Friday, May 31, 2019

JANGAN ALLAH TA'ALA HANYA MENDAPAT SISA WAKTU KITA


Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada nasehat dari Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah tentang waktu yang jika mengingatnya bikin nangis tersedu-sedu, beliau mengatakan, 
" ada beberapa penyakit yang membuat orang yang mengikuti hawa nafsunya, diantaranya mereka hanya memberikan sisa-sisa waktu yang dimilikinya untuk ketaatan kepada Allah Ta'ala.
Kemana waktu-waktunya yang mahal diberikan? Kemana waktu mudanya?.
Mereka mendapati masa dan waktu mahalnya diberikan kepada setan, kepada hawa nafsu dan syahwatnya.
Sementara Allah Ta'ala mendapatkan sisa-sia waktu, Allah Ta'ala hanya mendapat sempalan waktu yang dia punyai, dan anehnya dia masih berharap mendapatkan luasnya surga?".
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ
“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).”(HR. At-Tirmidzi, Lihat Ash-Shahihah no. 946)
Sumber referensi " Masa Muda yang dipertanggung jawabkan", karya Usstadz Rehanul bahraen di muslim.or

MENGAKU MAZHAB SYAFI'IYAH TAPI DZIKIR BERJAMAAH ???





Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada kabar kurang menyenangkan dari seorang teman bahwa dia di masjid dekat rumahnya dilarang oleh pengurus masjid menjadi imam shalat fardhu, padahal si teman ini soal hafalan sudah lumayan banyak, sekitar 18 juz, dan soal bacaannya juga sangat baik, semua kaidah tajwid terpenuhi, semua hak huruf hijaiyah juga terpenuhi, hampir tidak ada cacat dalam soal bacaan, jika dibandingkan dengan orang sekitar lingkungan dia yang teratas, sementara orang lain di masjid itu mungkin soal hafalan surat tak lebih dari juz 30 saja, belum lagi kaidah tajwidnya.
Alasan dia dilarang menjadi imam shalat fardhu cuma gara-gara tidak melakukan dzikir dan doa secara berjama'ah saja selepas shalat fardhu, beberapa orang di masjid itu menyebutkan bahwa mayoritas jama'ah di situ bermazhab Syafi'iiyah dan menolak amalan mazhab lainnya dipraktekkan di masjid ini, subhanaAllah.
Mungkin alasan yang muncul ini adalah buah dari kejahilan yang tersebar dikalangan Umat Muslim kita, atau bisa juga ini akumulasi karena banyaknya da'i-da'i yang menyebarkan materi kajian dan informasi yang tidak benar dikalangan umat islam di negri kita, mereka meyakinkan masyarakat luas seakan kebiasaan berdzikir berjamaah selepas shalat fardhu adalah berasal dari Mazhab Syafi'iiyah, padahal andaikata mereka mau belajar soal ini akan mereka temukan itu cuma isapan jempol, alias sebuah kebohongan semata, fakta ilmiahnya justru menunjukkan fakta sebaliknya.
Dalam sebuah kajian Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah pernah menuturkan keheranan beliau atas kebiasaan Umat Muslim di Indonesia yang kebanyakan mengaku bermazhab Syafi'iyah namun mereka selalu melakukan doa dan dzikir secara berjama'ah, padahal kalau melihat pendapat keempat mazhab besar dalam Islam, yakni Mazhab Malikiyah, Mazhab Hanafiyah, Mazhab Syafi'iiyah dan Mazhab Hambali, maka kita temukan Mazhab Syafi'iyah yang paling keras melarang melakukan doa dan dzikir secara berjamaah selepas shalat fardhu.
Mungkin ini adalah jawaban dari pertanyaan kenapa kitab-kitab Imam Syafi'i sangat jarang dikaji dan disampaikan di Indonesia.
Waallahua'lam.
---------------------------------
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata :
Pendapatku untuk imam dan makmum hendaklah mereka berdzikir selepas selesai sholat. Hendaklah mereka memelankan (secara sir) dzikir kecuali jika imam ingin mengajar bacaan-bacaan dzikir tersebut, maka ketika itu dzikir dikeraskanlah, hingga dia menduga bahwa telah dipelajari darinya (bacaan-bacaan dzikir tersebut-pen), lalu setelah itu ia memelankan kembali dzikirnya. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman
وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya” (QS Al-Isroo’ : 110) (Al-Umm 2/288).
Yaitu –wallahu A’lam- tatkala berdoa, “Dan janganlah engkau keraskan suaramu” yaitu “Jangan kau angkat suaramu”, dan “Janganlah engkau merendahkannya” sehingga engkau sendiri tidak mendengar”
Adapun mengenai hadits-hadits yang menunjukkan bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi terdengar suara dzikirnya maka Imam Syafi’i menjelaskan seperti berikut:
Menurutku Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeraskan (dzikir) sedikit agar orang-orang bisa belajar dari beliau. Kerana kebanyakan riwayat yang telah kami tulis bersama ini atau selainnya, tidak menyebut selepas salam terdapat tahlil dan takbir. Kadang-kala riwayat menyebut Nabi berdzikir selepas solat seperti yang aku nyatakan, kadang-kala disebut bahwa Nabi pergi tanpa berdzikir. Ummu Salamah menyebutkan bahwa Nabi selepas sholat menetap di tempat sholatnya akan tetapi tidak menyebutkan bahwa Nabi berdzikir dengan jahr (keras). Aku rasa beliau tidaklah menetap kecuali untuk berdzikir dengan dzikir yang tidak dikeraskan/dijaharkan.
Jika seseorang berkata: “Seperti apa?” (maksudnya permasalahan ini seperti permasalahan apa yang lain?-pen). Aku katakan, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersolat di atas mimbar, dimana beliau berdiri dan rukuk di atasnya, kemudian beliau mundur belakang untuk sujud di atas tanah. Nabi tidaklah solat di atas mimbar pada kebanyakan usia beliau. Akan tetapi menurutku beliau ingin agar orang yang jauh yang tidak melihat beliau, dapat mengetahui bagaimana cara berdiri (dalam sholat), rukuk dan bangun (dari rukuk). Beliau ingin mengajarkan mereka keluasan dalam itu semua.
Aku suka sekiranya imam berzikir nama Allah di tempat duduknya sebentar dengan kadar hingga perginya jama’ah wanita sebagaimana yang dikatakan oleh Ummu Salamah. Kemudian imam boleh bangun. Jika dia bangun sebelum itu, atau duduk lebih lama dari itu, tidak mengapa. Makmum boleh pergi setelah imam selesai memberi salam, sebelum imam bangun. Jika dia tunda/akhirkan sehingga imam pergi, atau ia pergi bersama imam, maka itu lebih aku sukai untuknya. ” (Al-Umm 2/288-289)
Perkataan Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah di atas juga dinukil oleh Al-Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzzab (3/468-469), setelah itu Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata :
“Al-Baihaqi dan yang lainnya berhujjah untuk tafsiran (yang disebutkan oleh Al-Imam Asy-Syafi’i-pen) dengan hadits Aisyah semoga Allah meridhoinya, beliau berkata tentang firman Allah
وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا
“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya” (QS Al-Isroo’ : 110)
“Ayat ini turun tentang perihal berdo’a”, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.
Demikian pula perkataan para ashaab (para ulama besar madzhab syafi’iyah-pen) bahwasanya dzikir dan do’a setelah sholat disunnahkan untuk dibaca dengan sir (pelan). Kecuali sang imam ingin mengajari orang-orang maka ia membacanya dengan keras, dan jika mereka (para makmum) telah mengetahui maka sang imam kembali membaca dengan pelan.
Al-Baihaqi dan yang lainnya berhujjah/berdalil tentang (pembacaan dzikir/doa) secara pelan dengan hadits Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu beliau berkata, “Kami bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam (dalam safar), dan jika kami naik dari lembah maka kamipun bertahlil dan bertakbir. Maka keraslah suara kami, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Wahai manusia, hendaknya kalian lembut terhadap diri kalian, sesungguhnya kalian tidak menyeru kepada dzat yang tuli dan tidak hadir, sesungguhnya Allah bersama kalian Maha Mendengar dan Maha Dekat” (Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzdzab 3/469)
Sumber Referensi "Ajaran-ajaran Imam Syafi'i yang ditinggalkan pengikutnya", karya Ustadz Firanda Adirja, di web Firanda.co

JENIS PERTANYAAN YANG BERBAHAYA DITANYAKAN


Oleh Siswo Kusyudhanto
Beberapa hari yang lalu ada jumpai saya dengar seorang teman bertanya kepada temannya, "Ramadhan ini khatam(Al-Qur'an) berapa kali?', seakan ini pertanyaan biasa atau usaha untuk mengingatkan, namun dapat masuk masuk dalam pertanyaan yang berbahaya bagi yang ditanya, karena jika yang ditanya menjawabnya disertai perasaan riya' maka tentu pahalanya bisa ludes, hangus tidak tersisa sama sekali. 
Maka saya ingatkan teman itu agar tidak menanyakan secara pribadi hal-hal yang berkaitan dengan ibadah seseorang, biarkan soal berapa kali khatam atau mungkin tidak sama sekali khatam urusan dia dengan Allah Ta'ala, dan alhamdulillah teman yang saya ingatkan paham akan bahayanya.
Beberapa tahun yang lalu saya juga sempat ikut mudhzakaroh sebuah firqoh, dan dalam kumpulan itu imam atau pemimpin mudhzakaroh menanyai satu persatu yang hadir disitu tentang amalan-amalan yang dilakukan jama'ah dalam sehari semalam, waktu itu ditanyakan satu persatu amalan sedekah, doa dan shalat sunnah seperti dhuha dan tahajjud, mungkin maksudnya baik yakni mengingatkan jama'ah yang hadir tentang amalan sunnah harian, tentu saya saya ingatkan kepada imamnya, " Anda tidak perlu menanyakan secara personal amalan seseorang, tentang sedekahnya atau shalat tahajudnya, ingatkan saja secara umum, tidak perlu ditanyai satu persatu, karena jika ditanya satu persatu takutnya malah jadi riya' kepada yang ditanya dan dapat menghapus pahala dari amalan yang sudah dilakukan".
Dalam sebuah kajian seorang ustadz juga mengingatkan soal ini, beliau menyampaikan tentang bahaya riya' terhadap pahala amalan seseorang, riya', keinginan dipuji orang lain atas amalan yang sudah dilakukan dapat menghapus pahala dari amalannya itu, sebuah hal yang sia-sia setelah bersusah payah beramal namun tidak mendapatkan sedikitpun bayaran pahala. Waallahua'lam.
Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بَشِّرْ هَذِهِ الأُمَّةَ بِالسَّنَاءِ وَالرِّفْعَةِ ، وَالدِّيْنِ ، وَ النَّصْرِ ، وَ التَّمْكِيْنِ فِي الأَرْضِ ، فَمَنْ عَمِلَ مِنْهُمْ عَمَلَ الأَخِرَةِ لِلدُّنْيَا ، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِي الأَخِرَةِ نَصِيْبٌ
“Sampaikan kabar gembira kepada umat ini dengan keluhuran, kedudukan yang tinggi (keunggulan), agama, pertolongan dan kekuasaan di muka bumi. Barangsiapa di antara mereka melakukan amal akhirat untuk dunia, maka dia tidak akan mendapatkan bagian di akhirat”. [HR Ahmad, V/134; dan Hakim, IV/318. Shahih, lihat Shahih Jami’ush Shaghiir, no. 2825]
Sumber Referensi "RIYA DAN BAHAYANYA Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas di almanhaj.or

INI BARU PARCEL KEREN.



Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada teman saya seorang pengusaha di Kendari beliau setiap tahun menjelang Lebaran selalu membagi Parcel berisi bingkisan sembako, kue lebaran, sirup dan semacamnya kepada ratusan karyawan yang terlibat dalam usahanya.
Namun untuk lebaran tahun ini agak berbeda, beliau menyiapkan parcel yang berisi makanan dan minuman juga disisipkan Buku Sifat Shalat Nabi Shalallahu alaihi wa Sallam karya Syaikh Albani, beliau berharap dengan buku ini dimasukkan kedalam parcel karyawan maka di kemudian hari para karyawan dapat belajar tentang tata cara shalat yang Sahhih sesuai Al-Qur'an dan Hadits Sahhih kemudian mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan berharap mendulang pahala dari amalannya.
Seharusnya demikianlah seorang Muslim, memiliki semangat menyampaikan risalah sesuai kemampuan yang dia miliki kepada masyarakat luas, semoga kita juga punya semangat yang sama dalam mensyiarkan agama ini, agar agama ini tidak musnah dari permukaan bumi, aamiin.
Dalam sebuah hadits disebutkan keutamaan mengajak manusia kepada kebaikan,
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم : مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” [HR. Muslim]
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab al-imârah bab fadhlu I’ânat al-ghâzî fî sabîlillâh (bab keutamaan membantu orang yang berperang di jalan Allâh), no. 1893 dari jalur Abu Mu’awiyah dari A’masy dari Abu Amr asy-Syaibani dari Abu Mas’ud al-Anshâri Radhiyallahu anhu ; ia berkata, “Seorang lelaki datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Sungguh, tungganganku telah binasa. Karena itu tolong berilah aku tumpangan (tunggangan).” Nabi menjawab, “Aku tidak punya.” Lalu ada seorang lelaki yang berkata, “Wahai Rasûlullâh! Aku bisa menunjukkan padanya orang yang bisa memberinya tumpangan (tunggangan).” Lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda seperti yang tertera dalam hadits di atas.
Sumber Referensi almanhaj.or

APA YANG KALIAN JUAL KEPADA ALLAH TA'ALA DI BULAN RAMADHAN TAHUN INI ?



Oleh Siswo Kusyudhanto

Dalam sebuah kajian Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah menyebutkan, pada Bulan Ramadhan, bulan suci ini Allah Ta'ala membuka pasarNya seluas-luasnya, dan didalamnya kita diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk menjual apa yang kita miliki berupa amal ibadah yang kita lakukan, kemudian oleh Allah Ta'ala dibayar dengan pahala yang berlipat-lipat kali jumlahnya.

Maka sangat beruntung seseorang yang dalam Bulan Ramadhan dia banyak melakukan amal ibadah yang sesuai syariat Allah dan RasulNya karena dia menjual barang yang sangat bagus dan bernilai tinggi, sementara sungguh celaka jika seseorang melakukan amalan yang bercampur dengan maksiat, kebid'ahan apalagi dengan kesyirikan, dia menjual sesuatu kepada Allah Ta'ala barang yang buruk, mungkin bukan pahala yang dia dapatkan, bahkan sebaliknya mungkin dia mendapatkan dosa, olehnya sangat perlunya ilmu untuk dijadikan dasar dalam beramal, karena hal itu menentukan "jualan" kita kepada Allah Ta'ala.
Waallahua'lam.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. ash-Shaff: 10-12).

Imam asy-Syaukani berkata, “Allah menjadikan amalan-amalan (shalih) tersebut kedudukannya seperti ‘perniagaan’, karena orang-orang yang melakukannya akan meraih keuntungan (besar) sebagaimana mereka meraih keuntungan dalam perniagaan (duniawi), keuntungan (besar) itu adalah masuknya mereka ke dalam surga dan selamat dari (siksa) neraka.” (Kitab Fathul Qadiir, 5/311).

Inilah ‘perniagaan’ yang paling agung, karena menghasilkan keuntungan yang paling besar dan kekal abadi selamanya, inilah ‘perniagaan’ yang dengannya akan diraih semua harapan kebaikan dan terhindar dari semua keburukan yang ditakutkan, inilah perniagaan yang jelas lebih mulia dan lebih besar keuntungannya daripada perdagangan duniawi yang dikejar oleh mayoritas manusia. (Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir, 4/463).

Sumber Referensi " Perniagaan yang tidak merugi", karya Ustadz Abdullah Taslim Al Buthony di pengusahamuslim,com

Sunday, May 26, 2019

DUNIA HANYA TEMPAT PERANTAUAN SEMENTARA




Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah menyebutkan, dunia itu tempat perantauan sementara, suatu saat pasti ditinggalkan, seperti ada seorang merantau ke Kota Pekanbaru karena sebuah kebutuhan atau keperluan, sementara hartanya, anak dan istrinya, temannya, rumahnya, kampung halamannya ada nun jauh disana, di tempat entah berantah, dan dia kelak akan kembali ke kampung halamannya itu.
Karena pasti dia meninggalkan Kota Pekanbaru tentu dia tidak akan ikut berebut dengan banyak orang dalam urusan dunia, dia tidak terlalu memikirkan kepemilikan akan sesuatu yang berkaitan dengan dunia, karena dia tidak membutuhkannya sangat, karena dia akan kembali ke kampungnya maka yang dia fikirkan adalah bekal untuk kembali ke kampung halaman yang sesungguhnya.
Bekal seseorang menuju kampung halamannya(akhirat) adalah amal ibadahnya selama diperantauan(dunia),
waallahua'lam.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang pundaknya, lalu berkata,
كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ
“Hiduplah kalian di dunia seakan-akan seperti orang asing, atau seperti seorang pengembara.”
Ibnu ‘Umar lantas berkata,
إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
“Jika engkau berada di petang hari, janganlah tunggu sampai datang pagi. Jika engkau berada di pagi hari, janganlah tunggu sampai datang petang. Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Manfaatkanlah pula waktu hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari, no. 6416)
Sumber Referensi " Butuh Bekal Kampung akhirat", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc. di rumoysho.c

KEKUASAAN JUGA ADA HISABNYA, KENAPA DALAM MERAIHNYA SAMPAI BERDARAH-DARAH?


Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada teman yang juga anggota kepolisian atau lebih tepatnya anggota brimob di Polda Riau mengabarkan bahwa dirinya sudah terbang dari Pekanbaru ke Jakarta untuk pengamanan Ibu Kota untuk beberapa hari, tidak kebayang biaya untuk operasional pengiriman personil ini yang mencapai ratusan anggota brimob, untuk beberapa hari saja mungkin mencapai milyaran rupiah mulai untuk carter pesawat, makan selama bertugas dan masih ditambah kebutuhan operasional lainnya, dan itu bukan satu polda saja namun ada beberapa polda yang ada di Indonesia, mungkin kalau ditotal jumlahnya ada puluhan miliar untuk membiayai pengamanan Ibu kota selama beberapa hari, subhanaAllah.
Ini belum seberapa sebenarnya dengan biaya yang berkaitan dengan peristiwa saat ini, jika melihat rangkaian moment Pemilu kita lebih terbelalak lagi melihat nilai uang yang digunakan untuk membiayai suksesi nasional ini, semisal dilansir beberapa media berita menyebutkan biaya pemilu 2019 mencapai 24,9 trilyun rupiah ada sebagian yang menyebutkan sampai 25 trilyun rupiah(detik.co), belum lagi biaya non material seperti jumlah petugas KPPS yang meninggal mencapai 527 orang(16/05/2019, dikutip kompas.co), subhanaAllah, ini menunjukkan betapa mahalnya ongkos untuk memilih pemimpin daerah, anggota legislatif sampai pemimpin nasional.
Belum lagi ada jutaan posting disosial media dan media pemberitaan yang saling hujat dan fitnah guna menjatuhkan lawan politiknya, berapa banyak dosa akibat kegiatan ini?, sangat banyak yaa karena pelakunya jumlahnya jutaan.
Demikian hebat dan maksimal usaha banyak orang terlibat dalam perebutan kekuasaan dan sebagian berusaha keras mempertahankan kekuasaan, segala cara mereka lakukan, dan tidak kenal mana cara yang hak dan mana cara yang bathil, semua dilakukan demi kekuasaan.
Padahal jika kita menimbang dari sisi agama kekuasaan adalah sesuatu yang sepatutnya dihindari mengingat hisabnya kelak, dapat saja terjadi seseorang di akhirat kelak sangat kerepotan menghadapi hisab kekuasaan yang diembannya menyangkut kehidupan banyak orang, dan sebaliknya ada orang yang punya kekuasaan sangat kecil seperti lelaki yang hanya sebagai kepala rumah tangga atau seorang wanita sebagai ibu rumah tangga maka hisabnya tentu hanya sebatas kewajibannya sebagai kepala tangga dan ibu rumah tangga saja.
Bayangin kalau seorang presiden Indonesia tentu hisabnya sangat banyak sekali, dia akan ditanya keadaan mulai Aceh sampai Merauke, mulai urusan guru honorer sampai mentrri, juga urusan masyarakat mulai tingkat desa sampai nasional, mulai urusan beras sampai kapal perang dan seterusnya, tentu sangat banyak pertanyaan kepadanya, dan tentu sangat lama kelak karena kekuasaannya sangat luas, mencakup banyak urusan dan nasib jutaan orang.
Jadi jika kekuasaan adalah ancaman bagi hisab seseorang kelak kenapa dalam meraihnya sampai berdarah-darah?, apakah ini hasil tipuan setan? dimana orang mengejar sedikit kepopuleran dan sedikit sanjungan, sementara tidak takut dalam menghadapi hisabnya kelak?, waallahua'lam.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ كُلُكُمْ رَاع، وَكُلُكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالإِمَامُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya.”
(Hadits riwayat Al-Bukhâri dalam shahîhnya (893) dan Muslim (4828).)
Jangan sampai ada seorang rakyatnya yang terlantar apalagi mati kelaparan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Khulafâur Râsyidîn sebagai pemimpin telah memberikan teladan yang baik dalam
menyejahterakan rakyat.
Sebagai contoh, Amîrul Mukminîn Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, pada masa paceklik dan kelaparan, ia Radhiyallahu ‘anhu hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam. Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.”
Sumber referensi :
KHALIFAH UMAR RADHIYALLAHU ANHU MENGHADAPI KESULITAN RAKYAT
Oleh
Ustadz Abu Ihsan al-Atsari
di almanhaj.or

HANYA DENGAN TAUHID DAN AMAL SHOLEH AGAMA INI BERJAYA


Oleh Siswo Kusyudhanto
Menjelang lewat 15 hari di Bulan Ramadhan dimana banyak masjid dan musholla pada umum sudah menyusut jumlah jamaahnya, menyisakan hanya satu atau dua shaf justru masjid-masjid berbasis Kajian Sunnah dipenuhi oleh jama'ah shalat tarawih serasa masuk hari pertama Ramadhan, kalau di tanya kenapa kok kontras sekali seperti itu?.
Jawabannya ya karena kualitas jama'ah nya berbeda, kemungkinan besar karena jama'ah Kajian Sunnah mereka memiliki ilmu Tauhid, sudah memiliki pengetahuan mana Tauhid dan mana syirik, mana Sunnah dan mana Bid'ah, dan pada akhirnya mereka mengetahui arah dari amal ibadah, bukan hanya modal ikut-ikutan saja.
Seperti dituturkan oleh Ustadz Badrussalam, kata beliau Tauhid adalah motor penggerak utama seseorang dalam beramal ibadah, seseorang melangkahkan kaki ke masjid untuk shalat terasa ringan karena memiliki ilmu Tauhid yang benar dan lurus, bersih dari kesyirikan dan kebid'ahan.
Makin sadar pentingnya membangun Umat di mulai dari Tauhid, bukan dari yang lain, hanya dengan menegakkan Tauhid dan beramal Sholeh agama ini akan berjaya, ini sudah menjadi janji Allah Ta'ala, dan orang yang ingkar janjiNya masuk golongan orang fasik, waalahua'lam.
Dalam surat an-Nur ayat 55, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengamalkan amal shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah kepadaku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.”
Foto jama'ah terawih Masjid Raudhatul Jannah Pekanbaru.

SEBELUM BERUCAP DAN BERTINDAK INGAT HISABNYA KELAK


Oleh Siswo Kusyudhanto
Nasehat seorang ustadz, "Dulu para ulama Salaf ketika akan berucap dan bertingkah laku mereka selalu menimbang hisabnya kelak, jika apa yang akan dilakukan membuat dirinya sulit dalam menghadapi hisab kelak mereka berusaha menghindari hal tersebut.
Ini menjadi sebab sangat sedikit mereka membuat kesalahan dibandingkan orang awam pada umumnya.
Seharusnya orang beriman memang demikian, karena mereka mengimani hisab di akhirat seperti yang disampaikan Allah dan RasulNya, maka seseorang yang beriman harusnya menimbang ucapan dan tindakan yang akan dilakukan dengan hisabnya.
Hal tersebut menjadikan dia sangat berhati-hati atas ucapan dan tindakan yang dilakukan.
Ini juga membuat orang yang beriman memandang hisab begitu menakutkan, sebaliknya orang kafir dan munafik melihat hisab adalah sebuah cerita fiksi atau dongeng semata sehingga orang kafir dan munafik mudah berucap dan bertingkah laku yang mendatangkan dosa baginya yang kelak sangat menyulitkan mereka ketika menghadapi hisabnya. Waalahua'lam."
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ ﴿٧﴾ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, [al Insyiqaq / 84 : 7-8].
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ ظَهْرِهِ﴿١٠﴾فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا﴿١١﴾وَيَصْلَىٰ سَعِيرًا
Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). [al Insyiqaq / 84:10-12].
إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ﴿٢٥﴾ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ
Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka. [al Ghasyiyah / 88 : 25-26].
Allah Ta'ala juga berfirman:
الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ زِدْنَاهُمْ عَذَاباً فَوْقَ الْعَذَابِ بِمَا كَانُوا يُفْسِدُونَ
Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan. [an Nahl / 16:88].
Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari sebagian lainnya -karena banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan- maka hisab dilakukan untuk menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk masuk syurga .
Sumber Referensi ;
"HISAB PADA HARI PEMBALASAN"
Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi Lc
Di almanhaj.or

Hati-hati Syubhat Kaum Khawarij



Oleh Siswo Kusyudhanto
Syubhat Kaum Khawarij pertama kali yang ditancapkan ke dada setiap Muslim adalah pemimpin sah sebuah negri mereka bukanlah Ulil Amri yang dimaksud dalam Ayat Al-Qur'an dan Hadits yang wajib ditaati, jika sudah dipahami demikian mulai mereka menancapkan syubhat berikutnya yakni sikap tidak taat kepada Ulil Amri, penguasa yang sah di sebuah wilayah, dan selanjutnya syubhat berikutnya adalah menancapkan syubhat ucapan dan tindakan untuk memberontak kepada Ulil Amri, akhirnya berkat syubhat-syubhat yang mereka sebarkan dikalangan Umat Islam banyak negri hancur lebur karena pemberontak, Karena syubhat mereka jutaan nyawa manusia melayang karena peperangan dan aksi teror.
Bahayanya Syubhat Kaum Khawarij, hancur didunia dan diakhirat. Waalahua'lam.
Semoga dijauhkan syubhat kaum khawarij, aamiin.

Monday, May 20, 2019

KADANG ALLAH TIDAK KABULKAN DOA KITA KARENA SAYANG KEPADA KITA


Oleh Siswo Kusyudhanto
Saya punya dua orang kenalan yang kondisinya sangat berbeda satu sama lainnya.
Ada satu teman yang dulu sangat rajin datang ke masjid untuk melakukan shalat fardhu berjamaah, bahkan sebelum muadzin adzan dia sudah hadir di masjid, dulu dia sering berdoa meminta kepada Allah Ta'ala untuk diberikan kekayaan, dan permintaan itu mungkin dikabulkan oleh Allah Ta'ala, dalam beberapa waktu kemudian bisnisnya berkembang pesat, namun sejak bisnisnya membesar itu dia jadi sibuk mengurusi bisnisnya itu, dan akibatnya makin jarang dia nampak di masjid untuk shalat fardhu berjamaah.
Ada lagi teman satu lagi, hidupnya sangat sederhana, dia juga rajin datang ke masjid untuk melakukan shalat fardhu berjamaah, dan dia sering berdoa kepada Allah Ta'ala untuk diberikan kekayaan, namun doanya tidak kunjung dikabulkan oleh Allah Ta'ala, hidupnya tetap pas-pasan sampai sekarang.
Jadi teringat kajian seorang ustadz, beliau mengatakan, kadang Allah Ta'ala tidak mengabulkan doa kita dan menahan untuk memberikan permintaan itu, karena menurut Allah Ta'ala jika permintaan dalam doa kita dikabulkan justru membahayakan keselamatan kita, atau jika dikabulkan justru membuat kita terjerumus dalam kesesatan dan jauh dari jalan yang diridhoi oleh Allah Ta'ala.
Dalam hal ini pentingnya untuk selalu berprasangka baik kepada Allah Ta'ala atas keadaan kita. Waalahua'lam.
Allah Ta'ala berfirman ;
عَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ (٢١٦)
“Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:216)

Friday, May 17, 2019

SETIAP SAAT WAKTU KITA AKAN DIHISAB


Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada nasehat emas dari Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas mengenai waktu, kata beliau kenapa sedapat mungkin kita menggunakan waktu untuk meraih pahala setiap menit atau bahkan setiap detik, seperti beramal ibadah atau menuntut ilmu agama, dan jangan sampai waktu yang kita punyai digunakan untuk melakukan sesuatu yang sia-sia belaka yang tidak mendatangkan pahala sama sekali, dan jangan sampai waktu yang kita miliki digunakan untuk berbuat kemaksiat dan mendatangkan dosa, dan yang terburuk adalah ketika memiliki waktu namun digunakan untuk melakukan perbuatan bid'ah dan kesyirikan, terutama syirik yang dosanya sangat besar dibandingkan dosa perbuatan lainnya, jangan sampai terjadi kepada kita.
Kenapa kita hindari menggunakan waktu dengan sia-sia?
Sebab utamanya adalah kelak waktu kita akan dihisab, apakah waktu itu kita gunakan dalam ketaatan kepada Allah dan RasulNya atau sebaliknya kita gunakan untuk perbuatan yang mendatangkan dosa.
Jangan jadi orang yang rugi dalam menggunakan waktu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ
“Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari yang ia ketahui (ilmu).”(HR. At-Tirmidzi, Lihat Ash-Shahihah no. 946)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu berkata ,
والشباب في أي أمة من الأمم ، هم العمود الفقري الذي يشكل عنصر الحركة والحيوية إذ لديهم الطاقة المنتجة ، والعطاء المتجدد ، ولم تنهض أمة من الأمم غالبا إلا على أكتاف شبابها الواعي وحماسته المتجددة .
“Para pemuda pada setiap umat manapun, mereka adalah tulang punggung yang membentuk unsur pergerakan dan dinamisasi. Pemuda mempunyai kekuatan yang produktif, kontribusi yang terus menerus. Tidak akan bangkit suatu umat umumnya kecuali ada di pundak [ada kepedulian dan sumbangsih, pent] para pemuda yang punya kepedulian dan semangat menggelora.”(Majmu’ Fatawa Bin Baz 27/274, Syamilah).
Sumber Referensi " Jangan Sia-siakan Masa Mudamu", karya Ustadz Raehanul Bahraen di web muslim.or

Monday, May 13, 2019

HARUSNYA SETIAP MUSLIM MERINDUKAN AL-QURAN


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian Ustadz Abu Zubair Haawary memberikan nasehat tentang keutamaan membaca dan mempelajari Al-Quran.
Beliau menyebutkan, " Jika ada seorang pemuda atau pemudi yang sedang jatuh cinta kepada seseorang kemudian dia menerima surat, sms atau pesan WA maka dia akan berbunga-bunga ketika mendapat kiriman pesan atau surat tersebut, dan ingin membacanya segera karena ingin mengetahui isi dari pesan sang kekasih.
Sikap setiap Muslim harusnya demikian terhadap Al-Quran, selalu ingin membaca dan mempelajari Al-Quran karena ingin mengetahui pesan Allah Ta'ala yang termuat dalam ayat-ayatNya, hanya dengan membaca dan mempelajari Al-Quran kita mengetahui perintah dan larangan dari Allah Ta'ala, waallahua'lam".
Allah Ta'ala berfirman :
{الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ (29) لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ (30)}
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
قال قتادة رحمه الله: كان مُطَرف، رحمه الله، إذا قرأ هذه الآية يقول: هذه آية القراء
“Qatadah (wafat: 118 H) rahimahullah berkata, “Mutharrif bin Abdullah (Tabi’in, wafat 95H) jika membaca ayat ini beliau berkata: “Ini adalah ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran” (Lihat kitab Tafsir Al Quran Al Azhim).
Asy Syaukani (w: 1281H) rahimahullah berkata,
أي: يستمرّون على تلاوته ، ويداومونها
“Maksudnya adalah terus menerus membacanya dan menjadi kebiasaannya”(Lihat kitab Tafsir Fath Al Qadir).
Sumber Referensi "keutamaan membaca al-quran", karya Ustadz Ahmad Zainuddin Al Banjary di muslim.or

NYESEL DULU IKUT DEMO



Oleh Siswo Kusyudhanto

Lewat jalan raya dan ada truck dengan gambar Pak Harto, dengan tulisan, "Piye Kabare?, penak jamanku tho?', tulisan itu sepintas lucu dan bikin pembacanya tersenyum, namun bagi saya ada bagian hati saya yang sakit hati, maklum saya termasuk dalam aktivis di era 90an, dan dulu aksi reformasi terasa sangat heroik, keren, apalagi saya sempat ditangkap polisi dan diinterogasi polisi berjam-jam, terasa full kerennya, demo dan aksi saat itu menyimpan harapan besar akan perubahan. Namun faktanya sangat jauh dari harapan, kehidupan setelah reformasi jauh lebih buruk, mungkin salah satunya disebabkan perbuatan saya sendiri yakni ikut demo dan aksi merongrong pemerintahan saat itu.

Namun justru kalau mau menjawab dengan jujur enak mana setelah reformasi atau sesudah reformasi, maka kita akan jawab"jaman Pak Harto atau sebelum reformasi kehidupan kita jauh lebih baik dari saaqat ini".

Setelah mengenal Dakwah Sunnah baru mengetahui bahwa aksi reformasi dulu itu sangat jauh dari cara yang disunnahkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dalam menyikapi pemimpin zalim.

Dalam konteks ajaran Ahlu Sunnah menasehati pemerintah itu terlarang dengan cara terbuka dan diharuskan dalam menyampaikan secara sembunyi-sembunyi, sungguh benar Allah dan RasulNya.

Semoga dapat menjauhi segala bentuk penyimpangan syariat, termasuk dalam menyikapi penguasa yang zalim, aamiin.

Imam Al-Barahari berkata, “ Jika engkau melihat seseorang mendoakan kejelekan bagi penguasa maka ia adalah pengikut hawa nafsu, dan bila engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan bagi penguasa, maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut sunnah.” (Syarhus Sunnah, hal. 328)

Imam Ahmad mengatakan, “Saya selalu mendoakan penguasa siang dan malam agar diberikan kelurusan dan taufik, karena saya menganggap itu suatu kewajiban.” (As-Sunna Al-Khallal, hal 82-83)

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang ingin menasejati pemimpin maka janganlah ia memulai dengan terang-terangan, namun hendaknya ia ambil tangannya, kemudian bicara empat mata. Jika diterima maka itulah (yang diharapkan), jika tidak maka ia telah melaksanakan kewajibannya.” (HR. Ahmad 3/303. Ath-Thabrani 17/367, dishahihkan oleh Al-Albani)

Imam Malik mengatakan, “ Merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang telah diberikan Ilmu oleh Allah dan pemahaman untuk menemui penguasa, menyuruh mereka dengan kebaikan, mencegahnya dari kemungkaran, dan menasehatinya. Sebab, seorang alim menemui penguasa hanya untuk menasehatinya, dan jika itu telah dilakukan maka termasuk keutamaan di atas keutamaan.” (Al-Adab asy-Syar’iyyah fi Bayani Haqqi ar-Ra’i war Ra’iyyah, hal. 66)

Sumber Referensi " Etika Terhadap pemimpin", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc. di web rumoysho.c

ORANG CERDAS ADALAH YANG MEMPERSIAPKAN BEKAL LEBIH BAIK


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah menyebutkan, " Dahulu kaum salaf merancang hidupnya dari Dhuhur ke Ashyar, dari Ashyar ke Maghrib, dari Maghrib ke Isya', dan dari Isya' ke Subuh. Mereka lakukan demikian karena mereka merasa hidup ini sangat sebentar, maka mereka berhati-hati dalam melakukan segala sesuatu, mereka berusaha selalu melakukan amal ibadah dan berusaha menjauhkan diri dari perbuatan dosa dalam waktu yang mereka miliki.
Namun lihat saat ini kebanyakan kita mengkhayal segala sesuatu jauh ke depan seakan kita hidup selamanya, banyak diantara kita memikirkan apa yang akan dilakukan di tahun 2020, padahal belum tentu umur kita sampai pada tahun itu, akhirnya banyak diantara kita lalai untuk melakukan amal ibadah dalam waktu yang dimiliki, dan malah banyak berbuat dosa.
Jangan merasa hidup lama karena bisa saja terjadi tak lama lagi kita menemui kematian.
Maka orang yang cerdas dan pintar bukan orang yang punya IQ tinggi, bukan orang yang dapat menjawab pertanyaan atau soal yang sulit dipecahkan orang lain, namun dalam Islam orang yang cerdas adalah orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya, dan orang yang mempersiapkan dengan baik bekal berupa amal ibadah sebelum kematiannya.
Sementara orang yang lemah adalah orang yang kalah dengan hawa nafsunya sendiri, dan kemudian dia tidak mempersiapkan bekal dalam menghadapi kematian dengan baik.
Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata,
“Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’
(HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan)

MASJID ABU DARDA, MASJID YANG TIDAK ADA KOTAK AMALNYA




Oleh Siswo Kusyudhanto
Kalau berkunjung ke Masjid Abu Darda, Tampan, Pekanbaru, salah satu masjid berbasis kajian Sunnah, pada saat menjelang masuk buka maka kita akan disajikan pemandangan ada ribuan orang sedang berbuka puasa, karena masjid ini tidak ada kotak amal, tentu semua biaya buka puasa ditanggung oleh satu orang yakni sekaligus donatur utama pembangunan masjid, andai ada sekitar 1500 jamaah berbuka hadir dan dengan biaya minum serta makan satu orang sebesar 20 ribu, artinya biayanya total adalah 30 juta setiap hari, dan itu berlangsung satu bulan hebatnya ditanggung satu orang, masyaAllah!!!.
Gak kebayang pahala yang diraih oleh orang itu, tentu sangat besar yaa, karena pemberi makan berbuka kepada seseorang yang tengah berpuasa mendapatkan pahala yang sama tampa sedikitpun mengurangi pahala pengamal puasanya, waallahua'lam.
semoga menjadi teladan bagi kita semua untuk berlomba-lomba dalam meraih pahala dan surga, tentu disesuaikan dengan kemampuan kita, jika mampunya memberi segelas air putih mungkin melakukannya jauh lebih baik daripada tidak sama sekali, insyaAllah.
Inilah janji pahala yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”
(HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, dari Zaid bin Kholid Al Juhani. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.)
Al Munawi rahimahullah menjelaskan bahwa memberi makan buka puasa di sini boleh jadi dengan makan malam, atau dengan kurma. Jika tidak bisa dengan itu, maka bisa pula dengan seteguk air.
Sumber Referensi "Pahala Melimpah di Balik Memberi Makan Berbuka", karya Ustadz Muhammad Nur Ichwan Muslim di web muslim.or

DIJAMAN INI TANPA SIKAP PEMAAF PASTI DADA KITA SEMPIT


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian seorang ustadz memberi nasehat yang patut dicamkan kepada setiap orang yang sudah "ngaji" Sunnah, kata beliau,
"Dijaman ini wajib kita memiliki sikap pemaaf kepada orang sekeliling kita, Tanpa memiliki sikap pemaaf pasti dada kita terasa sempit, kita tidak suka dengan si Fulan karena suatu hal, tidak suka dengan si Fulanah dan seterusnya disebabkan perkataan nya, pasti sempit dada kita, kenapa demikian?, Karena ketika kita hijrah kepada pemahaman agama yang lurus, kemudian kita mendapatkan ilmu agama yang lebih baik dari sebelumnya, pasti kita hidup ditengah banyak orang yang jahil dalam agama, ini sudah disampaikan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam ribuan tahun yang lalu, bahwa orang yang berpegang teguh kepada ajaran Islam yang benar akan dianggap asing, karena agama sudah demikian rusak diakibatkan fitnah dan syubhat yang tersebar dikalangan umat Islam.
Dengan demikian banyak hal yang disekeliling kita kurang berkenan dalam hati, pada saat demikian perlu sikap pemaaf dan kemudian jika mampu juga memberikan nasehat kepada mereka.
Maka hanya orang yang berilmu dan dibarengi dengan amal yang mampu mudah memberikan maaf kepada orang-orang disekelilingnya, meskipun dia dikatakan buruk sekalipun.
Jangan ketika melihat orang awam justru kita bersikap keras kepada mereka, jadilah kita tabib bagi orang yang sakit, karena orang yang awam agama itu ibarat orang sakit maka perlu kita obati, jangan malah bikin sakitnya makin parah dengan membencinya dan besikap kasar kepadanya.
Semoga kita menjadi pribadi yang mudah memberi maaf, aamiin."
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan wasiat pada Jabir bin Sulaim,
وَإِنِ امْرُؤٌ شَتَمَكَ وَعَيَّرَكَ بِمَا يَعْلَمُ فِيكَ فَلاَ تُعَيِّرْهُ بِمَا تَعْلَمُ فِيهِ فَإِنَّمَا وَبَالُ ذَلِكَ عَلَيْهِ
“Jika ada seseorang yang menghinamu dan mempermalukanmu dengan sesuatu yang ia ketahui ada padamu, maka janganlah engkau membalasnya dengan sesuatu yang engkau ketahui ada padanya. Akibat buruk biarlah ia yang menanggungnya.”
(HR. Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini shahih).
Allah Ta'ala berfirman :
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Maka barang siapa mema’afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Asy-Syura: 40)
Sumber Referensi "Mudah memaafkan", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc. Di rumahku.co