiat kepada Allah Ta'ala, justru dia berusaha Istiqomah diatas perintah Allah dan RasulNya.
Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
“Islam datang dalam keadaan yang asing, akan kembali pula dalam keadaan asing. Sungguh beruntungnlah orang yang asing” (HR. Muslim no. 145).
Al Qadhi ‘Iyadh menyebutkan makna hadits di atas sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi,
أَنَّ الإِسْلام بَدَأَ فِي آحَاد مِنْ النَّاس وَقِلَّة ، ثُمَّ اِنْتَشَرَ وَظَهَرَ ، ثُمَّ سَيَلْحَقُهُ النَّقْص وَالإِخْلال ، حَتَّى لا يَبْقَى إِلا فِي آحَاد وَقِلَّة أَيْضًا كَمَا بَدَأَ
“Islam dimulai dari segelintir orang dari sedikitnya manusia. Lalu Islam menyebar dan menampakkan kebesarannya. Kemudian keadaannya akan surut. Sampai Islam berada di tengah keterasingan kembali, berada pada segelintir orang dari sedikitnya manusia pula sebagaimana awalanya. ” (Syarh Shahih Muslim, 2: 143)
Sumber Referensi, Berbahagia lah orang yang dianggap Asing", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc di Rumoysho.co

Monday, September 17, 2018

SUDAHKAH KALIAN MEMULIAKAN ORANG TUA KALIAN???


Oleh Siswo Khusyudhanto
Disampaikan oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas dalam sebuah kajian beliau.
Suatu hari beliau berkunjung ke sebuah gedung perkantoran yang cukup megah, ketika didepan pintu masuk nampak dua orang satpam menyambut beliau, mereka menyambut dengan ramah disertai senyuman dan bertanya, "Mohon maaf pak, apakah ada yang dapat kami bantu?". Ustadz Yazid senang dengan sambutan kedua tenaga pengamanan gedung itu, lalu beliau tersenyum, dan berkata, "Kalian sangat ramah kepada orang asing yang datang, hal ini sangat baik, namun apakah kalian pernah lakukan hal demikian, bersikap ramah kepada orang tua kalian dan bertanya, apakah ada yang saya bantu wahai ibu atau ayah?". Kedua petugas keamanan gedung itupun langsung kaget dan terdiam, mungkin pertanyaan itu menyadarkan mereka bahwa selama ini mereka dapat bersikap ramah kepada orang yang jelas asing bagi mereka, namun kepada orang tua sendiri kadang lupa bersikap ramah dan lemah lembut.
Lalu Ustadz Yazid menasehati mereka agar bersikap ramah dan lemah lembut kepada kedua orang tua mereka, karena disana ada nilai pahala yang besar, yakni termasuk dalam amalan berbakti kepada orang tua yang dalam syariat Islam sangat tinggi kedudukannya, bahkan sebagian ulama menyebutkan kedudukan berbakti kepada orang tua diatas kemuliaan berJIHAD.
Waalahua'lam.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Ada seorang laki-laki yang meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berjihad, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya.
أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قَالَ: نَعَمْ.
“Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Dia menjawab, ‘Ya, masih.”
Beliau pun bersabda
فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ.
“Maka pada keduanya, hendaklah engkau berjihad (berbakti).’” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Sumber Referensi,"Kedudukan berbakti kepada orang tua diatas jihad",karya Ummu Salafiyah di almanhaj.or.id

TINGGALKAN RIBA ITU, JANGAN TAKUT SOAL RIZKI


Oleh Siswo Khusyudhanto
Kadang prihatin dengan sebagian teman yang sudah mengetahui hukum bahaya riba, baik untuk diri sendiri di dunia dan akhirat ataupun juga berbahaya bagi masyarakat luas, namun mereka masih juga bekerja di bidang yang berhubungan dengan perbuatan riba, seperti bekerja di bank ataupun lembaga keuangan Ribawi lainnya seperti leasing, jasa kredit simpan pinjam dan semacamnya.
Kebanyakan mereka ditakuti bayangan kehidupan dalam keadaan kekurangan dikemudian hari, lalu beralasan belum sanggup mencari pekerjaan lain, padahal banyak pekerjaan halal diatas muka bumi ini, dan faktanya banyak orang yang keluar dari pekerjaan riba namun masih tercukupi rizkinya sampai hari ini, termasuk saya sendiri, yang juga mantan karyawan sebuah bank nasional.
Selama kita berusaha dan selalu berdoa kepada Allah Ta'ala agar dimudahkan meninggalkan laranganNya lalu hijrah kepada ketaatan pada syariat Allah dan RasulNya insyaAllah selalu ada jalan atas rizki penghasilan kita, waalahua'lam.
Benar kata para Syaikh dan Ustadz, sikap tawakal atas pemberian Allah Ta'ala itu perlu dilatih dan tidak dapat datang serta merta, juga didukung keimanan pada diri seseorang, jika dia yakin akan janji Allah Ta'ala soal rizki insyaallah selalu ada untuknya.
Dalam sebuah kajian Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah menyebutkan, " sikap tawakal atas pemberian Allah Ta'ala itu ibarat seekor burung pergi dari sarangnya di pagi hari, dia yakin Allah Ta'ala berikan rizkinya dihari itu, maka dia akan berusaha mencari untuk menutupi kebutuhan dirinya dan juga mungkin anak-anaknya. Maka kita tidak temui ada seekor burung menyimpan makanan untuk kebutuhan hidupnya selama beberapa hari kedepan, atau seminggu kemudian, karena dia yakin rizki pasti ada setiap hari untuknya, waalahua'lam."
Lihat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang disebutkan oleh salah seorang sahabat,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali berkata bahwa sanad hadits ini shahih. Adapun tidak disebutnya nama sahabat tetap tidak mencacati hadits tersebut karena seluruh sahabat itu ‘udul yaitu baik)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian benar-benar bertawakkal pada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi no. 2344. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Hadits ini sekaligus menunjukkan bahwa yang disebut tawakkal berarti melakukan usaha, bukan hanya sekedar menyandarkan hati pada Allah. Karena burung saja pergi di pagi hari untuk mengais rezeki. Maka tentu manusia yang berakal tentu melakukan usaha, bukan hanya bertopang dagu menunggu rezeki turun dari langit.
Referensi dari "Meninggalkan sesuatu karena Allah Ta'ala", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc. Di Rumoysho.co
Foto Baliho Dakwah di jalan A.Yani Pekanbaru

PENGEN MASUK SURGA TAPI GAK PENGEN TAU JALANNYA


Oleh Siswo Khusyudhanto
Dalam sebuah kajian Ustadz Ade Agustian menyebutkan, " Hampir semua orang ketika ditanya soal keinginan untuk masuk ke dalam surga, maka semua orang akan mengatakan bahwa dirinya ingin masuk surga. Namun diantara banyaknya manusia sangat sedikit diantara mereka yang mau menuntut ilmu agama, padahal belajar ilmu agama hukumnya wajib bagi setiap Muslim, dan berdosa jika meninggalkannya. Dan bagi orang-orang yang disibukkan dengan belajar ilmu agama, dimudahkan bagi mereka jalan menuju surga, karena orang yang berilmu mengetahui mana perintah Allah Ta'ala dan RasulNya, dan mana perkara yang dilarang oleh Allah Ta'ala dan RasulNya. Orang berilmu tau mana yang hak dan yang bathil, juga mengetahui mana Tauhid dan mana Syirik, tau mana Halal dan haram, mana Sunnah dan mana Bid'ah dan seterusnya. Dengan demikian dia mengetahui mana jalan yang harus ditempuh ke Surga dan mana jalan yang patut dihindari karena itu jalan ke neraka."
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadits ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama), termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas.
Sumber Referensi,"Kewajiban menuntut ilmu agama bagi setiap Muslim", karya Ustadz Muhammad Saifudin Hakim di Muslim.or.id

Saturday, September 15, 2018

AMALAN DENGAN BIAYA RATUSAN MILYAR RUPIAH TAPI GAK ADA DITANYAKAN DI AKHIRAT KELAK.


Oleh Siswo Khusyudhanto
Ketika seorang ustadz membahas amalan yang tidak tuntunannya dari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, bahkan juga dari para sahabat beliau, juga tidak pernah diamalkan para imam mahzab sekalipun ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit, jadi paham bahwa amalan-amalan yang datang belakangan setelah syariat yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam hanya mendatangkan mudharat kepada umat ini, selain membuat perpecahan dikalangan umat Muslim karena setiap golongan yakin dengan amalan baru buatannya yang terbaik bagi manusia, juga menghancurkan umat Muslim dari sisi ekonomi.
Seperti kita ketahui semisal jumlah Masjid di Indonesia disebut Dewan Masjid Indonesia, atau juga dilansir badan berwenang lainnya bahwa jumlah Masjid di Indonesia saat ini sekitar 800.000 masjid. Andai saja setengah dari jumlah masjid itu mengadakan amalan Perayaan Maulid Nabi, sekitar 400.000 masjid, dengan biaya 500 ribu saja(meskipun pada kenyataannya banyak masjid mengadakan perayaan Maulid Nabi sampai jutaan bahkan puluhan juta rupiah). Maka kita akan temukan biaya perayaan Maulid Nabi di 400.000 masjid sejumlah 200.000.000.000 adalah 200 milyar rupiah. Bagaimana jika satu masjid rata-rata mengadakan perayaan maulid nabi dengan biaya 1 juta atau lebih, dan yang mengadakan lebih dari 400 ribu masjid, maka nilainya trilyunan rupiah!!!.
Padahal amalan perayaan maulid nabi soal asal usulnya masih simpang siur, di kalangan sejarah Islam ada dua versi jalur asal mula perayaan maulid nabi, yakni dari jalur Syi'ah Fatimiyah dan versi kedua dari jalur sejarah Sultan Salahuddin Al Ayyubi, dan kedua versi sejarah ini terjadi jauh setelah Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam wafat, begitu juga dengan para sahabat. Diperkirakan maulid nabi baru diamalkan manusia sekitar 250-300 tahun setelah Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam wafat.
Seperti kita ketahui dalam hukum syraiat Islam amalan yang bukan datang dari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam minimal amalan itu tertolak, alias sia-sia, percuma dikerjakan, dan yang buruk yakni dapat mendatangkan dosa dan azab bagi pelakunya, karena menyelisihi amalan yang di ajarkan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam.
Namun yang jelas amalan2 yang tidak pernah diajarkan dan tidak pernah diperintahkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam tentu tidak ada hisab atas amalan itu. Sungguh hal yang tragis, setiap tahun Umat Muslim mengeluarkan dana triliunan rupiah untuk amalan yang tidak akan pernah ditanyakan di akhirat?, Seseorang tidak akan ditanya berapa kali selama hidup menghadiri perayaan Maulid Nabi, atau sebagai apa dulu di dunia dalam perayaan maulid nabi, apakah jadi ketua panitia atau seksi konsumsi dan semacamnya.
Semoga Umat Muslim makin menyadari bahaya amalan-amalan baru bikin baik secara aqidah ataupun ekonomi, bahkan bahaya bagi seseorang kelak dihisab kelak.
Tulisan ini bukan untuk menghina, apalagi untuk mengkafirkan sesama Muslim, tulisan ini murni untuk mengingatkan saudara sekalian, untuk mengikuti Sunnah Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam dan meninggalkan amalan yang tidak pernah ada diajarkan dan diperintahkan beliau, bukankah kita sebagi umat Muslim perlu syafa'at beliau kelak?.
Waalahua'lam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)