Monday, August 26, 2019

TAUHID LAGI DAN TAUHID LAGI



Oleh Siswo Kusyudhanto
Pelajaran kajian pagi ini di Masjid Raudhatul Jannah Pekanbaru ;
Tauhid adalah landasan seorang yang mengaku Islam dalam beramal ibadah, maka hanya dengan Tauhid sebuah amal ibadah menjadi berarti dan diterima oleh Allah Azza wa Jalla, dan sebaliknya amal ibadah sebaik apapun tanpa didasarkan kepada Tauhid, semisal bercampur dengan kesyirikan maka adalah sebuah kesia-siaan belaka.
Tauhid adalah dakwah para nabi dan rasul, dan karena mereka mendakwahkan Tauhid ini para nabi dan rasul mendapatkan perlawanan dari kaumnya.
Para nabi dan rasul tidak akan mendapatkan permusuhan dari kaumnya jika hanya mendakwahkan bagaimana menjadi pribadi yang jujur, bagaimana beramal ibadah, bagaimana menyembah Allah Azza wa Jalla, atau bagaimana menjadi ayah yang baik, istri yang baik dan semacamnya, karena hal seperti itu pasti manusia sepakat, sesuai fitrahnya menyukai kebaikan.
Lihat bagaimana Nabi Musa Alaihissallam mendapat perlawanan dari Firaun, atau Nabi Ibrahim Alaihissallam dimusuhi kaumnya, Nabi Nuh Alaihissallam juga dari kaumnya dan seterusnya, para nabi dan rasul diperangi dan dimusuhi karena mereka mendakwahkan Tauhid, lihat pada points ini terjadi diskusi dan perdebatan, karena Tauhid adalah lawan dari Kesyirikan yang dilakukan kaum-kaum di masa Nabi dan Rasul.
Demikian halnya dengan para ulama setelahnya, ketika ada ada ulama, pemuka agama, da'i dan ustadz yang menyampaikan pentingnya Tauhid pasti mendapat permusuhan dari para pelaku kesyirikan.
Oleh karenanya kajian tentang Tauhid sangat penting untuk selalu dikaji dan dipelajari, jangan pernah bosan dengan materi yang membahas Tauhid sampai kapanpun, Tauhid lagi, Tauhid lagi dan Tauhid lagi.
Waallahua'lam.

BAHAGIA SESUNGGUHNYA ADALAH " MEMBERI"


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dikabari oleh salah seorang ustadz pengajar sebuah kelas bacaan Al-Qur'an, bahwa ada seorang bapak yang menjadi peserta kelas itu menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada saya dan berjanji akan semangat belajar membaca Al-Qur'an sampai fasih.
Mendengat itu tiba-tiba jadi sangat haru, bayangkan saja ada bapak yang umurnya menjelang senja dan sedang memulai belajar membaca Al-Qur'an dengan benar sesuai kaidah tajwid, jadi ikut bahagia, karena ikut serta menyalurkan bantuan Mushaf Al-Qur'an dari para donatur sehingga smpai ke tangan bapak itu, semoga menjadi ilmu yang penuh berkah dan pahala juga untuk para donatur, aamiin.
Hal tersebut mengingatkan saya akan kisah yang di sampaikan oleh Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah,. Suatu ketika beliau naik kereta api dan turun di Stasiun Kota Cirebon, dan untuk sampai ke rumah kerabat yang beliau tuju harus menggunakan becak, lalu beliau naik becak, dan selama perjalanan ustadz berbicara beberapa hal mengenai pribadi si tukang becak, sesampai ditujuan ustadz melebihkan ongkos naik becak kepada si tukang becak, lalu yang terjadi di tukang becak kaget dan sangat berbahagia, saking senangnya si tukang becak sampai mencium tangan Ustadz, kata Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah, " bapak itu sangat berbahagia atas pemberian saya, namun sejatinya saya adalah orang jauh lebih bahagia dari bapak itu karena saya telah membuatnya berbahagia, karena tangan diatas adalah lebih baik."
Waallahua'lam.
Dalam sebuah hadits disebutkan Keutamaan dalam memberikan sesuatu kepada orang lain,
عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :اَلْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُوْلُ، وَخَيْرُ الصَّدَقَةِ عَنْ ظَهْرِ غِنًى، وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللهُ
Dari Hakîm bin Hizâm Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.”
TAKHRIJ HADITS.
Hadits ini muttafaq ‘alaih. Diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri (no. 1427) dan Muslim no.1053 (124)
Sumber Referensi "Tangan diatas adalah lebih baik", karya Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas di AlManhaj.or

Wednesday, August 21, 2019

TAWAKAL KITA SAMPAI MANA ?


Oleh Siswo Kusyudhanto
Beberapa hari yang lalu beberapa group WA jama'ah Kajian Sunnah Pekanbaru dihebohkan dengan postingan seorang ustadz muda yang baru berkunjung ke Pondok Pesantren Al Markiz Lipat Kain, beliau memposting kekagetannya akan kondisi para santri yang jumlahnya ratusan orang disana yang belum juga makan sesuap nasi padahal waktu sudah menjelang siang.
Maklum pondok pesantren ini diperuntukkan bagi para santri kalangan tidak mampu, sehingga mereka tidak dipungut biaya selama belajar disini, baik biaya makan dan biaya pendidikan, alias gratis. Sehingga segala kebutuhan operasional pondok pesantren ini termasuk urusan makan sangat bergantung kepada para donatur, maka ketika ada keterlambatan donatur menyumbang tentu Stock makanan jadi sangat minim untuk mereka.
Dan Alhamdulillah hal ini segera diklarifikasi oleh pimpinan pondok yakni Ustadz Firdaus Ba'asyir, dalam rekaman suara itu intinya memaklumi apa yang di-posting oleh yang bersangkutan dan menyakinkan bahwa tidak pernah terjadi dalam sehari para santri di pondok pesantren ini tidak makan, insyaallah selalu ada Rizki untuk mereka.
Ada kata-kata beliau yang menurut saya senilai emas, yakni " Jangan menggantungkan dakwah ini kepada seseorang, atau sesuatu, gantungkan dakwah ini kepada Allah Azza wa Jalla, yakinlah bahwa setiap santri membawa rizki tersendiri".
Mendengar ini tiba-tiba merasa sikap tawakal saya selama ini serasa di level kaleng-kaleng, maklum saya hanya bertawakal untuk mencukupi kebutuhan anak dan istri saja, dan merasa sudah cukup tawakal, sementara Ustadz Firdaus Ba'asyir beliau bertanggung jawab kepada ratusan orang yang beragam latar belakangnya, mulai balita, anak-anak, remaja, janda dan lansia yang tinggal di pondok pesantren Al Markiz Lipat Kain.
Semoga sikap tawakal beliau akan rizki pemberian Allah Azza wa Jalla menjadi teladan bagi kita semua, aamiin.
Allah Azza wa Jalla berfirman ;
{وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ، وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ}
“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan memberikan baginya jalan ke luar (bagi semua urusannya). Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (segala keperluan)nya” (QS ath-Thalaaq:2-3).

Semangat kita untuk agama mana ?


Oleh Siswo Kusyudhanto
Bingung kalau lihat ada teman yang lulusan Universitas Timur tengah tapi cuma jualan shirwal, tidak ngajar disebuah madrasah atau buka kajian kitab. Ilmunya untuk apa?, Sayang sekali, padahal banyak orang disekitarnya membutuhkan ilmunya.
Mungkin ini yang disebutkan ulama kehilangan ghiroh, semangat untuk memperjuangkan agama ini disebabkan tujuan dunia lebih diutamakan, waalahua'lam.
Jadi teringat kisah-kisah para ulama terdahulu yang sangat semangat belajar ilmu agama dan juga mengajarkan kepada masyarakat.
Sebut saja Imam Syafi'i, beliau disebutkan dalam sejarah perjalanan hidup beliau selama 14 tahun hanya untuk mengambil hadits-hadits dari para perawi, dengan hanya mengandalkan kendaraan seadanya dijaman itu seperti kuda dan onta hampir menjelajahi seluruh jazirah Arab mulai Baghdad, Yaman, sampai Mesir, dan itu dalam menempuh perjalanan waktu yang digunakan sampai beberapa Minggu bahkan berbulan-bulan. Dari sini sudah tergambar jelas semangat beliau dalam belajar dan mengajarkan ilmu, bahkan karena hal ini sampai-sampai beliau tidak sempat memikirkan perkara pribadi seperti menikah, seperti diketahui hingga wafatnya beliau belum diketahui pernah menikah.
Bandingkan dengan keadaan sekarang ini, dalam menempuh perjalanan ribuan kilometer dapat ditempuh dengan waktu singkat dengan pesawat, sumber referensi dari mana saja, dari seluruh penjuru dunia saat kita dapatkan dengan jemari melalui fasilitas internet, dan segala fasilitas komunikasi sudah lengkap, namun kenapa justru kita malas memperjuangkan agama ini?.
Semoga ini menjadi renungan penulis dan pembaca, dan mengambil hikmah dari tulisan ini, aamiin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Artinya: “Barangsiapa yang menyeru kepada sebuah petunjuk maka baginya pahal seperti pahala-pahala orang-orang yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi akan pahala-pahala mereka sedikitpun dan barangsiapa yang menyeru kepada sebuah kesesatan maka atasnya dosa seperti dosa-dosa yang mengikutinya, hal tersebut tidak mengurangi dari dosa-dosa mereka sedikitpun
(Hadits riwayat Muslim)
Sumber Referensi "Kenapa kita harus berdakwah", karya Ustadz Ahmad Zainuddin Al-Banjari di web Muslim.or

Saturday, August 17, 2019

PELAKSANA DARI NASEHAT DIRI SENDIRI


Oleh Siswo Kusyudhanto
Malam ini dalam kajian Ustadz Ahmad Doni, ada kata yang membuat berfikir dalam jauh kedalam angan, seperti dijewer keras, atau bergema beraduk aduk dalam hati, yakni kata-kata beliau yang menyebutkan, " Para sahabat nabi adalah pelaksana dari nasehat diri mereka sendiri", maklum dijaman ini banyak orang mampu memberikan nasehat namun sangat sedikit dari yang menasehati mampu melaksanakannya, mungkin termasuk saya yang sering memposting nasehat yang saya ambil dari materi kajian para ustadz pemateri kajian Sunnah, dan posting itu di share dibanyak link sosial media dan web.
Jadi teringat kajian ustadz lain yang membahas tentang ancaman Allah Azza wa Jalla, yakni Allah Azza wa Jalla sangat membenci orang yang menyampaikan nasehat kepada orang lain, tapi dia tidak mau melaksanakan nasehatnya itu, mungkin yang masuk dalam ancaman ini termasuk saya, semoga saya termasuk mampu melaksanakan apa yang saya share selama ini, aamiin.
Allah Ta’ala berfirman:
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al Baqarah: 44)
Allah Ta’ala juga berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Hal (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash-Shaff: 2-3)
Sumber Referensi muslim.or

SALAH SENDIRI PACARAN




oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian seorang ustadz ditanya seorang jama'ah tentang datangnya musibah, apakah ini termasuk azab atas dosa kita di masa lalu atau ujian atas keimanan kita?, Beliau menjawab, "bisa keduanya, musibah yang datang kepada kita bisa keduanya yakni azab atas dosa kita yang pernah kita lakukan, dan sekaligus juga ujian atas keimanan kita, sejauh mana keimanan kita menghadapi musibah yang datang, waalahua'lam.'
Jadi teringat kisah teman satu kost dulu ketika masih kuliah, ada teman yang pacaran dengan seorang gadis sampai beberapa waktu, mereka selalu terlihat berdua kemanapun, mereka membicarakan banyak hal ketika pacaran, terutama soal masa depan, tentang pekerjaan, rumah tinggal dan hal detail lainnya mengenai rumah tangga yang direncanakan.
Namun Qodarullah, rencana Allah Azza wa Jalla berbeda dengan yang mereka angan-angankan, tiba-tiba pada suatu hari si gadis menikah dengan seorang pria lain yang jauh lebih mapan dari teman saya dilihat dari sisi ekonomi.
Ketika pertama mendengar kabar pujaan hatinya menikah dengan pria lain teman saya langsung pingsan, kemudian berhari-hari stress berat, dia mengurung diri di kamarnya, dan sampai hari ini teman saya menyampaikan bahwa itu hari-hari itu adalah hari terberat dalam hidupnya, semua perasaan kecewa, merasa dikhianati, direndahkan dan semuanya campur aduk, bahkan menurut pengakuannya dia nyaris bunuh diri karena hal ini.
Dia menyesal melakukan pacaran yang selama ini dia lakukan, andai saat itu langsung menikah mungkin musibah ini tidak pernah dia alami, waalahua'lam.
Dan Alhamdulillah selang beberapa tahun kemudian teman saya itu menikah dengan seorang gadis, dan tanpa melalui proses pacaran, tapi langsung melakukan tahap-tahap pernikahan.
Allâh Azza wa Jalla :
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allâh, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. [an-Nisâ`/4:79].
Imam Qatâdah rahimahullah mengatakan, “Sebagai hukuman bagimu wahai anak Adam, disebabkan karena dosamu”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir].
Hal ini juga ditegaskan oleh Allâh Azza wa Jalla dalam ayat yang lain:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allâh memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). [asy-Syûra/42:30].
Imam Ibnu Katsir rahimahullah tentang tafsir ayat ini, beliau mengatakan, “Musibah-musibah apa saja yang menimpa kamu wahai Adam, itu hanyalah karena keburukan-keburukan yang telah kamu lakukan. ‘Dan Allâh memaafkan sebagian besar’, dari kesalahan-kesalahan, sehingga Dia tidak membalas kesalahan-kesalahan kamu, bahkan Dia memaafkannya”.
Sumber Referensi "Sebab dan Hikmah datangnya musibah", karya Ustadz Abu Muslim Al Asy'ari, di web Muslim.or

Thursday, August 15, 2019

SIKAP KETIKA MENGHADAPI HINAAN MEREKA


Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada nasehat dari seorang ustadz yang selalu saya ulang-ulang untuk diingat ketika menyampaikan sesuatu berkaitan dakwah Tauhid dan Sunnah, kemudian mendapatkan hinaan berbagai macam, seperti sok bener, sok penghuni surga dan seterusnya (sebenarnya itu semua masuk tuduhan baik).
Nasehat nya yakni untuk selalu bersabar dan berdzikir, dan memaklumi perilaku mereka, memberikan alasan bahwa mungkin ilmu belum sampai kepada mereka, hal ini akan menenangkan kita dari rasa terhina dan kecewa, Alhamdulillah cukup merendam kegelisahan dalam hati, waalahua'lam.
Allah Azza wa Jalla berfirman ;
فَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا ۖوَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَىٰ
“Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang.” (QS. Thaha: 130)
فَاصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِوَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ
“Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Rabbmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai shalat.” (QS. Qaaf: 39-40)
وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّكَ يَضِيقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُولُونَفَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَوَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ
“Dan Kami sungguh-sungguh mengetahui, bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat), dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu ajal.” (QS. Al-Hijr: 97-99)
Sumber Referensi "Faedah sikap Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam dalam menghadapi hinaan", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc di rumoysho.c

YAKIN SUDAH SAYANG ORANG TUA?


Oleh Siswo Kusyudhanto
Di beranda tiba-tiba lewat posting seseorang, bunyinya "sayang ibu ketik yes", SubhanaAllah, bagus sih, cuma sayang kepada orang tua tidak sesederhana menulis tulisan "yes", konsekuensi sayang kepada orang tua tidak sesederhana itu.
Dalam sebuah kajian seorang ustadz menyebutkan, " Jika ada orang tua sedang memakan makanan yang sangat lezat, maka dia akan ingat anaknya yang tidak bersamanya, dia sangat ingin menikmati kelezatan makanan itu bersama anaknya, hal ini didorong oleh rasa sayang orang tua kepada si anak.
Sebaliknya jika ada seorang anak menikmati makanan lezat yang jauh dari orang tua nya, maka dalam angan-angan nya sangat sulit ketika itu untuk ingat orang tuanya dan mustahil dia berkeinginan menikmati makanan lezat itu bersama orang tua nya.
Hal ini sudah menunjukkan bahwa sehebat apapun seorang anak sayang kepada orang tuanya, tidak akan melebihi rasa kasih sayang orang tuanya kepadanya.
Oleh karena itu dalam agama Islam diperintahkan seorang anak berbakti kepada orang tuanya, hal ini disebabkan banyak anak lupa untuk sayang kepada orang tuanya.
Waallahua'lam."
Allah Ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa’ : 23-24]

MUSTAHIL PEMBAGIAN BID'AH HASANAH DAN BID'AH DHOLALLAH DIAMALKAN



Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian seorang ustadz membahas tentang pembagian bid'ah menjadi dua yakni bid'ah Hasanah dan bid'ah Dholallah, kata beliau, " Kalau paham seperti ini kita kembalikan kepada dalil Al-Qur'an dan Hadits tidak akan kita temukan sedikitpun lafadz pembagian bid'ah menjadi dua, bahkan bertentangan dengan beberapa hadits Sahhih yang secara mutlak menyebutkan setiap bid'ah adalah sesat, tentu yang dimaksud adalah bid'ah dalam perkara agama, bukan urusan dunia.
Juga dalam prakteknya pembagian bid'ah menjadi dua ini sangat sulit dilakukan, kenapa?, Karena setelah Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam wafat maka tidak ada lagi manusia yang ma'shum diatas permukaan bumi, yakni manusia yang bersih dari kesalahan dan dosa, sehingga yang tersisa adalah manusia yang tidak ma'shum, manusia yang banyak melakukan kesalahan dan dosa, lalu jika tidak ada manusia yang ma'shum pertanyaannya," siapa yang berhak membagi ini bid'ah Hasanah dan ini masuk bid'ah dholallah?."
Namun pembagian bid'ah menjadi dua ini dipahami banyak firqoh Umat Islam di jaman ini, akhirnya ada sebagian orang yang disebut ulama membagi-bagi bid'ah sesuai keilmuannya, dan terjadi ada sebuah amalan dianggap bid'ah Hasanah oleh sebuah firqoh namun oleh ulama dari firqoh lain yang berbeda menganggap itu Bid'ah dholallah.
Pada akhirnya makin bertambah jaman bermunculan ratusan amalan yang dianggap Bid'ah Hasanah diseluruh penjuru dunia.
Alangkah baiknya kita kembali kepada perkataan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam yang dengan jelas dan terang bahwa setiap bid'ah adalah sesat, dan tidak ada pembagian bid'ah Hasanah dan bid'ah Dholallah,
Waallahua'lam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
Sumber Referensi "Hadits-hadits tentang Bid'ah", karya Ustadz Yulian Purnama di Muslim.or

HIDUP DI NEGARA KAFIR?


Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada kisah menarik dari seorang teman, seorang akhwat yang berstatus janda dan memiliki satu orang anak lelaki yang masih kecil, dia hidup dan bekerja di negara Amerika serikat selama beberapa tahun, beliau juga banyak membantu saya untuk menyediakan Mushaf Al-Qur'an untuk kelas-kelas bacaan Al-Qur'an dibeberapa daerah.
Ketika saya nasehati untuk hijrah ke Indonesia lebih kepada alasan agama akhirnya dia menerima nasehat saya, dan Alhamdulillah saat ini beliau hijrah ke Indonesia dan menikah dengan salah seorang teman Ikhwan. Semoga ini adalah pilihan yang terbaik, aamiin.
Kata beliau ada kata-kata yang membuatnya kemudian berfikir dan bertekad hijrah ke Indonesia, yakni saya mengatakan, " Coba ukthi bayangkan jika umur ukthi selalu bertambah seiring waktu, dan makin tua, kemudian meninggal dunia, maka ukthi akan meninggalkan seorang anak sendiri di tengah masyarakat yang mayoritas kafir seperti Amerika Serikat, seperti kita ketahui bersama di negri ini dimana-mana orang sudah biasa melakukan segala kemaksiatan yang dilarang dalam agama Islam seperti berzina atau minum minuman alkohol dan seterusnya. Apakah ukthi mampu menjamin ketika itu terjadi anak ukthi tidak terlibat dalam segala kemaksiatan itu?. "
Menurut dia sangat berat meninggalkan negri seperti Amerika jika alasannya adalah materi, maklum gaji sebulan semisal 5000 dollar Amerika itu setara 70 juta rupiah, dimana mencari gaji seperti itu di Indonesia? Tentu sangat sulit. Namun jika pertimbangannya adalah agama maka Indonesia adalah lebih baik dari Amerika Serikat.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, ketika beliau ditanya hukum safar ke negeri kafir, beliau menjawab :
السفر إلى بلاد الكفار خطير يجب الحذر منه إلا عند الضرورة القصوى يقول النبي صلى الله عليه وسلم: ((أنا بريء من كل مسلم يقيم بين المشركين)) وهذا خطر فيجب الحذر، فيجب على الدولة وفقها الله أن لا تبعث إلى بلاد المشركين إلا عند الضرورة، مع مراعاة أن يكون المبعوث ممن لا يخشى عليه لعلمه وفضله وتقواه، وأن يكون مع المبعوثين من يلاحظهم ويراقبهم ويتفقد أحوالهم، وهكذا إذا كان المبعوثون يقومون بالدعوة إلى الله سبحانه، ونشر الإسلام بين الكفار لعلمهم وفضلهم فهذا مطلوب ولا حرج فيه.
أما إرسال الشباب إلى بلاد الكفار على غير الوجه الذي ذكرنا، أو السماح لهم بالسفر إليها فهو منكر وفيه خطر عظيم، وهكذا ذهاب التجار إلى هناك فيه خطر عظيم؛ لأن بلاد الشرك الشرك فيها ظاهر والمعاصي فيها ظاهرة، والفساد منتشر، والإنسان على خطر من شيطانه وهواه ومن قرناء السوء فيجب الحذر من ذلك.
“Alhamdulillah, safar ke negeri kafir mengandung bahaya, wajib menghindari masalah ini, kecuali jika kondisinya sangat mendesak. Nabi shallallāhu alayhi wa sallam bersabda :
أنا بريء من كل مسلم يقيم بين المشركين
“Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di antara orang-orang musyrik.”
Ini berarti bahaya, maka wajib dihindari. Wajib bagi pemerintah, semoga Allāh memberi taufiq, agar tidak mengirim (para pelajar) ke negeri-negeri kaum musyrikin kecuali terpaksa. Itupun dengan memperhatikan agar orang-orang yang diutus itu tidak dikhawatirkan (tergelincir) karena ilmu, keutamaan dan ketakwaannya. Juga hendaknya menyertakan para pembimbing yang terus memantau dan memperhatikan kondisi mereka.
Sumber Referensi " Tinggal dan bekerja di negri kafir", karya Ustadz Abul Aswad Al Bayati di web bimbingan Islam

sedikit syair


AKU HANYA SEEKOR BURUNG KECIL
Oleh Siswo Kusyudhanto
Aku hanya seekor burung kecil
yang terbang dari sarang dipagi hari
memulai hidup hari ini dengan percaya diri
Aku tidak tau apa yang akan terjadi hari ini padaku
dapat saja Allah berikan kisah hari ini penuh cinta atau juga derita.
Aku tidak tau apakah hari ini akan kenyang atau kekurangan
Aku tidak tau apakah hari ini kemudahan atau kesengsaraan
Aku bahkan tidak pernah tau kalau maut menjemputku hari ini
Aku hanya seekor burung kecil yang bertawakal kepada Allah saja,
Pekanbaru 15 Agustus 2019
------
Dari ‘Umar bin Khottob, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا
“Seandainya kalian benar-benar bertawakkal pada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi no. 2344. Abu ‘Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).

Sunday, August 11, 2019

Ustadz pemateri Kajian Sunnah selalu favorit soal Tawadhu'nya


Oleh Siswo Kusyudhanto
Hari ini di Masjid Raudhatul Jannah Pekanbaru ada pembagian hasil hewan qurban, ada ratusan orang antri bercampur baur antara masyarakat sekitar dan para jama'ah masjid, diantara antrian itu nampak oleh saya Ustadz Ali Ahmad, beliau juga ikut antri dengan orang lainnya, MasyaAllah, haru lihatnya, padahal kalau kita lihat kajian beliau diberbagai kota di Indonesia selalu dihadiri ribuan orang, bukunya juga banyak beredar dikalangan jama'ah kajian Sunnah namun hal itu tetap membuat beliau sederhana, semoga menjadi teladan bagi saya dan teman lainnya, aamiin.
Ini yang membuat saya suka sekali kajian Sunnah, banyak ustadz pemateri kajian Sunnah selalu bersikap sederhana, bahkan andai kita cium tangan mereka pasti akan di tolak keras, tentu hal demikian dibelakangnya ada alasan-alasan yang didasarkan kepada ilmu.
Waallahua'lam.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588).
Yang dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia (Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 16: 142)
Sumber Referensi "Hiasi Diri dengan Sifat Tawadhu'", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal di web Muslim.or

Wednesday, August 7, 2019

SABAR DALAM BERDAKWAH


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dapat kabar dari teman tentang kelompok bacaan Al-Qur'an di masjidnya dihentikan sementara, hal ini berkaitan dengan fitnah Wahabi dikalangan pengurus yang disebarkan sekelompok orang, bahkan ada beberapa orang yang sudah kenal Dakwah Sunnah meskipun hafalannya lumayan banyak dan bacaannya fasih, namun dilarang menjadi imam shalat fardhu berjamaah disebabkan fitnah Wahabi ini, lalu kami sampaikan untuk bersabar saja kepada teman disana, dan memaklumi perbuatan mereka, mungkin hal demikian terjadi karena dorongan fitnah dan beluknya kebenaran sampai kepada mereka, karena solusi dalam menghadapi fitnah seperti cuma sabar, dan terus memperbaiki diri dengan akhlak mulia dan tidak berhenti belajar serta beramal sebaik mungkin, insyaallah Allah akan ganti dengan yang jauh lebih baik lagi.
Jadi ingat nasehat Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah, dalam salah satu kajian beliau mengatakan, jika antum sudah kenal Dakwah Sunnah, berpaham Sunnah, tau bahaya Syirik dan Bid'ah, kemudian suatu hari tiba-tiba diangkat menjadi Khalifah atau pemimpin sebuah negri dimana penduduk negri itu banyak diantara mereka melakukan kesyirikan dan kebid'ahan, apakah antum akan memerangi dan membunuhi mereka karena perbuatannya seperti yang dilakukan dijaman Khulafaur Rasyidin?, Tentu tidak dapat antum lakukan hal seperti itu, jika menghadapi keadaan seperti ini yang dapat kita lakukan ya bersabar, dalam kesabaran itu kita mendakwahkan Tauhid dan Sunnah, dengan kekuasaan yang kita miliki mengajak penduduk negri menegakkan Tauhid dan Sunnah, dan meninggalkan kesyirikan dan kebid'ahan.
Waalahua'lam.
Allah Ta’ala berfirman,
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17).