Monday, April 29, 2019

KENAPA KALAU NGOBROL LAMA KUAT, BACA AL-QUR'AN SEBENTAR CAPEK?




Oleh Siswo Kusyudhanto
Kajian tadi pagi oleh Ustadz Abu Zubair Hawaary membahas amalan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam dibulan Ramadhan sempat membahas soal melawan hawa nafsu.
Kata beliau, 
" Coba bandingkan ketika kita duduk dengan beberapa orang kemudian mengobrol atau menghibahkan, atau berjidal(berdebat), waktu berjam-jam terasa sangatlah sebentar, namun saat duduk membaca Al-Qur'an hanya beberapa menit saja kita sudah merasa kecapekan, kenapa demikian?, karena kebanyakan manusia saat berbuat diluar ketaatan cenderung didasarkan kepada hawa nafsu, sementara saat dalam ketaatan kepada Allah Ta'ala butuh menekan hawa nafsu, ini kenapa kita selalu perlu melawan hawa nafsu."
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allâh sedikitpun. Sesungguhnya Allâh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim. [Al-Qashshash/28: 50]
Sumber Referensi "Jangan Mengikuti Hawa Nafsu", karya Ustadz Abu Muslim Al Atsyari di almanhaj.or

DAKWAH SALAFIYAH BERKEMBANG KARENA MEMBERI MANFAAT


Entah mungkin karena panik jamaahnya terus menyusut, dikarenakan banyaknya diantara mereka hijrah ke Dakwah Salafiyah di Kota Pekanbaru, mereka jamaah Travelling Nasional sampai mendatangkan Pak Kumis ke Kota Pekanbaru guna membendung Dakwah Salafiyah yang berkembang dikota ini.
Sebenarnya mereka yang hijrah ke Dakwah Salafiyah kebanyakan disebabkan mereka mendapatkan manfaat ilmu dan hujjah yang nyata ketika duduk di kajian Salafiyah, yang mereka dengar banyak tentang penjelasan Ayat Al-Qur'an dan hadits dari para syaikh dan ustadz, mereka hijrah bukan atas paksaan atau fitnah, tapi cenderung karena unsur manfaat. Banyak diantara mereka hijrah ke Dakwah Salafiyah karena terbuka wawasan akan cara beragama yang benar dan jadi mengetahui yang selama ini diamalkan menyelisihi syariat Allah dan RasulNYa.
Kalau ada seseorang mengikuti sebuah firqoh justru makin rusak hidupnya, keluarganya berantakan, hartanya habis untuk sesuatu yang tidak ada syariatnya, dan dalam beramal hanya didasarkan pada prasangka dan tahayul, siapa yang mau bertahan dalam firqoh tersebut?.
Seperti dituturkan oleh Ustadz Khalid Basalamah, kata beliau kenapa Dakwah Sunnah berkembang pesat, alasan utama kebanyakan orang yakni karena banyak orang yang duduk di kajian Sunnah merasakan manfaat ilmu yang mereka dapatkan, yang nantinya digunakan untuk beramal dalam kehidupan mereka.
Waalahua'lam.
Allah Ta'ala dalam firman-Nya:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allâh, dan mengerjakan kebajikan dan berkata, ‘Sungguh aku termasuk orang-orang Muslim (yang berserah diri).’ [Fushshilat/41:33]

JANGAN PUASA RAMADHAN MENJADI ALASAN UNTUK MALAS


Oleh Siswo Kusyudhanto
Jika melihat beberapa orang teman minta ijin, dia berencana akan mengurangi kegiatan di Bulan Ramadhan dengan alasan ingin fokus kepada beramal ibadah saja selama bulan suci.
Jadi ingat nasehat Ustadz Abu Zubair Hawaary soal ini, kata beliau," jangan jadikan puasa dan Bulan Ramadhan menjadi alasan untuk bermalas-malasan, bahkan jam kerja dikurangi dengan alasan puasa, akhirnya muncul hadits dhaif yang tidak ada asal usulnya seperti -Tidurnya orang berpuasa adalah ibadah-, akhirnya setelah sahur tidur, siang tidur lagi, karena tidur dianggap ibadah, namun anehnya menjelang berbuka mereka jalan-jalan dan main-main seperti istilah sekarang ini ngabuburit.
Lihatlah Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam, ketika masuk Bulan Ramadhan tidak mengurangi sedikitpun kegiatan beliau, bahkan ada beberapa perang besar dijaman beliau terjadi di Bulan Ramadhan, tentu sangat berat berperang dalam keadaan berpuasa, dan tidak ada sama sekali alasan malas dalam perang karena taruhannya nyawa, waalahua'lam."
---------
Hadits ,
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.”
Perowi hadits ini adalah ‘Abdullah bin Aufi. Hadits ini dibawakan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman 3/1437. Dalam hadits ini terdapat Ma’ruf bin Hasan dan dia adalah perowi yang dho’if (lemah). Juga dalam hadits ini terdapat Sulaiman bin ‘Amr yang lebih dho’if dari Ma’ruf bin Hasan.
Dalam riwayat lain, perowinya adalah ‘Abdullah bin ‘Amr. Haditsnya dibawakan oleh Al ‘Iroqi dalam Takhrijul Ihya’ (1/310) dengan sanad hadits yang dho’if (lemah).
Kesimpulan: Hadits ini adalah hadits yang dho’if. Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dho’ifah no. 4696 mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang dho’if (lemah).
Sumber Referensi, " Tidurnya Orang Yang Berpuasa adalah Ibadah", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc. Di rumaysho.c

JANGAN MAU KALAH DENGAN PARA MUALLAF


Oleh Siswo Kusyudhanto
Di Pondok Pesantren Tahfizh Al Markaz, Lipat Kain, Kampar Riau ada seorang pemuda yang baru memeluk Islam beberapa tahun ini, alias seorang Muallaf, dia mengisahkan perjuangan mempertahankan Islam sebagai agamanya ditengah penentangan keras keluarga nya, bahkan sampai dia diusir dari rumah nya dari sebuah kota di Sumatera Utara, hingga sampai di Masjid Raudhatul Jannah Pekanbaru dan menginap berhari-hari disana dan menjadi sukarelawan di masjid ini, karena tidak tau tujuan selanjutnya kemana, sampai dia pada suatu hari dia mendapatkan informasi bahwa ada Pondok Pesantren yang dapat menerimanya yakni Pondok Pesantren Tahfizh Al Markiz dengan gratis, akhirnya dia menetap dipondok pesantren tersebut hingga sekarang, selain sibuk belajar agama dan beramal ibadah, dia juga membantu ikut mengurusi pondok pesantren.
Dari dia juga dapat cerita bahwa betapa sulitnya merubah kolom agama di KTP nya menjadi Islam, karena pihak keluarga sudah menolaknya dan tidak mau membantu sedikitpun dalam urusan surat menyurat dengan instansi terkait.
Sungguh cerita dia menjadi nasehat yang sangat berharga, bagi kita yang sudah sejak kecil hingga dewasa beragama Islam, bahkan kolom agama Islam kita di KTP sudah bertahun-tahun bahkan puluhan tahun disana, namun justru banyak diantara kita malas dalam memperjuangkan Islam kita, sedikit diantara kita mau belajar tekun tentang agama, sedikit diantara kita Istiqomah didalam amal ibadah, mungkin penyebab utamanya kita mendapatkan Agama Islam terlalu mudah atau tampa perjuangan sama sekali sehingga mudah bagi kita menyepelekan urusan agama, atau bahkan tidak peduli dengan keadaan agama Islam kita.
Padahal seharusnya agama Islam kita lebih baik dibandingkan dengan mereka yang baru mengenal Islam, InsyaAllah.
Allah ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Allah ta’ala berfirman menyeru para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya serta membenarkan rasul-Nya untuk mengambil seluruh ajaran dan syari’at; melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan sesuai kemampuan mereka.” (Tafsir Ibn Katsir 1/335).
Sumber Referensi "Kaffah Dalam Beragama", karya Ustadz Muhammad Nur Ichwan Muslim di Muslim.or

BAHAYA ISTILAH ISLAM NUSANTARA ATAU ASWAJA NUSANTARA



Oleh Siswo Kusyudhanto

Dalam sebuah kesempatan seorang ustadz menjelaskan bahayanya istilah Islam Nusantara, kata beliau ini sesuatu yang sangat berbahaya karena bentuk usaha untuk mencabut Islam dari akarnya, yakni keinginan memisahkan diri dari Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam, padahal Islam yang benar seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam di Jazirah Arab.
Dan paling terburuk dari istilah ini adalah memecahkan belah umat Islam kedalam banyak firqoh, nanti setelah muncul Islam Nusantara, ada nanti akan muncul istilah Islam lain di belahan dunia yang lain, dan seterusnya.

Penjelasan beliau benar sekali, seperti saat ini dikalangan masyarakat kita muncul istilah Islam Nusantara yang katanya lebih Rahmatan Lil Al-Amin, namun pada dasarnya amalannya jauh berbeda dengan ajaran Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam, didalamnya ada Maulid Nabi, Tahlil kematian, ada haulan, ada ngalap berkah dan seterusnya, sementara yang katanya Islam Arab tidak ada amalan-amalan demikian, padahal amalan yang benar adalah sesuai sunnahnya. Pada akhirnya Islam menjadi banyak kelompok dan sulit disatukan, seperti kita ketahui merujuk kepada dalil Sahhih bahwa persatuan Islam hanya terjadi ketika seluruh Umat Islam kembali diatas Al-Qur'an dan Sunnah, baik dalam perkara aqidah dan syariatnya, waalahua'lam.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (QS Ali Imran:103)

Ibnu Jarir Ath Thabari berkata tentang tafsir ayat ini: Allah Ta’ala menghendaki dengan ayat ini, Dan berpeganglah kamu semuanya kepada agama Allah yang telah Dia perintahkan, dan (berpeganglah kamu semuanya) kepada janjiNya yang Dia (Allah) telah mengadakan perjanjian atas kamu di dalam kitabNya, yang berupa persatuan dan kesepakatan di atas kalimat yang haq dan berserah diri terhadap perintah Allah. [Jami’ul Bayan 4/30.]

Al Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah berkata,“Dia (Allah) memerintahkan mereka (umat Islam) untuk berjama’ah dan melarang perpecahan. Dan telah datang banyak hadits, yang (berisi) larangan perpecahan dan perintah persatuan. Mereka dijamin terjaga dari kesalahan manakala mereka bersepakat, sebagaimana tersebut banyak hadits tentang hal itu juga. Dikhawatirkan terjadi perpecahan dan perselisihan atas mereka. Namun hal itu telah terjadi pada umat ini, sehingga mereka berpecah menjadi 73 firqah. Diantaranya terdapat satu firqah najiyah (yang selamat) menuju surga dan selamat dari siksa neraka. Mereka ialah orang-orang yang berada di atas apa-apa yang ada pada diri Nabi n dan para sahabat beliau.” [Tafsir Al Qur’anil ‘Azhim, surat Ali Imran:103.]

Al Qurthubi berkata tentang tafsir ayat ini,“Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan persatuan dan melarang dari perpecahan. Karena sesungguhnya perpecahan merupakan kebinasaan dan al jama’ah (persatuan) merupakan keselamatan.” [Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an 4/159.]

Sumber Referensi "Bersatulah dan jangan Berpecah belah", karya Ustadz Abu Muslim Atsary di muslim.or

Saturday, April 27, 2019

WAJIBNYA MELATIH ADAB TERHADAP PERINTAH DAN LARANGAN DARI ALLAH TA'ALA DAN RASULNYA.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Kemarin bertemu beberapa orang bapak yang dalam perbincangan kami dia mengatakan buruk orang-orang yang suka pakai pakaian cingkrang dan berjenggot, menurut mereka orang yang celananya cingkrang berlebihan dalam beragama, lalu saya katakan bahwa mereka berpakaian dan berpenampilan seperti itu karena mengikuti perintah Allah dan RasulNya, seperti larangan isbal banyak dibahas di kitab ulama, bahkan Imam Nawawi dalam Kitab Riyadush Shalihin membuat bab khusus larangan isbal, ada 12 hadits ada dalamnya.
Lalu jadi ingat ketika Dr Zakir Naik ditanya seseorang tentang larangan isbal, kata beliau setiap perintah dan larangan dari Allah dan RasulNya wajib setiap Muslim mengatakan "Saya dengar dan saya Taati", termasuk juga soal larangan isbal, jika untuk menaikkan kain saja seorang Muslim berdalih ini dan itu padahal itu amalan yang sangat ringan sekali, cuma menaikkan kain beberapa cm saja, lalu bagaimana bentuk kecintaan yang dia berikan kepada Allah dan RasulNya?. Lalu bagaimana sikap dia untuk amalan lain dalam Islam yang jauh lebih berat selain itu seperti haji, menjauhi riba, zakat, jihad dan seterusnya, jika yang ringan saja dia ingkari ?.
Dalam sebuah kesempatan dapat nasehat seorang ustadz tentang adab kepada Allah dan RasulNya, kata beliau adab terhadap perintah dan larangan yang datangnya dari Allah dan RasulNya perlu kita latih untuk Samina Watho'na, dengar dan taati, karena kalau kita terbiasa bersikap berdalih dan ingkar terhadap perintah dan larangan dari Allah dan RasulNya maka kemungkinan besar kita akan tersesat jauh Tampa kita sadari. Dan ketika itu sudah terjadi sulit kembali kita kepada jalan yang diridhoi oleh Allah Ta'ala, dalam artian kafir Tampa sadar.
Waalahua'lam.
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Mereka itulah orang-orang yang beruntung. Siapa saja yang taat kepada Allah dan rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS An-Nur [24]: 51-52).
Allah berfirman,
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bisa jadi, kalian membenci sesuatu sementara itu baik bagi kalian, dan bisa jadi, kalian mencintai sesuatu sementara itu buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sementara kalian tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Ayat di atas Allah akhiri dengan firman-Nya (yang artinya), “Allah mengetahui, sementara kalian tidak mengetahui.” Di antara rahasia di balik penyebutan keterangan di atas oleh Allah, setelah Dia menyatakan bahwa hukum-Nya terkadang tidak sesuai dengan selera manusia, adalah untuk menunjukkan bahwa sesungguhnya Allah lebih mengetahui hal yang terbaik untuk kita daripada diri kita sendiri. Allah lebih mengetahui tentang kebutuhan hidup kita daripada kita sendiri. Karena itu, yang dijadikan tolak ukur baik dan buruk dalam kehidupan manusia bukanlah kecenderungan dan selera hati manusia. Namun, yang menjadi tolak ukur adalah pilihan Allah Ta’ala. Demikian keterangan dari Ibnul Qayyim, sebagaimana termuat dalam al-Fawaid, hlm. 91.
Sumber Referensi" Hukum dan Solusi, membangun Sikap Samina Watho'na", karya Ustadz Ammi Nur Baits di konsultasisyariah.c

DAKWAH ADALAH KOMUNIKASI


Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada teman menyampaikan tentang seorang temannya yang suka memposting konten dakwah namun masalahnya sedikit orang paham yang dia sampaikan, padahal dia baru lulus dari Al Azhar Mesir. Ternyata pas ikut lihat postingannya saya jadi paham kenapa banyak orang yang membacanya tidak paham, postingannya ternyata membahas kitab-kitab berat karya para Syaikh dan berbahasa Arab, kemudian diterjemahkan seperti apa adanya, Tampa adaptasikepada istilah populer dalam bahasa Indonesia, pantas saja banyak orang yang bingung dan gagal paham melihat postingan dia.
Maksudnya sebenarnya baik ingin share apa yang di pelajari selama ini, namun karena tidak didukung dengan cara berkomunikasi dengan baik tentu pada akhirnya justru dia menemui kegagalan.
Jadi teringat cerita Ustadz Ali Ahmad tentang ada seorang sarjana yang baru lulus kuliah kemudian dia bertekad membangun desanya, sampai kembali ke desanya dia dalam berkomunikasi dengan masyarakat desa yang kebanyakan tidak merasakan bangku kuliah pakai istilah-istilah yang sangat ilmiah seperti kata-kata yang berakhiran "si", seperti efisiensi, asumsi, agitasi dan seterusnya, tentu masyarakat desanya bingung dan tidak paham apa yang dibicarakan si sarjana muda, karena yang mereka pahami selama ini kata akhiran "si" adalah cuma terasi.
Pada akhirnya keinginan si sarjana untuk membangun desanya gagal total karena masyarakat desanya selalu gagal paham kalau dia bicara.
Inilah bukti pentingnya menyampaikan hal yang mudah dipahami orang lain.
Dalam sebuah kajian seorang ustadz membahas tentang dalil kenapa Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab, menurut beliau sebabnya pertama karena Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam adalah orang Arab tentu menggunakan bahasa beliau, dan agar supaya segala perintah dan larangan dari Allah Ta'ala dapat mudah di pahami oleh umat manusia, andai Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa yang sulit dipahami oleh manusia tentunya Islam tidak akan berkembang luas seperti saat ini, dimana pemeluknya lebih dari 1 milyar orang, waalahua'lam.
Allah berfirman yang artinya :
”Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka.”(Ibrahim: 4)

MENANYAKAN HAKEKAT ISTIWANYA ALLAH TA'ALA DIATAS ARSY ADALAH CIRI AHLUL BID'AH


Kata Imam Maliki, salah satu ciri ahlul bid'ah adalah menanyakan hakekat istiwa'nya Allah diatas Arsy, ini sungguh benar, tidak ada satupun sahabat nabi menanyakan hal ini, karena ketika mereka menerima ada ayat yang menjelaskan Allah Ta'ala istiwa' diatas arsy mereka bersikap samina watho'na, dengar dan taati, bukan malah mempertanyakannya seperti yang dilakukan banyak orang dijaman ini, waallahua'lam.
Ketika Imam Malik (wafat th. 179 H) rahimahullah ditanya tentang istiwa’ Allah, maka beliau menjawab:
َاْلإِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَاْلإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ، وَمَا أَرَاكَ إِلاَّ ضَالاًّ.
“Istiwa’-nya Allah ma’lum (sudah diketahui maknanya), dan kaifiyatnya tidak dapat dicapai nalar (tidak diketahui), dan beriman kepadanya wajib, bertanya tentang hal tersebut adalah perkara bid’ah, dan aku tidak melihatmu kecuali da-lam kesesatan.”
Kemudian Imam Malik rahimahullah menyuruh orang tersebut pergi dari majelisnya.
(Lihat Syarhus Sunnah lil Imaam al-Baghawi (I/171), Mukhtasharul ‘Uluw lil Imaam adz-Dzahabi (hal. 141), cet. Al-Maktab al-Islami, tahqiq Syaikh al-Albani.)
Sumber Almanhaj.or

DIJAMAN INI MASIH ADA YANG DIGAJI BERHARAP PAHALA SAJA ?


Oleh Siswo Kusyudhanto
Pertama ketika mendengar dari salah satu pengajar di Pondok Pesantren Al Markiz Lipat Kain, Kampar, Riau bahwa sebagian besar ustadz pengajar disini tidak digaji seperti pengajar di pondok pesantren lainnya disebabkan keuangan pondok lebih diutamakan untuk biaya makan dan buku para santri yang memang digratiskan selama belajar disini.
Sementara para ustadz pengajar mereka mencari nafkah untuk menutupi kebutuhan keluarganya diluar pondok seperti menjual cendol(dawet), ada yang menjual kerupuk keliling juga, saya sempat kaget, prihatin sekaligus malu dengan sikap mereka, dijaman orang mayoritas menyembah paham hedonisme, memuja ketenaran dan harta, masih ada saja sebagian orang dalam bekerja mereka tidak berharap uang namun mengharapkan pahala, masyaAllah.
Bahkan salah satu ustadz pengajar kadang mengratiskan cendol jualannya untuk para santri dikala tertentu, masyaAllah.
Saya pernah dengar dari Ustadz Firdaus pimpinan Pondok Pesantren Al Markiz, bahwa beliau selalu menyakinkan para ustadz pengajar bahwa untuk memberikan gaji yang layak sepertinya hal mustahil bagi pondok pesantren ini, dan meminta mereka lebih berharap akan pahala dari pekerjaan mereka, "InsyaAllah gajinya di surga".
MasyaAllah, semoga apa yang mereka kerjakan adalah buah iman dari ayat Al Quran tentang perniagaan dengan Allah Ta'ala pasti menguntungkan, mungkin untung tidak mereka dapatkan di dunia, namun di akhirat kelak, aamiin.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ. يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. ash-Shaff: 10-12).
Imam asy-Syaukani berkata, “Allah menjadikan amalan-amalan (shalih) tersebut kedudukannya seperti ‘perniagaan’, karena orang-orang yang melakukannya akan meraih keuntungan (besar) sebagaimana mereka meraih keuntungan dalam perniagaan (duniawi), keuntungan (besar) itu adalah masuknya mereka ke dalam surga dan selamat dari (siksa) neraka.” (Kitab Fathul Qadiir, 5/311).
Sumber referensi pengusahamuslim.c

Perlunya BRANDING !



Oleh Siswo Kusyudhanto
Sedang lihat pekerja pasang Baliho besar di jalan Tuanku Tambusai, salah satu jalan utama di Kota Pekanbaru.
Dengan adanya baliho ini semoga makin banyak masyarakat menonton Ashiil TV, dan Dakwah Sunnah makin dikenal luas di Pekanbaru, juga diseluruh pelosok Indonesia, aamiin.
Pekanbaru dan Indonesia menuju Kota Sunnah, aamiin.
Kenapa pasang baliho channel TV berbasiskan Dakwah Sunnah?.
Dalam dunia Marketing ada dikenal dengan istilah branding, yang artinya Pemerekan, adalah proses penciptaan atau peninggalan tanda jejak tertentu di benak dan hati konsumen melalui berbagai macam cara dan strategi komunikasi sehingga tercipta makna dan perasaan khusus yang memberikan dampak bagi kehidupan konsumen.
Jika para penyeru kemaksiatan seperti ajakan berbuat maksiat dan riba yang jelas menjauhkan umat manusia dari jalan yang diridhoi oleh Allah Ta'ala berani menampilkan iklan, membranding kebathilan mereka kepada masyarakat luas, kenapa untuk mengajak kepada ketaatan pada Allah Ta'ala malah sangat sedikit?.
Maka bagi kita perlu selalu memasang baliho-baliho dakwah tidak saja di kota seperti Pekanbaru namun juga kota-kota lainnya di Indonesia, aamiin.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh (berbuat) yang ma’rûf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” [Ali ‘Imrân/3:104]

Monday, April 22, 2019

DAKWAH YANG HAK ADALAH DAKWAH TAUHID


Oleh Siswo Kusyudhanto
Beberapa waktu yang lalu sempat lihat video tentang kehidupan seorang Mualaf di sebuah kota kecil di Chili, cuma dia dan keluarga kecilnya yang beragama Islam dikota berpenduduk sekitar 3000 orang itu.
Sejak belajar agama Islam dia jadi tau bahwa ada beberapa hal dalam pekerjaannya bertentangan dengan Islam, sejak itu keluar dari pekerjaannya, dan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dia berjualan parfum dari pintu ke pintu di kota itu, disamping berjualan dia juga menyampaikan kepada masyarakat dikotanya bagaimana Islam yang sesungguhnya, yakni Islam adalah Monoisme atau Tauhid, hanya mengenal satu Tuhan, juga dia menjelaskan bahwa keburukan tentang Islam yang kebanyakan orang dengar dari media barat sangatlah tidak benar.
Alhamdulillah dia mengenal Islam yang baik, coba kalau dia sempat kena syubhat kaum khawarij yang menyuarakan khilafah dan Daulah dan meninggalkan dakwah Tauhid kemudian melihat dirinya hidup ditengah kaum kafirin ujungnya kemudian dia putus asa dan bikin bom kemudian melakukan pengeboman di gereja dikotanya, sungguh buruk, satu orang Islam mati sia-sia, dan menambah beban fitnah kepada Agama Islam, dan makin masivnya Islamphobia diseluruh dunia.
Alhamdulillah dia jauh dari paham seperti itu.
Jadi teringat pembahasan seorang ustadz mengenai Shirah Nabawiyah, terutama tentang perjalanan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam dalam mendakwahkan agama ini, beliau ketika diangkat menjadi Rasul hanya sendirian yang beragam Islam ditengah masyarakat jahiliah yang jelas dalam amalan agamanya sangat rusak, mulai maksiat sampai kesyirikan umum dilakukan dikalangan masyarakat itu, yang beliau ajarkan pertama kali kepada masyarakat bukan shalat, bukan zakat, bukan haji dan syariat lainnya, tapi beliau ajarkan adalah tentang pentingnya Tauhid, bahkan beliau tidak ajarkan pertama kali soal shalat karena syari'at shalat baru diturunkan pada tahun kedua kerasulan beliau, tepatnya yakni ketika Isra mi'raj.
Kata para ulama ini menunjukkan betapa pentingnya pelajaran Tauhid diajarkan pertama kali sebelum syariat, karena Tauhid adalah dasar dari agama Islam.
Saya termasuk orang yang percaya teori apa yang disampaikan salah seorang ulama bahwa pemikiran khilafah, Daulah sampai bikin aksi perebutan kekuasaan, hingga bikin bom bunuh diri oleh sebagian gerakan radikal Umat Islam adalah konspirasi barat untuk menghancurkan Islam, aksi serupa menimbulkan sikap sinis terhadap Islam secara global, dan makin banyak orang mendengar keburukan Islam daripada kebaikannya, dengan hasil dari Islamphobia industri pertahanan kaum Kafirin akan terus bergulir, jutaan dollar masuk sebagai keuntungan dikantong kaum kafirin, juga Islamphobia terjadi dimana-mana sehingga ujungnya Islam makin lemah dan kemudian mereka berharap lenyap dari muka bumi.
Hal ini persis sama dengan yang dituturkan pelaku penembakan jamaah Masjid di New Zealand, menurut dia aksinya adalah merupakan konspirasi global dan upaya untuk menimbulkan kemarahan dikalangan Umat Islam Internasional dan mengundang aksi balasan yang sama atau lebih besar lagi dari kelompok radikal Islam seperti ISIS atau lainnya agar Islamphobia makin intens dibanyak negara.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk membuka cakrawala berpikir kita betapa pentingnya Dakwah Tauhid, dan begitu buruknya dakwah selain itu, waalahua'lam
Allah Ta'ala berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan beramal soleh, bahwa Ia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Ia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Ia ridhai untuk mereka. Dan Ia benar-benar akan menggantikan (keadaan) mereka setelah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada menyekutukan-Ku dengan sesuatu. Dan barang siapa yang (tetap) kufur sesudah janji ini, maka mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. An Nur: 55)

Sunday, April 21, 2019

BERPAKAIAN TAPI TELANJANG


Oleh Siswo kusyudhanto
Melintas dijalan raya nampak ada wanita sedang naik motor, dia pakai jilbab namun pakaiannya itu full press body, alias berpakaian ketat sehingga mengundang syahwat lelaki yang melihatnya, lalu apa fungsi jilbab di kepala kalau sudah demikian?.
Jadi teringat seorang ustadz membahas hadits berpakaian tapi telanjang, kata beliau makna hadits ini menyebutkan bahwa salah satu mukjizat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam bahwa beliau mengetahui kejadian di masa depan, yakni ada suatu jaman dimana banyak dikalangan Muslimah berpakaian tapi sejatinya dia telanjang karena kain yang menutupi tubuhnya tidak menutupi auratnya, meskipun kain menutup tubuhnya namun tetap menunjukkan lekukan tubuhnya kepada khalayak ramai, dan ini dapat menjadi potensi dosa bagi si wanita yang berpakaian demikian juga bagi lelaki yang bukan mahram baginya karena terfitnah syahwat ketika melihatnya.
Maka penting bagi setiap Muslimah mengetahui ilmu tata cara berpakaian yang sesuai syariat sehingga apa yang digunakan tidak mendatangkan dosa baginya yang dapat menjerumuskan dirinya kedalam neraka, juga tidak menjadi penyebab dosa bagi orang lain.
Waalahua'lam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)
Hadits ini merupakan tanda mukjizat kenabian. Kedua golongan ini sudah ada di zaman kita saat ini. Hadits ini sangat mencela dua golongan semacam ini. Kerusakan seperti ini tidak muncul di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena sucinya zaman beliau, namun kerusakan ini baru terjadi setelah masa beliau hidup (Lihat Syarh Muslim, 9/240 dan Faidul Qodir, 4/275). Wahai Rabbku. Dan zaman ini lebih nyata lagi terjadi dan kerusakannya lebih parah.
Sumber Referensi "Wanita yang berpakaian namun telanjang, sadarlah!", Karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc.di rumaysho.c

Saturday, April 20, 2019

SOPAN YANG TIDAK PADA TEMPATNYA


Oleh Siswo Kusyudhanto
Beberapa waktu yang lalu sempat shalat disebuah masjid, ketika imam bersiap untuk memimpin shalat fardhu berjamaah saya berada di shaf terdepan sementara disamping saya masih kosong, cukup untuk satu orang lagi dan saya mempersilahkan salah seorang dibelakang saya untuk mengisinya, namun tidak ada yang mau malah mereka menyuruh seorang yang baru masuk untuk mengisi shaf disamping saya.
Jadi teringat kajian seorang ustadz, kata beliau, kadang ada orang mempersilahkan orang lain untuk mengisi shaf didepannya sementara dia berada di shaf dibelakang, kesannya sopan namun ini keliru, karena dalam agama ada kewajiban bagi kita untuk berlomba-lomba meraih yang terbaik seperti halnya berdiri di shaf terdepan ketika shalat fardhu berjamaah, demikian juga dalam hal lainnya seperti sedekah harusnya berlomba-lomba menjadi orang yang bersedekah terbaik mengalahkan orang lain, dan banyak lagi lainnya.
Namun yang terjadi dikalangan umat Islam justru sebaliknya, banyak orang malas berlomba-lomba dalam agama namun dalam hal dunia mereka saling berlomba-lomba menjadi yang terbaik. Misal melihat temannya rajin shalat ke masjid atau rajin duduk di pengajian malah dikatakan "jadi Muslim itu biasa-biasa sajalah" sementara jika ada temannya beli motor baru dia sangat ingin membeli motor baru juga, atau temannya beli mobil baru maka dia ingin beli mobil baru juga.
Ini namanya meletakan sikap perlombaan yang keliru, harusnya perlombaan meraih yang terbaik adalah dalam urusan agama, bukan urusan dunia.
Waalahua'lam.
Ayat yang patut direnungkan bersama pada kesempatan kali ini adalah firman Allah Ta’ala,
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid: 21).
Dalam masalah akhirat seharusnya seseorang berlomba untuk menjadi yang terdepan. Inilah yang diisyaratkan dalam ayat lainnya,
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ
“Berlomba-lombalah dalam kebaikan” (QS. Al Baqarah: 148).
وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُونَ
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthoffifin: 26).
Artinya, untuk meraih berbagai nikmat disurga, seharusnya setiap orang berlomba-lomba.
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah menerangkan, “Para sahabat memahami bahwa mereka harus saling berlomba untuk meraih kemuliaan di surga. Mereka berusaha menjadi terdepan untuk menggapai derajat yang mulia tersebut. Oleh karena itu, jika di antara mereka melihat orang lain mendahului mereka dalam beramal, mereka pun bersedih karena telah kalah dalam hal itu. Inilah bukti bahwa mereka untuk menjadi yang terdepan.
Sumber Referensi"Berlomba meraih Pahala", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc. Di rumaysho.c

TANDA AKHIR JAMAN ADALAH MUNCULNYA BANYAK TULISAN DIKALANGAN MANUSIA


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam kajian Kitab Ushul Tzalazah karya Syaikh Muhammad Abdul Wahab Rahimahullah, pada bab beriman kepada hari akhir Ustadz Abu Haidar As Sundawy sempat menyinggung tentang salah satu tanda akhir jaman yakni munculnya banyak tulisan yang tersebar dikalangan umat manusia.
Dijaman ini muncul banyak tulisan bukan saja di majalah, koran, buku namun sudah merambah sampai ke internet dan sosial media. Dijaman dulu jika seseorang ingin menulis dia membutuhkan pena, tinta dan kertas, juga dia harus duduk disebuah meja untuk menuliskan sesuatu.
Namun dengan makin canggihnya sarana dan prasarana dijaman ini memungkinkan seseorang membuat sebuah tulisan dan menyebarkan secara luas, juga dapat dilakukan kapanpun dan sedang melakukan apa saja, seseorang dapat menuliskan sesuatu ditempat yang sunyi sambil duduk atau tiduran, kemudian menyebarkan tulisannya ke seluruh penjuru dunia dengan fasilitas internet.
Akibatnya banyak sekali tulisan yang tersebar dikalangan umat manusia, datangnya dalam jumlah sangat besar dan bergelombang seperti gelombang tsunami, namun dari tulisan yang beredar sangat sedikit diantara tulisan itu memuat tema yang berisikan Al-Qur'an dan Sunnah(Sunnah), akibatnya sedikit mashlahat yang didapatkan oleh manusia dengan banyaknya tulisan itu, bahkan justru banyak mudharatnya bagi kebanyakan manusia, atau justru menjauhkan manusia dari Al-Qur'an dan Sunnah (hadits).
Akibat dari keadaan tersebut sangat sedikit manusia mengetahui cara beragama yang benar', sangat sedikit orang beragama berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah, dengan demikian Islam yang benar menjadi asing ditengah umat manusia.
Waalahua'lam.
-----------
Dijelaskan dalam hadits Ibnu Mas’ud Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ… ظُهُورَ الْقَلَمِ.
“Sesungguhnya menjelang datangnya Kiamat… bermunculannya pena (qalam).” [1]
Yang dimaksud dengan bermunculannya qalam -wallaahu a’lam- adalah bermunculannya karya tulis [2] dan penyebarannya.
Dijelaskan dalam riwayat ath-Thayalisi dan an-Nasa-i dari ‘Amr bin Taghlib, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ… أَنْ يَكْثُرَ التُّجَّارُ وَيَظْهَرَ الْعِلْمُ.
‘Sesungguhnya di antara tanda-tanda Kiamat… ‘ banyaknya para peda-gang dan merebaknya ilmu.” [3]
Maknanya -wallaahu a’lam- munculnya berbagai media ilmu, yaitu buku.
Di zaman sekarang ini, hal itu telah berkembang dengan sangat pesat, dan menyebar di berbagai belahan bumi karena banyaknya alat-alat percetakan dan foto copy yang memudahkan penyebarannya. Walaupun demikian, ke-bodohan tetap saja menyebar di kalangan manusia, sedikitnya ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang bersumber dari al-Qur-an dan as-Sunnah dan pengamalan keduanya. Jadi, banyaknya buku sama sekali tidak bermanfaat bagi mereka.” [4]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Musnad Ahmad (V/333-334) (no. 3870), syarah Ahmad Syakir, beliau berkata, “Sanadnya shahih.”
[2]. Lihat Syarh Musnad Ahmad (V/334), karya Ahmad Syakir.
[3]. Minhatul Ma’buud fi Tartiibi Musnad ath-Thayalisi (II/112), tartib as-Sa’ati, dan Sunan an-Nasa-i, kitab al-Buyuu’, bab at-Tijaarah (VII/244).
At-Tuwaijiri berkata mengomentari riwayat an-Nasa-i, “Isnadnya shahih dengan syarat asy-Syaikhani.” Ithaaful Jamaa’ah (I/428).
[4]. Lihat Ithaaful Jamaa’ah (I/428).

PERNAH MASUK LIANG LAHAT?


Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada teman kajian pernah ikut pelatihan penyelenggaraan jenazah yang diisi seorang ustadz, pelatihan berlangsung intensif dan lengkap mulai tata cara mengkafani sampai menguburkannya, alat peraga juga sangat lengkap disediakan panitia mulai kain alat dan bahan untuk memandikan jenazah, sampai kain kafan juga liang lahat dibuat semirip mungkin dengan aslinya.
Dan sebagai alat peraga si teman ini mau menjadi model dalam proses pelatihan penyelenggaraan jenazah, saat sesi peragaan memandikan dan mengkafani dia masih tenang karena banyak diantara peserta melontarkan candaan, namun mulai seram ketika dia dimasukkan kedalam liang lahat dan ditutup dengan kayu pendek diatasnya, padahal dia yang berperan sebagai jenazah tidak lama dilubang itu, palingan kurang dari 5 menit, namun baginya sangat lama dan sangat menyeramkan keadaan di dalamnya, sampai saking takut suasana dilubang itu, begitu keluar dari liang lahat peragaan dia menangis kesengggukan.
Sejak kejadian itu iya berjanji untuk membawa bekal sebaik mungkin berupa amal ibadah dan berusaha seIstiqomah mungkin sebelum masuk ke liang lahat kelak.
Membayangkan masuk liang lahat sendiri cuma pakai baju kafan dalam lubang gelap sesempit itu sungguh bikin ngeri, pasti sangat seram, sendiri tampa teman dan kerabat, tampa harta secuil pun, tidak ada fasilitas dunia yang kita nikmati, tidak ada jabatan yang kita andalkan, sungguh menyeramkan.
Jadi teringat nasehat Ustadz Abu Zubair Hawaary, kata beliau salah satu usaha agar kita dapat Istiqomah diatas amal ibadah, dan Istiqomah dalam menjauhi segala hal yang dilarang oleh Allah dan RasulNya yakni dengan selalu mengingat kematian, hanya dengan mengingat kematian seseorang akan mempersiapkan bekal sebaik mungkin menjelang kematiannya.
Dalam sebuah kajian ada seorang ustadz juga menjelaskan hal yang hampir sama, kata beliau sumber kerusakan diatas muka bumi ini yang disebabkan manusia kebanyakan mereka lupa akan datangnya kematian, ada orang berusaha meraih kekayaan bahkan dengan cara zalim seperti menipu, berbohong, mengurangi timbangan, korupsi, merubah angka di kuitansi dan seterusnya, mereka mengira akan hidup selamanya dengan kekayaannya dan lupa akan kematian dan bekal apa yang dibawanya menjelang mati. Atau ada orang melakukan zina, narkoba dan kemaksiatan lainnya mereka lalai bahwa kelak ketika menjelang kematiannya bekalnya dosa dari perbuatannya.
Oleh karenanya penting untuk selalu mengingat datangnya kematian, hanya dengan cara demikian menjaga kita dari kelalaian, dan ada sikap untuk selalu Istiqomah diatas amal ibadah.
Waallahua'lam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian. [HR Ibnu Majah, no. 4.258; Tirmidzi; Nasai; Ahmad].
Dalam riwayat Ath Thabrani dan Al Hakim terdapat tambahan:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ : الْمَوْتَ , فَإِنَّهُ لَمْ يَذْكُرْهُ أَحَدٌ فِيْ ضِيْقٍ مِنَ الْعَيْشِ إِلاَّ وَسَّعَهُ عَلَيْهِ , وَلاَ ذَكَرَهُ فِيْ سَعَةٍ إِلاَّ ضَيَّقَهَا عَلَيْهِ
Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan, yaitu kematian. Karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya di waktu sempit kehidupannya, kecuali (mengingat kematian) itu melonggarkan kesempitan hidup atas orang itu. Dan tidaklah seseorang mengingatnya di waktu luas (kehidupannya), kecuali (mengingat kematian) itu menyempitkan keluasan hidup atas orang itu. [Shahih Al Jami’ush Shaghir, no. 1.222; Shahih At Targhib, no. 3.333].
Syumaith bin ‘Ajlan berkata:
مَنْ جَعَلَ الْمَوْتَ نُصْبَ عَيْنَيْهِ, لَمْ يُبَالِ بِضَيْقِ الدُّنْيَا وَلاَ بِسَعَتِهَا
Barangsiapa menjadikan maut di hadapan kedua matanya, dia tidak peduli dengan kesempitan dunia atau keluasannya. [Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 483, tahqiq Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi].
Sumber Referensi "Perbanyak mengingat Kematian", karya Ustadz Abu Muslim Al Atsyari di almnhaj.or

ANTARA ADZAN DAN IQAMAH ADALAH SALAH SATU WAKTU MUSTAJABNYA DOA


Oleh Siswo Kusyudhanto
Beberapa waktu yang lalu sempat melakukan perjalanan di beberapa Kota di Jawa, dan pada suatu saat saya berkesempatan shalat disebuah Masjid di wilayah Bogor, ketika selesai adzan beberapa orang melakukan shalat qobliyah seperti jama'ah shalat masjid dan musholla lainnya, namun begitu selesai shalat Sunnah itu mereka langsung bergegas meraih mic dan melantunkan pujian yang sulit saya pahami karena bercampur antara bahasa Arab dan Sunda, andai mereka mau belajar soal ini mungkin mereka lebih memilih berdoa begitu selesai shalat Sunnah, karena itu merupakan waktu mustajab dalam berdoa, waalahua'lam.
--------
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الدُّعَاءَ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ فَادْعُوا
“Sesungguhnya do’a yang tidak tertolak adalah do’a antara adzan dan iqomah, maka berdo’alah (kala itu).” (HR. Ahmad 3/155. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Waktu antara adzan dan iqomah adalah waktu yang barokah (penuh kebaikan) yang sudah sepantasnya seorang muslim menyibukkan diri untuk banyak berdo’a saat itu.
Kita lihat contoh dari ulama besar Saudi Arabia (pernah menjabat sebagai ketua Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia), Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah yang benar-benar menjaga amalan yang satu ini. Diceritakan oleh murid beliau, Sa’ad Ad Daud bahwasanya Syaikh rahimahullah setelah melakukan shalat sunnah dua raka’at (antara adzan dan iqomah), Syaikh Sa’ad ingin mengajukan suatu pertanyaan pada beliau rahimahullah. Syaikh Ibnu Baz rahimahullah lantas menjawab, “Wahai Sa’ad, ingatlah bahwa do’a antara adzan dan iqomah adalah do’a yang tidak tertolak.” Lihatlah beliau rahimahullah lebih ingin memanfaatkan waktu tersebut daripada melakukan hal lainnya karena menjawab pertanyaan dari Sa’ad bisa saja ditunda selesai shalat. Lihat pula bagaimana semangat beliau rahimahullah dalam mengamalkan hadits di atas.
Syaikhuna, Syaikh Sholeh Al Fauzan hafizhohullah mengatakan, “Kebanyakan manusia malah meninggalkan do’a antara adzan dan iqomah. Mereka menyibukkan diri dengan tilawah Al Qur’an. Tidak ragu lagi bahwa membaca Al Qur’an adalah amalan yang mulia. Akan tetapi tilawah Al Qur’an bisa dilakukan di waktu lain. Menyibukkan diri dengan berdo’a dan berdzikir, itu lebih afdhol (lebih utama). Karena do’a yang dituntunkan pada waktu tertentu tentu lebih utama dari do’a yang dipanjatkan di tempat lain.”
Syaikh Sa’id bin Wahf Al Qohthoni hafizhohullah mengatakan, “Namun dituntunkan jika bisa menggabungkan antara berdo’a dan membaca Al Qur’an kala itu. Alhamdulillah jika keduanya bisa dilakukan sekaligus.”
Sumber Referensi "Doa diantara Adzan dan Iqomah, Doa yang mustajab", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc. Di Rumoysho.c

Salafi model apa ini?


Ada seorang ustadz ngaku-ngaku sebagai mantan salafi.
Ada juga ustadz lain lagi mengatakan dia mengikuti dan mendakwahkan salafi garis lurus, yang diluar kelompok dia salafi bengkok.
Ada juga orang mengaku keluar dari salafi alias mantan salafi.
Itu salafi apaan yaa?
Setau saya salafi adalah pengikut Manhaj Salaf, menyangkut cara beragama yang mengikuti cara beragama generasi terbaik Umat Islam yakni tiga generasi awal Islam.
Jadi tentu salafi bukan ormas, bukan kelompok arisan atau sesuatu yang terbatasi oleh ruang dan waktu, karena salafi adalah sebuah cara hidup dalam usaha menegakkan Tauhid dan Sunnah, dan memerangi Maksiat, Syirik dan Bid'ah dengan dakwah dengan cara menyampaikan ilmu syar'i ditengah masyarakat, waalahua'lam.

BAHAYA TIDAK MENJAGA LISAN


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dikisahkan teman yang bekerja di Bandara, dulu ada kisah ada seorang nenek yang akan bepergian menggunakan pesawat dan datang ke bandara dengan menggunakan kursi roda, karena posisi pesawat jauh dari jembatan penumpang maka para penumpang berjalan kaki menuju pesawat, termasuk si nenek dengan kursi rodanya. Ketika si nenek dekat dengan pesawat nampak oleh pramugara kemudian si pramugara bertanya kepada si nenek, " Nek apakah nenek dapat berjalan kaki dan menaiki tangga pesawat?", Kemudian si nenek menjawab, " Kakiku sangat lemah nak, sepertinya sulit bagi saya untuk berjalan kaki dan naik tangga ini", mendengar jawaban si nenek lalu pramugara menawarkan diri menggendong si nenek naik pesawat, dan si nenek mau, maka dengan susah payah di pramugara mengendong si nenek naik tangga pesawat.
Sesampainya dipintu pesawat si nenek minta diturunkan, lalu kemudian dia berjalan kaki menuju kursinya.
Melihat hal tersebut si pramugara kaget dan kecewa kemudian dia berbisik kepada rekannya, "Tadi katanya tidak bisa jalan kaki dan naik tangga, kok sekarang bisa jalan kaki yaa", rupanya bisik-bisik itu didengar oleh si nenek, Tampa sepengetahuan si pramugara, si nenek melaporkan perkataan si pramugara itu kepada kru pesawat lainnya, si nenek merasa kecewa terhadap si pramugara.
Selang beberapa waktu laporan si nenek sampai kepada manajemen maskapai itu dan mereka memutuskan untuk memindah tugaskan si pramugara ke jalur penerbangan perintis di Indonesia Timur.
Tak lama si pramugara pindah tugas ke penerbangan perintis yang jalurnya ke daerah-daerah terpencil dan kadang masuk hutan, Sungguh berat baginya melakukan tugas barunya mengingat dia biasa melakukan pekerjaan dengan jalur pesawat dari kota ke kota.
Sejak itu dia berjanji menjaga lidahnya, karena sebab bisik-bisik dengan temannya dia menerima akibat yang sangat buruk, dia sangat menyesali perbuatannya, andai saja dia waktu itu diam dan mengunci rapat-rapat mulutnya mungkin dia tidak akan menderita seperti saat ini.
Ringannya lidah menyampaikan sesuatu namun sangat berat akibatnya.
Semoga ini menjadi pelajaran bagi kita untuk selalu menjaga lidah dari perkataan yang tidak berguna dan membahayakan diri sendiri juga orang lain, aamiin.
Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no.10 dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya”
Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Muslim no.64 dengan lafaz.
إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيِّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرً قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah orang muslim yang paling baik ?’Beliau menjawab, “Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”.
Hadits diatas juga diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir hadits no. 65 dengan lafaz seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar.
Sumber Referensi "Menjaga Lisan agar selalu berbicara baik", karya Syaikh Abdul Muhsin Bin Hamd Al-‘Abbad Al-Badr, di web almanhaj.or

Tuesday, April 16, 2019

TIDAK ADA KEBAHAGIAAN SELAIN HANYA MENGINGAT ALLAH TA'ALA


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah menyebutkan, banyak orang salah dalam mencari kebahagiaan, dikiranya kebahagiaan itu dengan banyak harta, maka dia mencari harta sebanyak mungkin bahkan dengan cara zalim sekalipun ditempuhnya seperti berbuat riba dan juga merampas hak orang lain.
Ada juga orang mengira kebahagiaan itu dengan tingginya kedudukan, maka dia mencari kedudukan yang tinggi dengan segala cara bahkan dengan cara zalim sekalipun seperti menyuap, fitnah dan segala tipu daya.
Ada juga orang mencari kebahagiaan dengan mendatangi diskotik dan tempat hiburan lainnya, atau juga dia minum minuman keras narkoba dan semacamnya, namun bukannya kebahagiaan dia dapatkan disana.
Dan banyak manusia keliru mencari jalan kebahagiaan.
Padahal sesungguhnya kebahagiaan hanya dapat didapatkan ketika mereka mengenal Allah Ta'ala, dengan belajar Tauhid, dengan terus menerus dzikir kepadaNya.
Hanya dengan cara ini seseorang mendapatkan kebahagiaan sesungguhnya.
Waalahua'lam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28)
Salah seorang ulama salaf berkata, “Sungguh kasihan orang-orang yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang paling besar di dunia ini.” maka ada yang bertanya, “Apakah kenikmatan yang paling besar di dunia ini?” Ulama ini menjawab, “Cinta kepada Allah, merasa tenang ketika mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya, serta merasa bahagia ketika berzikir dan mengamalkan ketaatan kepada-Nya.”
(Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Igaatsatul lahfaan” (1/72).)
Sumber Referensi "Menggapai Kebahagiaan dengan Mengingat Allah", karya Ustadz Abdullah Taslim di web Muslim.or

SUDAHKAH KITA MERASA DIAWASI OLEH ALLAH TA'ALA?


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian seorang ustadz menyebutkan bahwa tingkat keimanan paling tinggi seorang Muslim adalah sikap "Ihsan", Ihsan (Arab: احسان; "kesempurnaan" atau "terbaik") adalah seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
Jika seseorang sudah merasa demikian maka insyaallah dia terjaga dari perbuatan maksiat bahkan ketika dikala sendirian, karena dia tidak pernah merasa sendirian, dia merasa Allah Ta'ala selalu mengawasi segala tindak tanduknya.
Jika sampai pada tingkatan itu insyaAllah segala amal ibadahnya penuh keikhlasan, shalat nya juga khusyuk karena dia harus menjaga amal ibadahnya sebaik mungkin karena sedang diawasi dzat yang Maha segalanya.
Dulu bahkan ada kisah ulama salaf, ketika dia sendiri dan ada keinginan melakukan sebuah kemaksiatan dia segera berlari kepada kerumunan orang, dengan demikian tentu akan malu jika melakukan sebuah kemaksiatan, dan dia tidak jadi melakukan hal tersebut.
Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu diawasi oleh Allah Ta'ala, baik dikala ditengah orang banyak ataupun dikala sendirian, aamiin.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا
Dan Allâh Maha mengawasi segala sesuatu. [Al-Ahzâb/33:52]
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
Allâh menyertai kalian dimanapun kalian berada.[Al-Hadîd/57:4]
أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَىٰ
Tidak tahukah ia (Abu lahab) bahwa Allâh melihatnya. [Al-‘Alaq/96:14]
فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا
Sesungguhnya engkau senantiasa berada dalam pengawasan mata Kami. [Ath-Thûr/52: 48]
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
AllâhMaha mengetahui mata yang berkhianat dan Maha mengetahui apa yang disembunyikan oleh dada. [Ghâfir/40:19]
Sumber Referensi"Membangun Merasa diawasi oleh Allah Ta'ala", karya Ustadz Ahmaz Faiz Saifudin di almanhaj or

MARI BELAJAR SEJARAH MUNCULNYA BID'AH


Banyak orang dengan sengaja mengaburkan makna bid'ah dengan mengatas namakan para ulama kibar, padahal kalau kita mau belajar sejarah dari kemunculan amalan-amalan bid'ah maka sama sekali amalan itu tidak terjadi dijaman para ulama itu hidup, makanya tidak ada mereka menulis tata caranya dikitab-kitab mereka, karena amalannya belum ada.
Dan karena masuk amalan bid'ah yakni amalan yang datang belakangan setelah nabi dan para sahabat wafat tentu tidak ada pembahasan tentang hal ini dikalangan mereka. Maka ada banyak pertanyaan yang sulit dijawab para pelaku kebid'ahan semisal adakah riwayat Imam Syafi'i memimpin maulid nabi atau tahlil kematian seseorang?, jawabannya tentu " tidak pernah terjadi".
KAPAN MUNCULNYA MAULID NABI ?
Jika kita menelusuri dalam kitab tarikh (sejarah), perayaan Maulid Nabi tidak kita temukan pada masa sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan empat Imam Madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad), padahal mereka adalah orang-orang yang sangat cinta dan mengagungkan Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang paling paham mengenai sunnah Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam dan paling semangat dalam mengikuti setiap ajaran beliau.
Perlu diketahui pula bahwa -menurut pakar sejarah yang terpercaya-, yang pertama kali mempelopori acara Maulid Nabi adalah Dinasti ‘Ubaidiyyun atau disebut juga Fatimiyyun (silsilah keturunannya disandarkan pada Fatimah). Sebagai buktinya adalah penjelasan berikut ini.
Al Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan, “Para khalifah Fatimiyyun memiliki banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha, perayaan ‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al Kholij, hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.” (Al Mawa’izh wal I’tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida’ Al Hawliyah, hal. 145-146)
Asy Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal. 44) mengatakan bahwa yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah, maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.
Begitu pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal. 251) dan Al Ustadz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah ‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun). (Dinukil dari Al Maulid, hal. 20)-
(Sumber " Sejarah Kelam Maulid Nabi", karya Ustadz Muhammad Tuasikal MSc. di rumoysho.c)
Jadi kesimpulannya maulid nabi muncul sekitar 250-350 tahun setelah nabi wafat, juga setelah para sahabat nabi wafat, bahkan setelah para imam mazhab wafat.
KAPAN TAHLIL KEMATIAN MUNCUL ?
Pada pembahasan buku yang ditulis oleh KH. Muhammad Danial Royyan tersebut terdapat pembahasan tentang siapa yang menyusun pertama kalinya bacaan tahlil ini. Menurut Beliau penulis buku sejarah tahlil, penyusun bacaan tahlil pernah dibahas dalam suatu forum Bahtsul Masail. Yang hadir di forum tersebut merupakan para Kyai yang ahli Thariqah.
Hasilnya ada yang berpendapat bahwa penyusun bacaan tahlil yang pertama yaitu Sayyid Ja’far Al-Barzanji. Namun, ada yang berpendapat lain bahwa yang menyusun tahlil yaitu Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad. Setelah dibahas di dalam forum tersebut pendapat yang dianggap paling kuat adalah pendapat yang mengatakan Imam Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad sebagai penyusun yang pertama kalinnya.
Dasarnya yaitu argumentasi yang mengatakan bahwa Imam Al Haddad wafatnya pada tahun 1132 H lebih dulu dari pada wafatnya Imam Sayyid Ja’far Al Barzanji yang meninggal pada tahun 1177 H. Dan diperkuat dengan tulisan Sayyid Awi bin Ahmad bin Hasan bin Abdullah bin Alwi Al Haddad di dalam syarah Ratib Al Haddad, yang menjelaskan bahwa kebiasaan dari imam Abdullah Al Haddad ketika selesai membaca Ratib yaitu membaca tahlil.( sumber yasinan,.co).
Kesimpulannya yasinan atau tahlil kematian muncul sekitar 1000 tahun setelah nabi wafat, juga para sahabat dan ratusan tahun muncul setelah para imam mazhab wafat. Dengan demikian tentu amalan ini tidak diketahui oleh nabi, para sahabat bahkan imam mazhab.
Demikian amalan-amalan yang masuk bid'ah lainnya seperti shalawat nariyah, haulan, ngalap berkah dst. semua amalan itu muncul jauh setelah nabi wafat, andai kita mau belajar, waallahua'alam.
semoga tulisan singkat ini menambah wawasan dan menjadi modal memperbaiki cara beragama baik bagi penulis dan juga para pembacanya, aamiin.