Tuesday, January 30, 2018

KALAU BERILMU HARUSNYA GAK NANTANG-NANTANG DEBAT.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada teman ngefans dengan seorang ustadz yang katanya sih berilmu tinggi, tapi setelah saya perhatikan hampir setiap kesempatan sering kali mengumbar tantangan debat kepada para ustadz yang tidak sepaham, ditujukan biasanya kepada ustadz yang memberikan materi kajian Sunnah, saya bilang ke teman itu, "kelihatan ustadz idolamu bukan orang berilmu", mendengar perkataan saya dia marah2, "ngawur ustadzku berilmu tinggi, lulusan luar negri".
Lalu saya bilang, "kalau dia berilmu harusnya dia tau agama tidak untuk dijadikan bahan berdebatan, tetapi dijadikan pelajaran untuk meraih ilmu, dengan ilmu yang dimiliki dia berusaha meraih surga .", skak mat.
Gak kebayang kalau orang yang katanya berilmu, apalagi itu ilmu agama kemudian berdebat terus terusan, agama ini bisa kacau, dan kaum kafirin akan menjadikannya bahan fitnah untuk menghancurkan agama ini.
Imam Syafi’i menasehatkan “Apabila orang bodoh mengajak berdebat denganmu, maka sikap yang terbaik adalah diam, tidak menanggapi. Apabila kamu melayani, maka kamu akan susah sendiri. Dan bila kamu berteman dengannya, maka ia akan selalu menyakiti hati”
Iman Syafi’i juga menasehatkan, “Apabila ada orang bertanya kepadaku,“jika ditantang oleh musuh, apakah engkau diam ??”
Jawabku kepadanya : “Sesungguhnya untuk menangkal pintu-pintu kejahatan itu ada kuncinya.”
“Sikap diam terhadap orang yang bodoh adalah suatu kemuliaan. Begitu pula diam untuk menjaga kehormatan adalah suatu kebaikan”
“Apakah kamu tidak melihat bahwa seekor singa itu ditakuti lantaran ia pendiam ?? Sedangkan seekor anjing dibuat permainan karena ia suka menggonggong ??”
Nasehat Imam Syafi’i yang lainnya “Orang pandir mencercaku dengan kata-kata jelek, maka aku tidak ingin untuk menjawabnya. Dia bertambah pandir dan aku bertambah lembut, seperti kayu wangi yang dibakar malah menambah wangi”
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah bersabda: “Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” [HR. Abu Dawud dalam Kitab al-Adab, hadits no 4167)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Tidak ada satu kaum yang tersesat setelah mendapat petunjuk, melainkan karena mereka suka berjidal.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat: “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah kaum yg suka bertengkar. (QS Az-Zuhruf [43]: 58 )” (HR. At-Tirmidzi no. 3253, Ibnu Majah dan Ahmad)
Imam Malik rahimahullah, berkata: “Berjidal adalah menghilangkan cahaya ilmu dan mengeraskan hati, serta menyebabkan permusuhan.” (Ibnu Rajab, Fadhlu Ilmi salaf ‘alal Khalaf: 35)
Kesimpulannya perdebatan yang harus dihindari adalah perdebatan dengan orang-orang yang memperturutkan hawa nafsu.
Firman Allah ta’ala yang artinya
“..Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah”.(QS Shaad [38]:26)
“Katakanlah: “Aku tidak akan mengikuti hawa nafsumu, sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS An’Aam [6]:56)
Sumber referensi mutiarazuhud. WordPress

KETIKA SALAH MEMAKNAI KEBAHAGIAAN MAKA SALAH JUGA DALAM MERAIHNYA.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam kajian beberapa waktu yang lalu Ustadz Abdullah Zein MA menyebutkan, "Banyak orang salah dalam memaknai kebahagiaan, akibatnya mereka juga salah dalam meraih kebahagiaan itu.
Apakah kebahagiaan diukur dari banyaknya harta?, tentu tidak, bisa jadi seseorang yang hidup di sebuah rumah type RSSSSS, yakni Rumah Sangat Sederhana Sehingga untuk Selonjor Susah Sekali bisa lebih bahagia daripada seseorang yang hidup dirumah yang sangat mewah dimana segala fasilitasnya ada didalamnya seperti AC, kolam renang dan seterusnya. Bisa jadi orang yang hidup di rumah mRSSSSS itu lebih mudah untuk tertidur diatas hanya di sebuah tikar, sementara orang yang hidup di rumah mewah sangat sulit tertidur diatas Sprrrringbed, R-nya banyak karena banyaknya per dikasurnya, orang ini lebih sulit tertidur nyenyak, bahkan mungkin orang yang hidup dirumah mewah ini jika ingin tidur harus minum obat tidur dulu karena banyaknya hal yang dipikirkan, mulai bisnisnya, urusan rumah tangganya, hutangnya dan seterusnya.
Ataukah orang yang bahagia itu yang sering mendatangi diskotik dan club malam?, ini juga tidak, karena terbukti orang yang datang ketempat seperti itu sering mengkonsumsi alkohol dan narkoba, dia lakukan hal tersebut karena ingin mendapatkan kebahagiaan, namun tentu keliru.
Atau kebahagiaan diukur dari banyaknya seseorang tertawa, ini tidak juga, karena orang yang tertawa selama 24 jam bukan orang yang bahagia, justru orang ini termasuk orang yang kurang sehat (alias gila).
Dan banyak lagi contoh kesalahan orang dalam mencari kebahagiaan.
Cara dalam mencari kebahagiaan yang benar adalah seperti disampaikan Allah Ta'ala, yakni kebahagiaan hanya didapatkan ketika mengikuti petunjuk Allah dan RasulNya, mengerjakan melakukan amal sholeh dan menjauhi segala laranganNya, sementara orang yang jauh dari petunjukNya diberikan kehidupan yang sempit, selalu susah dan menderita. Waallahua'lam.
Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
ٌّفَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَيَشْقَى وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
“Barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thoha: 123-124)
Dan juga dalam firman-Nya,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)

SEHARUSNYA UMAT ISLAM BERTERIMA KASIH KEPADA SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Jika mendengar cerita tentang kedua kota suci yakni Makkah dan Madinah tiba-tiba teringat cerita tentang perjuangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam memurnikan agama Islam dan berdirinya Negara Arab Saudi pertama kali. 
Seharusnya umat Islam berterima kasih atas perjuangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam membersihkan kedua kota suci itu dari amalan syirik dan bid'ah yang marak terjadi dijaman beliau.
Dengan tegaknya Aqidah Tauhid dikedua kota ini umat Muslim dapat memahami bagaimana beramal ibadah dengan benar sesuai syariat yang disampaikan Rasulullah.
Andai dijaman ini kedua kota itu masih dikuasai para pelaku kesyirikan dan kebid’ahan mungkin akan ada hal-hal aneh dikedua kota tersebut.
Misal di Masjidil Haram mungkin sekeliling dindingnya akan dipenuhi kaligrafi syair atau doa bikinan para ulamanya, juga penuh dengan foto dan lukisan ulama-ulama mereka yang dianggap wali Allah atau dianggap ma'shum lengkap dengan hiasan bunga dibingkainya.
Dipelatarannya akan banyak panggung untuk shalawat, lengkap dengan sound system berkekuatan besar dan tempat imam memimpin dzikir dan doa berjamaah.
Jika masuk bulan perayaan maulid nabi mungkin akan ada konser shalawatan selama sebulan penuh atau bahkan berbulan bulan.
Tak jauh beda dengan Masjidil Haram, di Masjid Nabawi mungkin jauh lebih parah lagi amalan bid'ah dan syirik disini.
Di makam Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam mungkin penuh karangan bunga, uang yang dilempar peziarah, sekitar makam juga mungkin penuh botol air agar dapat berkahnya jika dibawa pulang untuk penglaris dagangan dan obat segala penyakit, mungkin juga banyak orang ngalap berkah di komplek makam beliau, atau juga mungkin banyak orang tiduran disekitar makam ini dengan harapan dalam mimpinya bertemu dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam.
Alhamdulillah ini semua tidak terjadi, semua berkat perlindungan Allah Ta’ala kepada kedua kota suci ini, juga perjuangan panjang dan berat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam membebaskan kedua dari maraknya perbuatan bid'ah dan syirik.
Kalau beliau tidak berjuang memurnikan agama ini mungkin kita tidak tau Islam yang asli, yang diajarkan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya, dan yang kita tau Islam adalah terdiri dari amalan2 bid'ah dan syirik. Waallahua'lam.
Melihat kenyataan saat ini aneh kalau banyak fitnah tertujukan kepada beliau.
Semoga Allah Ta'ala selalu melindungi kedua kota suci tersebut dari amalan bid'ah dan syirik sampai alam semesta ini musnah, atau kiamat, aamiin.

SALAH SATU TANDA IMAN UDAH USANG/LUNTUR YAKNI MALAS SHALAT.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam kajian beberapa waktu yang lalu Ustadz Abdullah Zein MA menyebutkan, "salah satu tanda iman sudah usang/luntur yakni malas dalam beramal ibadah, semisal orang memilih shalat dirumah yang pahalannya cuma satu sementara dia meninggalkan shalat berjamaah di masjid atau mushola yang pahalanya 27 derajat. 
Andai pahala itu berupa uang dan itu ditawarkan kepada banyak orang maka hanya orang yang bodoh memilih uang satu juta dan meninggalkan uang 27 juta.
Ketahuilah menjaga shalat sangat penting, karena pembeda antara orang beriman dan orang munafik adalah di shalatnya, seorang yang beriman akan bersemangat dan dapat menikmati lezatnya shalat, sementara orang munafik sangat berat dalam melakukan shalat, bahkan orang munafik merasa tidak bersalah ketika dirinya meninggalkan shalat, namun jika ditanya status dirinya akan dia jawab bahwa dia seorang Muslim. Waallahua'lam. "
Juga dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً
“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari shalat Shubuh dan shalat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari no. 657).
Ibnu Hajar mengatakan bahwa semua shalat itu berat bagi orang munafik sebagaimana disebutkan dalam firman Allah,
وَلَا يَأْتُونَ الصَّلَاةَ إِلَّا وَهُمْ كُسَالَى
“Dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas” (QS. At Taubah: 54). Akan tetapi, shalat ‘Isya dan shalat Shubuh lebih berat bagi orang munafik karena rasa malas yang menyebabkan enggan melakukannya. Karena shalat ‘Isya adalah waktu di mana orang-orang bersitirahat, sedangkan waktu Shubuh adalah waktu nikmatnya tidur. (Fathul Bari, 2: 141).
Sumber "Shalat Subuh dan isya' berat bagi orang munafik", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc di Rumoysho.co

Sunday, January 28, 2018

ALLAH MENJAMIN RIZKI ORANG YANG BERTAKWA.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam kajian pagi tadi Ustadz Abdullah Zein MA menutup kajian dengan kisah yang sangat inspiratif tentang kewajiban bertawakal kepada Allah, dan keyakinan bahwa rizki bagi orang bertakwa sudah dijamin oleh Allah Ta’ala.
Dikisahkan seorang lelaki yang bekerja disebuah perusahaan multi nasional, sebuah perusahaan asing yang berkantor di Indonesia, dia bekerja sebagai accounting. Gaji perbulannya cukup besar dibanding ukuran rata-rata gaji di Indonesia, yakni sekitar 30 juta perbulan. Dalam timbangan syariat agama sebenarnya pekerjaannya bukan termasuk jenis pekerjaan yang terlarang, namun karena jam kerja dalam bekerjanya membuat sulit menegakkan shalat, hal ini yang membuatnya gelisah, tidak tenang. Karena ini terjadi terus menerus, akhirnya dia menyampaikan keinginan mengundurkan diri dari pekerjaan kepada istrinya, dia ingin mencari pekerjaan yang memungkinkan dia dapat menunaikan shalat tampa adanya gangguan. Istrinyapun termasuk wanita sholehah, mendengar penuturan suaminya ia menyetujui rencana tersebut, karena jika seorang wanita yang tidak sholehah tentu sulit menyetujui sisuami meninggalkan pekerjaan dengan gaji sebesar 30 juta demi dapat menegakkan shalat tampa gangguan.
Akhirnya lelaki itu keluar dari pekerjaannya, rumah dan mobil ditarik perusahaan, dan dia naik motornya mulai berdagang ini dan itu, namun selalui menemui kegagalan, mencoba lagi berdagang selalu gagal.
 Suatu hari dia ditemui seseorang dengan menawarkan pekerjaan sebagai penjual CD program akunting, karena si lelaki punya dasar ilmu akuntansi, akhirnya dia mulai berjualan CD program Akunting, namun karena dia bukan orang yang ahli dalam penjualan(sales) selama berjualan CD program selama tiga bulan, tak satupun CD program dagangannya laku. Sementara tabungan dari pekerjaan sebelumnya sudah tipis dan hampir nol, hal ini terjadi karena setiap hari ada pengeluaran sementara pemasukan hampir tidak ada.
Pada suatu hari setelah kelelahan menawarkan CD program dagangannya kesana kemari tak satupun laku, ketika masuk shalat fardhu dia masuk ke masjid, dan ikut shalat berjamaah, setelah itu duduk termenung memikirkan nasibnya. Tak disangka ada seorang bapak mengajak mengobrol dengannya, si bapak ini bercerita bahwa ia punya sebuah perusahaan, dan akhir tahun ini dia akan membuat laporan keuangan yang rapi dan baik, saat ini dia mencari tenaga untuk membuat laporan tersebut, dan lelaki itu begitu mendengar cerita si Bapak langsung menawarkan dirinya, "itu pekerja saya pak". Mendengar tawaran si lelaki maka si bapak pemilik perusahaan menghiyakan dan setuju menyerahkan pekerjaan ini kepadanya. Akhirnya sesuai kesepakatan si lelaki tersebut membuatkan laporan perusahaan milik si bapak, selang beberapa hari kemudian laporan yang diinginkan si bapak selesai. Ketika menyerahkan laporan itu si bapak pemilik perusahaan merasa puas melihat pekerjaan si lelaki, laporan perusahaannya bagus dan akurat. Kemudian si bapak memberikan sebuah amplop berisi uang sebagai imbalan atas pekerjaannya kepada si lelaki, dan ketika dibuka amplop tersebut, betapa terkejutnya dia melihat isinya, didalam amplop itu berisi uang 100 juta rupiah!!!.
Setelah itu si lelaki dikenal sebagai seorang akuntan yang handal, dan terpercaya, beberapa waktu kemudian dia punya kantor akuntan sendiri, dan memiliki puluhan karyawan.
Pelajaran dari cerita diatas yakni Allah mengganti pengorbanan si lelaki selama tiga bulan dengan ganti yang lebih baik dari sebelumnya, selama tiga bulan tampa pemasukan sepeserpun namun dibulan ketiga Allah ganti melebihi pendapatan sebelumnya, jika diperusahaan sebelumnya digaji 30 juta, artinya tiga bulan jadi 90 juta, namun Allah ganti dengan 100 juta, bonus 10 juta.
Dan selama tiga bulan tampa pemasukan adalah ujian atas pilihan ketaatannya demi dapat menjalankan shalat secara leluasa. Waallahua'lam.
Allah Ta’ala berfirman ,
{ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا } { وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ }
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3).

DZIKIR PALING MULIA DISISI ALLAH TA’ALA ADALAH BERSUARA PELAN DAN TIDAK BERJAMA'AH.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam kajian Ustadz Abdullah Zein MA kemarin, ada pertanyaan dari beliau yang sulit dijawab jama'ah, yakni kenapa lafadz dzikir Laa illaha illallah merupakan dzikir paling tinggi derajatnya.
Beberapa orang jama'ah menjawab karena merupakan puncak dari 70an cabang keimanan, ustadz menjawab "bukan itu yang saya maksud", lalu ada seorang jama'ah yang menjawab dengan tepat, dzikir ini menjadi paling utama, karena selain Laa illaha illallah adalah kalimat tauhid tertinggi diantara 70an cabang, juga karena dzikir ini tidak menggerakkan bibir, namun secara makrajnya dzikir ini semua menggunakan huruf lidah.
Ustadz Abdullah Zein MA mengatakan, "para ulama menyatakan bahwa dzikir dengan lafadz Laa illaha illallah merupakan dzikir paling utama karena sifat dari dzikir ini tersembunyi, dikarenakan dari sisi makraj hanya melibatkan huruf dengan lidah saja, sementara lafadz dzikir lainnya mengharuskan pengamalnya harus menggerakkan bibirnya.
Seseorang yang melafadzkan dzikir Laa laillaha illallah memungkinkan dzikirnya tidak diketahui oleh orang yang ada disekitarnya. Hal tersebut membuat pengamal dzikir Laa illaha illallah mampu untuk bersikap ikhlas dalam melakukannya. Seperti kita ketahui keikhlasan saat berdzikir sendirian apalagi sampai dia menangis membuat seseorang punya peluang untuk dinaungi oleh Allah Ta’ala kelak di padang mahsyar.
Maka ketika ada sekelompok orang melakukan dzikir dengan suara keras, juga secara berjamaah, tentu biasanya yang ikut dalam dzikir seperti ini akan mudah ikut suasana, misal sampai nangis-nangis karena lihat temannya juga menangis, apalagi jika sampai dishooting(disiarkan), tentu hal tersebut membuka peluang bagi orang yang melakukannya ke arah sikap riya', ini tindakan yang berbahaya, karena dapat menghanguskan(sia-sia) pahala amalan tersebut, juga masih terancam dosa. Apalagi sampai bertanya kepada orang lain, " apa kalian gak lihat saya dzikir sampai nangis?".
Allah berfirman,
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِفْيَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ وَلاَتَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ
Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [Al A’raf : 205].
Abu Dzar berkata,
قُلْتُ ياَ رَسُوْلَ اللهِ كَلِّمْنِي بِعَمَلٍ يُقَرِّبُنِي مِنَ الجَنَّةِ وَيُبَاعِدُنِي مِنَ النَّارِ، قَالَ إِذاَ عَمَلْتَ سَيِّئَةً فَاعْمَلْ حَسَنَةً فَإِنَّهَا عَشْرَ أَمْثَالِهَا، قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مِنَ الْحَسَنَاتِ ، قَالَ هِيَ أَحْسَنُ الحَسَنَاتِ وَهِيَ تَمْحُوْ الذُّنُوْبَ وَالْخَطَايَا
”Katakanlah padaku wahai Rasulullah, ajarilah aku amalan yang dapat mendekatkanku pada surga dan menjauhkanku dari neraka.” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,”Apabila engkau melakukan kejelekan (dosa), maka lakukanlah kebaikan karena dengan melakukan kebaikan itu engkau akan mendapatkan sepuluh yang semisal.” Lalu Abu Dzar berkata lagi,”Wahai Rasulullah, apakah ’laa ilaha illallah’ merupakan kebaikan?” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,”Kalimat itu (laa ilaha illallah, pen) merupakan kebaikan yang paling utama. Kalimat itu dapat menghapuskan berbagai dosa dan kesalahan.” (Dinilai hasan oleh Syaikh Al Albani dalam tahqiq beliau terhadap Kalimatul Ikhlas, 55)
Nabi Muhammad Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يلج النار رجل بكى من خشية الله حتى يعود اللبن في الضرع
“Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena merasa takut kepada Allah sampai susu [yang telah diperah] bisa masuk kembali ke tempat keluarnya.”(HR. Tirmidzi no. 1633)
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ في ظِلِّهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إلا ظلُّهُ ….، ورَجُلٌ ذَكَرَ اللَّه خالِياً فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; …. dan seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).”(HR. Bukhari [629] dan Muslim [1031])
Referensi "Keutamaan Dzikir Laa illaha Illallah", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc di Rumoysho.co
Referensi "Menangis karena Allah adalah bukti cinta yang tidak direkayasa", karya Ustadz Dr. Raehanul Bahraen di muslim. Or. Id
Foto Tabligh Akbar Ustadz Abdullah Zein MA di Masjid Raudhatul Jannah Pekanbaru.

Friday, January 26, 2018

MENYELAMI CARA BERFIKIR PELAKU BID'AH.



Oleh Siswo Kusyudhanto

Pernah suatu hari saya duduk dengan seseorang dari daerah yang jauh dengan tujuan dakwah, penampilannya keren, pakai sorban dan shalat serta dzikirnya MasyaAllah luar biasa. Ketika asyik ngobrol saya coba bertanya dengan suara pelan, "mas kalau boleh tau amalan antum ini dalilmya apa yaa, saya kok pengen tau ?", seketika wajahnya menampakkan kemarahan, dia menjawab, "jangan tanyakan soal khilafiyah mas", kemudian dia beranjak pergi.

Mungkin reaksinya beragam ketika ditanya dalilnya atas sebuah amalan kepada pelaku amalan2 yang diduga amalan bid'ah. Apalagi jika kita tanya, "Apakah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam atau para sahabatnya pernah amalkan ini? Jika ada, di hadist mana dijelaskan perintah amalan tersebut?", pasti jawabannya beragam dan penuh kemarahan, mulai, "jaga ukhuwah jangan tanya khilafiyah", "jangan suka membid'ahkan", "jangan suka mengkafirkan " dan seterusnya. Jawaban yang bukan jawaban atas pertanyaannya.

Hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa sejatinya pelaku kebid’ahan tau bahwa amalan mereka tidak ada dasarnya sama sekali dari Al-Quran ataupun hadist, namun mereka enggan mengakuinya karena terlanjur amalannya dianggap sebagai kebenaran. Padahal kebenaran yang hak adalah ketika amalan itu diatas dalil sahhih dari Al-Qur’an dan As Sunnah yang sahhihah.

Dalam sebuah kajian Ustadz Maududi Abdullah mengatakan, "sejatinya para pelaku amalan bid'ah secara fitrahnya tau bahwa apa yang mereka lakukan tidak ada dasarnya dari dalil syar'i, mereka tau amalan mereka tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya, namun karena mereka sudah terbiasa melakukan amalan itu dan menyakinkan kedalam diri mereka bahwa amalan ini adalah amalan yang benar, dan akibatnya mereka sulit hijrah dari pemahamannya itu akhirnya untuk menutupi rasa bersalah mereka mencari dalil dari Al-Qur’an dan As Sunnah yang sahhihah agar terasa benar. Tentu ini berlawanan dengan kaidah beragama yang sudah disyariatkan, yakni dalam beragama wajib iittiba', mengikuti yang sudah diperintahkan oleh Allah dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, bukan beramal baru kemudian mencari dalil untuk pembenaran, waallahua'lam. "

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Artinya : Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebe-naran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahan-nam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisaa’: 115]

BAGAIMANA MENGETAHUI INI USTADZ ASLI ATAU USTADZ BAJAKAN?


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian seorang jamaah bertanya kepada Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, "ustadz saya miris melihat fenomena saat ini dimana banyak orang diustadzkan namun sebenarnya yang bersangkutan tidak memiliki ilmu agama, bahkan dia tidak memiliki ilmu bahasa Arab atau mengetahui dasar-dasar ilmu agama, bagaimana hal ini tidak diketahui oleh khalayak? ".
Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat menjawab, " hal ini terjadi karena apa yang mereka hanya menyampaikan ceramah, atau khutbah, bukan ilmu. Ketika orang awam melihat seseorang mampu berceramah atau berkhutbah dengan baik mereka anggap yang bersangkutan adalah ustadz, kemudian diundang kesana kemari.
Dijaman seperti ini mudah menjadi seorang ustadz, bahkan ada kursus menjadi ustadz, dengan pelatihan tiga bulan saja sudah mampu membuat seseorang berdiri didepan khalayak untuk berceramah. Tapi apa yang disampaikannya bukan ilmu, hanya kepandaian berbicara saja.
Antum tau dijaman Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, ada sahabat jumlahnya 100 ribu orang, namun yang memiliki kemampuan berfatwa sekitar 130 orang saja, dari jumlah itu yang paling sering berfatwa hanya sekitar 7 orang saja, hal ini menunjukkan bahwa tidak sembarangan orang memiliki kemampuan menyampaikan fatwa, karena dalam menyampaikan ilmu agama sangat perlu keilmuan yang cukup, bukan sembarangan orang.
Sebenarnya boleh berdakwah, bagus mengajak orang lain kepada jalan Allah, namun tentu sesuai dengan tingkatan keilmuan kita.
Apa yang disampaikan orang-orang yang diustadzkan seperti ini bertingkat, kelompok pertama adalah orang-orang yang pandai berceramah dan khutbah diatas mimbar, soal materinya dijaman ini mudah dan dapat dilakukan, dengan membaca referensi dan ceramah ustadz lain dapat menjadi bahan baginya untuk ceramah dan khutbah.
Kelompok kedua agak keren, mereka mengkaji serta mengajar kitab, bahkan diambilnya bahan dari kitab Ahlu Sunnah dan didepan jamaah serta dibantu gadget untuk mendukung apa yang disampaikannya, dia tinggal mengahafalkan beberapa ayat dan hadist dan disampaikan, itu sudah cukup baginya.
Bagaimana hal ini tidak diketahui?, penyebabnya karena penilainya seseorang ustadz atau tidak datang dari orang awam, padahal yang dapat menilai seseorang berilmu adalah orang yang berilmu, penilai seseorang berilmu atau tidak bukan dinilai oleh orang awam.
Maka untuk mengetahui hal tersebut yakni meminta orang-orang seperti ini untuk menyampaikan ilmu, maka ketahuan dia berilmu atau tidak. Semisal suruh dia ajarkan dia ilmu tajwid didepan jamaah dan ada orang berilmu dalam bidang tajwid untuk menilainya, maka akan ketahuan dia adalah orang yang tidak berilmu. Atau suruh ajarkan ilmu ushul fikih, maka kita akan dapat melihat berapa lama dia mampu menyampaikan hal itu.
Juga jangan mengambil rujukan dari youtube dan semacamnya, karena mengetahui seseorang berilmu atau tidak penilainya adalah orang yang lebih berilmu dari dia.
Masalahnya saat ini sering terjadi ketika seseorang mampu berceramah dengan baik, apalagi masuk di youtube dan dilike banyak orang awam, lalu orang itu diustadzkan, dan diundang kesana-kemari, tentu ini rujukan yang keliru. Waallahua'lam. "
Alloh Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)” (Al-A’raf:33)
Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dan berbicara tentang Alloh tanpa ilmu meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari’atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’atNya, dan agamaNya.” [Catatan kaki kitab At-Tanbihat Al-Lathifah ‘Ala Ma Ihtawat ‘alaihi Al-‘aqidah Al-Wasithiyah, hal: 34, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit:Dar Ibnil Qayyim]
Referensi "Bahaya berbicara agama tampa ilmu", karya Ustadz Muslim Atsary di almanhaj.or.id

Thursday, January 25, 2018

JAUHI BERDEBAT DENGAN AHLUL BID'AH, KARENA MEREKA BUKAN MENCARI KEBENARAN.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Kadang dalam benak orang yang menuntut ilmu syar'i ingin para ustadz atau syaikh penyeru paham Sunnah mendebat para penyeru amalan kesyirikan dan amalan bid'ah, atau mendebat orang yang suka menebarkan syubhat dikalangan umat Muslim agar orang-orang awam melihat keburukan perilaku mereka yang beragama hanya didasarkan kepada syahwat, bukan didasari dalil sahhih dari Alquran dan As Sunnah yang sahhihah.
Dalam sebuah kesempatan Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan ditanya seseorang, kenapa pendakwah Sunnah tidak melakukan debat terbuka didepan khalayak sehingga yang awam dapat mengetahui mana yang membawa kebenaran.
Beliau menjawab, "ketahuilah bahwa agama ini diturunkan untuk dipelajari dan kemudian diamalkan, agama diturunkan bukan untuk tujuan diperdebatkan.
Ajaran agama ini disampaikan untuk dipelajari dan diamalkan dengan tujuan untuk meraih surga, itu saja.
Para ulama Salaf biasa melakukan diskusi dengan muridnya atau orang lain, hal ini dilakukan untuk mencari kebenaran, bukan untuk mencari kemenangan.
Sementara apa yang terjadi disaat ini dikalangan pelaku bid’ah adalah perdebatan yang bertujuan untuk mencari kemenangan, dengan kemenangan itu mereka melegitimasi amalan2 bid'ah mereka. Mereka juga membuat ajang perdebatan dengan penuh rekayasa, mereka membuat penonton bertepuk tangan ketika unggulannya berbicara, bagi mereka ini kemenangan dalam debat. Karena direkayasa akhirnya para pendakwah Sunnah seakan dalam posisi kalah, dan hal ini dapat menjadi fitnah, mereka share diberbagai sosial media dan semacamnya.
Padahal kebenaran dalam Islam bukan diukur dari banyaknya orang yang bertepuk tangan atau banyaknya pendukungnya, namun kebenaran diukur dari dalil sahhih dari Alquran dan As Sunnah yang sahhihah.
Agama ini telah datang dengan jelas, sudah terang mengajarkan mana yang hidayah dan mana kesesatan, mana Tauhid dan mana syirik, mana Sunnah dan mana Bid'ah dan seterusnya.
Jika ingin mencari mencari kebenaran silahkan baca dan pelajari kitab para ulama yang memuat tafsir ayat-ayat Al-Qur’an seperti dari Imam Ibnu Katsir atau lainnya, dan juga hadist-hadist sahhih dari para ulama hadist seperti Sahhih Bukhari Muslim dan seterusnya.
Agama ini tidak datang dengan keadaan abu-abu, semua sudah dijelaskan dengan terang.
Maka jauhi perdebatan, karena banyak mudharat dari hal ini, waallahua'lam. "
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الأَلَدُّ الْخَصِمُ
“Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling keras debatnya.” (HR. Bukhari, no. 4523; Muslim, no. 2668)

KEJAYAAN ISLAM MENGIKUTI TEGAKNYA TAUHID.




Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada seorang teman bertanya tetang keadaan Kota Pekanbaru yang sarat dengan nuansa paham Sunnah, mulai baliho dakwah yang jumlahnya puluhan titik didalam Kota Pekanbaru, sampai ada lembaga leasing syar'i sampai pada banyaknya kajian rutin serta tabligh akbar, dia merasa iri karena dikotanya hal demikian tidak ada, bahkan kata dia jika ada orang mendirikan baliho himbauan menjauhi riba atau semacamnya pasti umurnya cuma beberapa jam karena dirusak oleh sekelompok orang. Saya jawab, " ya jelas sulit membuat hal2 demikian di kota antum karena disana masih marak amal ibadah yang masuk kepada kesyirikan dan kebid'ahan, jika kita bikin serupa seperti di Pekanbaru pasti mereka yang masih jauh dari paham Sunnah akan melakukan perlawanan." Dia bertanya bagaimana hal ini dapat tercapai?, saya jawab singkat., " Alhamdulillah mungkin berkat kemudahan yang diberikan Allah, juga usaha para ustadz mendakwahkan paham Sunnah yang sesungguhnya ditengah Masyarakat yang terus menerus membuahkan hasil seperti itu. Dan hasilnya banyak warga Kota Pekanbaru perpaham Sunnah, dan efeknya kota ini makin aman dibandingkan beberapa tahun yang lalu, banyak baliho dakwah berdiri dijalan-jalan Kota Pekanbaru, juga banyak akses kajian yang dapat diikuti mulai datang langsung ke kajian, juga via link media sosial, lewat radio atau tv berbasis Sunnah, dan banyak lagi kegiatan yang bernuanasa agama di kota ini. Dengan melihat hal positif ini tentu dukungan akhirnya datang dari banyak pihak termasuk Pemerintah Daerah.
Jadi ingat kajian Ustadz Maududi Abdullah ketika membahas Surat Annur 55 , beliau mengatakan, " Allah janjikan kejayaan bagi umat Muslim akan datang dengan sendirinya ketika Tauhid telah tegak dan juga tegaknya amal sholeh. Jadi kejayaan Islam diawali dari Dakwah Tauhid dan Mengerjakan amal sholeh. Waallahua'lam."
Allah berfirman:
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan beramal soleh, bahwa Ia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Ia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Ia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Ia ridhai untuk mereka. Dan Ia benar-benar akan menggantikan (keadaan) mereka setelah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada menyekutukan-Ku dengan sesuatu. Dan barang siapa yang (tetap) kufur sesudah janji ini, maka mereka itulah orang-orang fasik.” (QS. An Nur: 55)

JIKA INGIN MENYEMPURNAKAN AGAMA KITA, IKUTI CARA BERAGAMA GENERASI NABI DAN PARA SAHABAT.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian Ustadz Maududi Abdullah mengatakan, "bagi siapa saja yang ingin menyempurnakan agamanya tidak ada jalan lain adalah dengan mengikuti keadaan agama ini disaat sempurna, yakni ketika agama ini disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, dan agama ini berkurang dan makin berkurang dengan adanya pertambahan jaman. Jadi kesempurnaan agama ini tidak akan kita temui dijaman ini, karena keadaan agama ini paling sempurna adalah dijaman Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Karena agama ini sudah sempurna maka sesuatu yang bertujuan untuk menambah sesuatu yang baru(bid'ah) justru akan mengurangi kesempurnaan agama ini. Imam Maliki dalam Kitab Al Ithisam mengatakan bahwa, mengatakan agama ini perlu ditambahkan syariat baru, maka tindakan ini sama halnya menuduh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam telah mengkhianati risalah, karena agama ini sudah sempurna ketika disampaikan, dan tidak kurang sedikitpun sehingga tidak perlu ditambah-tambah lagi.
Karena mustahil ada seseorang mengetahui agama ini lebih baik dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya. Waallahua'lam."
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan, “Ini merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla terbesar yang diberikan kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka. Sehingga, mereka tidak memerlukan agama lain dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada seluruh manusia dan jin. Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang disyari’atkannya.
Semua yang dikabarkannya adalah haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama sekali. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا
“Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Al-Qur-an), (sebagai kalimat) yang benar dan adil …” [Al-An’aam: 115]
Sumber referensi, "Islam adalah agama yang sempurna", karya Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas di almanhaj.or id

Tuesday, January 23, 2018

INI SANADNYA KEMANA YAA?


Oleh Siswo Kusyudhanto
Sering kali ada orang mengatakan" belajarlah kepada guru yang bersanad sampai kepada Nabi Muhammad Shallalallahu alaihi Wa Sallam", namun yang dimaksudkan dengan guru yang bersanad olehnya justru mengajarkan amalan bid'ah dan syirik yang jelas dilarang oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam, lalu sanadnya kepada siapa itu?, jelas orang yang melakukan amalan bid'ah dan syirik bukan bersanad kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wa Sallam namun selain kepada beliau.
Jadi makin memahami pentingnya ilmu dalam memilih guru, sebaiknya belajar kepada ulama, tentu ulama yang dimaksud adalah seperti yang dijelaskan oleh Rasulullah, bukan asal merk ulama yang disematkan kepada seseorang.
Dalam sebuah kajian Ustadz Maududi Abdullah menjelaskan sebuah hadist mengenai ulama ini, beliau mengatakan, " Definisi ulama sudah dijelaskan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi Wa Sallam sendiri, yakni seorang ulama adalah pewaris para nabi, artinya namanya sebagai pewaris dia wajib menjaga keaslian ajaran Nabi dan Rasul saja. Status pewaris disini artinya dia tidak sedikitpun punya hak merubah hukum yang disampaikan Nabi dan Rasul. Jika ada seseorang yang disebut sebagi ulama namun seringkali merubah-rubah hukum yang disampaikan para Nabi dan Rasul, yang semula diharamkan lalu kemudian dia halalkan atau sebaliknya, maka ketahuilah dia bukan ulama.Waallahua'lam"
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
“Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu),

SEBAGIAN ORANG AKAN DIAZAB KARENA MENYELISIHI SUNNAHNYA.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian Ustadz Maududi Abdullah menjelaskan bahaya beramal menyelesihi amalan Sunnahnya. 
Beliau mengatakan, "sering kali ketika seseorang beramal yang tidak sesuai tuntunannya kemudian kita ingatkan justru mereka berdalih, berdzikir memang salah?, berdoa memang salah?, membaca Al-Qur’an kok disalah-salahkan?. Ketahuilah bahwa melakukan dzikir, berdoa dan membaca Al-Qur’an benar, namun tentu mengikuti adab yang telah di Sunnahkan, dan terlarang menyelisihi amalan Sunnahnya dalam melakukan itu. Lihat bagaimana seorang ulama di masa tabi'in menegur seseorang, Sayyid bin Musayyib pada suatu hari melihat seseorang yang yang shalat qobliyah subuh terus menerus, selesai melakukan dua rakaat dia tambah lagi dua rakaat dan seterusnya, ketika beliau melihatnya membuatnya menegur orang itu, lalu orang itu berdalih sama dengan apa yang dikatakan banyak orang yang berbuat menyelisihi amalan Sunnahnya saat ini, "apakah Allah akan mengadzabku karena Shalat?", dan Said bin Musayyib adalah orang yang berilmu, murid dari para sahabat nabi ini menjawab dengan ketinggian ilmunya, "engkau tidak akan diazab karena shalat, namun engkau akan diazab karena menyelisihi amalan yang disunnahkan".
Dari Said bin Musayyib, ia melihat seorang laki-laki menunaikan shalat setelah fajar lebih dari dua rakaat, ia memanjangkan rukuk dan sujudnya. Akhirnya Said bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu berkata: “Wahai Abu Muhammad (nama kunyah Said bin Musayyib-adm), apakah Allah akan menyiksaku dengan sebab shalat? “Beliau menjawab tidak, tetapi Allah akan menyiksamu karena menyelisihi As-Sunnah”.
TAKHRIJ ATSAR
SHOHIH. Dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Sunan Kubra 2/466 dan dishohihkan oleh al-Albani dalam Irwaul Gholil 2/236.
---------
Dalam ayat Al Ghasyiyah diceritakan bagaimana orang-orang yang merasa telah banyak bersusah payah beramal namun sia-sia belaka karena menyelisihi amalan Sunnahnya kelak akan tertunduk dan diberi minum dari sumber mata air neraka.
Hari Pembalasan (Al-Ghāshiyah):2 - Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
Hari Pembalasan (Al-Ghāshiyah):3 - bekerja keras lagi kepayahan,
Hari Pembalasan (Al-Ghāshiyah):4 - memasuki api yang sangat panas (neraka),
Hari Pembalasan (Al-Ghāshiyah):5 - diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.
-----------
Semoga kita bukan termasuk orang yang menyelisihi amalan Sunnahnya, aamiin.
Referensi dr abu sidawi. Co

INGIN TIDAK TERSESAT? YA BELAJAR.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dijalan bertemu beberapa wanita yang bercadar pulang dari kajian khusus Muslimah, dalam hati, "masyaAllah, adem lihat wanita-wanita cantik berhijab syar'i dan bercadar", jadi ingat beberapa tahun yang lalu, saat masih jahil kalau bertemu wanita berhijab syar'i dan bercadar selalu berfikir negatif, selalu berprasangka buruk kepada mereka, dalam fikiran saya selalu menanggap wanita bercadar mungkin istri dari tukang bom, atau dirumahnya menyiapkan pengeboman, baru sadar ilmu telah merubah banyak cara berfikir saya. Dahulu mungkin belum sampai ilmu pada saya soal hijab dan cadar sehingga berpendapat seperti itu, dan saat ini ada rasa bersalah telah berprasangka buruk kepada mereka, dan kagum melihat mereka istiqomah dalam cara berpakaian nya.
Dalam kajian kemarin Ustadz Abu Zubair Hawaary ditanya seorang jamaah, "ustadz saya baru hijrah, namun saya belum tau mana yang tauhid dan mana yang syirik, mana Sunnah dan mana Bid'ah, dan mana Halal dan mana Haram, saya takut salah beramal ibadah, apa yang harus saya lakukan ya ustadz?", Ustadz Abu Zubair Hawaary menjawab, "satu-satunya jalan agar tidak salah dalam beramal ibadah, dan juga tidak salah dalam melihat sebuah perkara tidak ada jalan lain selain belajar ilmunya. Karena hanya dengan ilmu seseorang mampu membedakan mana Hidayah dan mana kesesatan, mana Tauhid dan mana syirik, mana Sunnah dan mana Bid'ah, dan mana yang Halal serta mana yang Haram. Jalan satu-satunya agar kita tidak tersesat adalah dengan selalu menuntut ilmu, karena itu bekal kita agar kita selamat di dunia dan akhirat, waallahua'lam. "
Allah Ta’ala berfirman,
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ ۚ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) melainkan Dia, Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” [Ali ‘Imran: 18]
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata ketika menjelaskan tentang pentingnya ilmu syar’i dan kebutuhan manusia terhadapnya,
ان الانسان إِنَّمَا يُمَيّز على غَيره من الْحَيَوَانَات بفضيلة الْعلم وَالْبَيَان وَإِلَّا فَغَيره من الدَّوَابّ وَالسِّبَاع أَكثر أكلا مِنْهُ واقوى بطشا وَأكْثر جماعا واولادا واطول اعمارا وَإِنَّمَا ميز على الدَّوَابّ والحيوانات بِعِلْمِهِ وَبَيَانه فَإِذا عدم الْعلم بقى مَعَه الْقدر الْمُشْتَرك بَينه وَبَين سَائِر الدَّوَابّ وَهِي الحيوانية الْمَحْضَة فَلَا يبْقى فِيهِ فضل عَلَيْهِم بل قد يبْقى شرا مِنْهُم
“Manusia itu dibedakan dari jenis binatang dengan adanya keutamaan ilmu dan bayan (penjelasan). Jika manusia tidak memilki ilmu, maka binatang melata dan binatang buas itu lebih banyak makan, lebih kuat, lebih banyak jima’ (berhubungan seksual), lebih banyak memiliki anak, dan lebih panjang umurnya daripada manusia. Manusia itu dibedakan dari binatang karena ilmu dan bayan yang dimilkinya. Jika keduanya tidak ada, maka yang tersisa adalah adanya sisi persamaan antara manusia dan binatang, yaitu ‘sifat kehewanan’ saja. Dan tidak ada keutamaan manusia atas binatang, bahkan bisa jadi manusia lebih jelek darinya.” [Miftaah Daaris Sa’aadah, 1/78]
Maksudnya, jika manusia tidak memiliki ilmu terhadap hal-hal yang bermanfaat untuk dunianya dan tempat kembalinya di akhirat, maka seakan-akan binatang itu lebih baik darinya. Hal ini karena selamatnya binatang di akhirat dari apa yang menghancurkannya, sedangkan manusia yang bodoh tidak bisa selamat. Semoga Allah Ta’ala merahmati seorang penyair yang berkata,
فليجتهد رجل فى العلم يطلبه … كيلا يكون شبيه الشاء و البقر
Hendaklah seseorang bersemangat dalam menuntut ilmu,
Agar dia tidak serupa dengan kambing atau lembu
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,
لولا العلماء لصار الناس كابهائم
“Kalaulah bukan karena ulama, maka manusia sama dengan binatang.” [Mukhtashar Minhajul Qashidin]
Referensi "Urgensi menuntut ilmu syar'i", oleh Muhammad Saefudin Hakim di muslim. Or. Id

JIKA ANTUM MENGAKU FANATIK MADZHAB SYAFIIYAH MAKA TERLARANG JUAL BELI ONLINE.



Oleh Siswo Kusyudhanto

Di negri ini sering kali orang mengaku-aku madzhab Syafiiyah, dan fanatik terhadapnya, dan tidak sedikit sikap merendahkan madzhab lainnya, padahal inilah salah satu penyebab kenapa umat Muslim terpecah belah, mereka bersikap terlalu fanatik pada madzhabnya masing-masing, sehingga umat ini bergolong-golongan.
Dalam sebuah kajian Ustadz Firanda Adirja MA mengatakan, "kita harus berlapang dada terhadap khilaf yang terjadi diantara ulama, dan menjauhi sikap fanatik berlebihan terhadap madzhabnya dan merendahkan madzhab lainnya. Karena tak selamanya seseorang mampu fanatik pada madzhab tertentu, mungkin suatu saat seseorang akan hijrah ke mazhab lainnya, semisal seseorang fanatik pada madzhab Syafiiyah, kemudian dia berhaji dan melakukan thawaf, dalam keadaan demikian wajib baginya hijrah ke madhzab Hambali karena jika dia ngotot fanatik pada madzhab Syafiiyah pasti dia akan pingsan kelelahan, karena dalam madhzab Syafiiyah pembatal wudhu adalah ketika bersenggolan dengan bukan mahramnya, padahal saat thawaf disyariatkan dalam keadaan berwudhu. Dalam keadaan demikian tentu dalam pandangan madzhab Hambali thawaf dapat dilakukan, yakni bersenggolan dengan bukan mahram tidak membatalkan wudhu selama tidak ada unsur kesengajaan dan tidak ada syahwat, waallahua'lam. "

Dalam kajian lain Ustadz Erwandi Tarmidzi ketika menjelaskan hukum jual beli online mengatakan, " siapa disini yang ngaku madhzab Syafiiyah?, kalau anda mengaku madhzab Syafiiyah maka terlarang melakukan jual beli online, karena dalam madhzab Syafiiyah syarat jual beli yang dibenarkan dalam madzhab ini yakni bertemunya penjual, pembeli dan barang yang ditransaksikan dalam satu majelis, jika syarat ini tidak terpenuhi maka dianggap melakukan jual beli ghoror(perjudian), sementara madhzab lainnya membolehkan transaksi terjadi tampa bertemunya penjual dan pembeli serta barang yang ditransaksikan dalam satu mejelis.

Dan masing-masing madzhab punya dalil sahhih atas pendapatnya.

Dalam madzhab Syafiiyah semisal antum jual pena, dan pena itu ada didalam rumah, kemudian penjual dan pembeli bertemu diluar rumah untuk mentransaksikan pena tersebut, maka syarat bertemunya penjual, pembeli dan barang yang ditransaksikan tidak terpenuhi, dan ini masuk dalam akad ghoror dalam madzhab Syafiiyah, dan seperti kita ketahui dalam bisnis online saat seperti ini yang terjadi, penjual, pembeli dan produk yang ditawarkan tidak dalam satu majelis, waallahua'lam. "

BERSABAR JUGA PERLU ILMUNYA.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian Ustadz Maududi Abdullah ditanya seorang jama'ah, "ustadz saya orangnya mudah marah, bagaimana tipsnya agar menjadi seorang yang sabar?". 
Ustadz Maududi Abdullah menjawab, "cara bersabar yakni persiapkan sikap sabar sebelum datangnya sesuatu yang membuat kita tidak sabar. Jangan sesuatu yang bikin kita tidak dapat bersabar datang kepada kita, kemudian kita membutuhkan sikap sabar pada saat itu terjadi, jika terjadi demikian tentu membuat sulit bagi kita untuk bersabar. Semisal kita seorang istri, ibu rumah tangga sangat suka vas bunga yang diberikan oleh suami kita, karena itu vas adalah oleh-oleh dari luar negri, suatu ketika anak kita bermain-main di dekat vas itu kemudian menyenggolnya dan jatuh, pecah, tentu kita akan marah-marah kepada anak kita, padahal dengan memarahi anak tidak mengembalikan vas itu kembali utuh.
 Berbeda ketika sikap sabar sudah kita miliki sebelum vas itu jatuh, mungkin ketika terjadi vas itu jatuh dan pecah kita akan memakluminya, kita akan menasehati dan bicara baik-baik kepada si anak, dan meminta dia bermain diluar rumah. Maka latihlah sikap sabar sebelum datang hal yang membuat kita tidak sabar. Waallahua'lam. "
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan bersabarlah. Sesungguhnya Allâh beserta orang-orang yang sabar. [Al-Anfâl/ 8: 46]
Dengan demikian, orang-orang yang sabar telah menggenggam ma’iyyah ini dengan membawa kebaikan dunia dan akhirat. Mereka telah jaya mendapatkan ma’iyyah ini dengan berbagai nikmat-Nya baik yang batin maupun yang lahir.
Allâh juga menjadikan kepemimpinan dalam agama ini digantungkan pada kesabaran dan keyakinan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (As-Sajdah 32: 24) [Lihat Uddatus Shâbirîn wa Dzakhîratus Syâkirîn]
Janji Allâh Azza wa Jalla buat orang-orang yang bersabar itu begitu banyak dan mulia dan Allâh Azza wa Jalla pasti akan menepati janji-Nya. Lalu, mengapa kita masih berat dan susah untuk bersabar?
Referensi "Sabar adalah kemenangan dua sisi", dr almanhaj.or.id

Saturday, January 20, 2018

SEORANG ANAK KECIL DAPAT SAJA MERUNTUHKAN HUJJAH USTADZ LULUSAN LUAR NEGRI PELAKU BID'AH.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah video seorang ustadz yang terkenal nampak menjawab pertanyaan jamaah kajiannya maulid nabi apakah masuk amalan bid'ah," ustadz ada sebagian orang mengatakan bahwa maulid nabi adalah amalan bid'ah, benarkah ini?'.
Dan si ustadz yang katanya lulusan luar negri ini dan ahli tafsir menjawab dengan akalnya. " maulid nabi itu peringatan atas kelahiran nabi, didalamnya termasuk untuk mengenang Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam, mengenang kebaikan beliau, mengenang akhlak beliau, mengenang risalah beliau dan seterusnya. Hal ini perlu dan penting kita lakukan karena kita tidak pernah bertemu beliau. Sama halnya kita memperingati hari pahlawan, atau hari ibu dan semacamnya. Ini bukan bid'ah." Dan para jamaahnyapun manggut-manggut menandakan membenarkan hujjah si ustadz.
SubhanaAllah, ikut miris mendengar penjelasan si ustadz, andai disitu ada anak pesantren yang bermanhaj Sunnah dan mengetahui perjalanan para ulama besar termasuk Imam Syafi'i, sehingga mengetahui Imam Syafi'i yang lahir 150 Hijriyah, artinya beliau lahir 139 tahun setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam wafat(tahun 11 Hijriyah), kemudian bertanya kepada si ustadz," ustadz Imam Syafi'i lahir jauh setelah Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam wafat, sehingga tidak pernah bertemu dengan beliau namun setau saya tidak pernah merayakan maulid nabi, bagaimana menjelaskan alasan ini ?'. Pasti si ustadz yag lulusan luar negri itu langsung terdiam.
Memang inilah sifat yang melekat kepada pelaku kebid'ahan, seperti dijelaskan oleh Imam Syathibi dalam Kitab Al Ithi'sam, beliau mengatakan, " Jika Ahlu Sunnah mereka berjalan dibelakang dalil sahhih dari Alquran dan As Sunnah, smereka mengikuti kearah mana dalil sahhih menuju(artinya belajar ilmunya dahulu baru beramal), sebaliknya pelaku kebid'ahan mereka berjalan mendahului dalil sahhih dari Alquran ataupun As Sunnah( mereka beramal dahulu baru kemudian mencari dalil untuk pembenar amalan mereka.)"
Dalam sebuah kajian Ustadz Maududi Abdullah mengkaji perkataan Imam Syathibi ini, beliau mengatakan, " Kaidahnya seorang hamba mengikuti perintah dan larangan Tuannya, demikian juga kaidahnya dalam beramal ibadah didalam urusan agama, yakni adalah iitiba', mengikuti dalil sahhih dari Alquran dan Hadist sahhih, karena kita adalah hamba dari Allah dan pengikut Rasulullah, bukan sebaliknya berjalan mendahului Allah dan RasulNYa. JIka kita beramal dahulu kemudian mencari dalil pembenar dari Alquran dan Hadist, sama halnya kita memaksa Allah dan RasulNya membenarkan amalan kita, dan jika demikian yang terjadi maka menjadi rancu, mana yang berlaku sebagai Tuan dan mana yang berlaku sebagai Hamba?".
Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Hujurat:1).

WAJIB MELAWAN SYUBHAT YANG DITEBARKAN SESEORANG.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam kajian di Masjid Abu Darda Pekanbaru beberapa waktu yang lalu, Ustadz Abu Yahya Badrusallam ditanya oleh seorang jamaah, "ustadz saat ini ada seorang ustadz terkenal yang suka menebarkan syubhat dikalangan umat Muslim di negri kita, bagaimana sikap kita menghadapi hal ini ustadz?".
Beliau memjawab, "jika seseorang menebarkan syubhat dikalangan umat Muslim, maka wajib bagi kita untuk membantahnya, tentu dengan adab yang baik yaa, semisal sampaikan hujjah yang diambil dari Alquran dan Hadist sahhih untuk membantahnya dan jangan menyebutkan nama orangnya, karena menyebutkan nama orangnya dapat mendatangkan mudharat yang besar bagi umat Muslim secara keseluruhan. Hal ini perlu dilakukan agar mereka-mereka yang awam tidak terkena syubhat yang ditebarkan oleh orang itu, dengan membantah syubhat itu mungkin kita dapat menyelamatkan banyak orang.
Ini merupakan jihad yang besar, karena kita meluruskan sebuah kekeliruan. Allahua'lam. "
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu maka hendaknya dengan lisannya. Dan apabila tidak mampu lagi maka dengan hatinya, sesungguhnya itulah selemah-lemah iman.’.” (HR. Muslim)
Hadits ini mencakup tingkatan-tingkatan mengingkari kemungkaran. Hadits ini juga menunjukkan bahwasanya barang siapa yang mampu untuk merubahnya dengan tangan maka dia wajib menempuh cara itu. Hal ini dilakukan oleh penguasa dan para petugas yang mewakilinya dalam suatu kepemimpinan yang bersifat umum. Atau bisa juga hal itu dikerjakan oleh seorang kepala rumah tangga pada keluarganya sendiri dalam kepemimpinan yang bersifat lebih khusus. Yang dimaksud dengan ‘melihat kemungkaran’ di sini bisa dimaknai ‘melihat dengan mata dan yang serupa dengannya’ atau melihat dalam artian mengetahui informasinya. Apabila seseorang bukan tergolong orang yang berhak merubah dengan tangan maka kewajiban untuk melarang yang mungkar itu beralih dengan menggunakan lisan yang memang mampu dilakukannya. Dan kalau pun untuk itu pun dia tidak sanggup maka dia tetap berkewajiban untuk merubahnya dengan hati, itulah selemah-lemah iman. Merubah kemungkaran dengan hati adalah dengan membenci kemungkaran itu dan munculnya pengaruh terhadap hatinya karenanya.
Referensi "Mengubah kemungkaran", karya Ari Wahyudi di muslim. Or. Id