Friday, December 30, 2016

Selfie dapat menjadi pembawa maut.


Peristiwa perampokan dan pembunuhan yang terjadi di Pulomas Jakarta kemarin sempat mengangetkan kita semua, peristiwa ini dimuat di banyak media nasional baik televis, koran dan media online. Salah satu berita disebuah media merilis pemaparan polisi tentang profil keluarga korban, salah satu sesinya menampilkan foto2 selfie keluarga itu dalam berbagai situasi, mulai ketika didalam rumah, didalam mobil, pas sedang liburan dan foto selfie di berbagai aktifitas lainnya. Polisi mengambil foto2 itu dari akun sosmed si korban, jadi kalau polisi mampu mengakses foto2 dari si korban, artinya semua orang juga mampu mengkasesnya, termasuk mungkin juga adalah penjahat yang melakukan kejahatan terhadap mereka, bisa jadi para penjahat menentukan korbannya dengan melihat foto2 yang beredar di sosial media.
Kesimpulannya selfie dapat menarik orang lain berbuat jahat kepada kita, ketika melihat bagaimana gaya hidup kita , mereka mengetahuinya dari foto2 yang kita upload ke sosial media.
Jadi makin yakin selfie memang berbahaya baik secara syariat ataupun sosial.
±+++++++++++++++++++++++++++++++
Ya Ustadz bagaimana dengan hukum selfie?.
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras seseorang ujub terhadap dirinya. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai dosa besar yang membinasakan pelakunya.
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
Tiga dosa pembinasa: sifat pelit yang ditaati, hawa nafsu yang dituruti, dan ujub seseorang terhadap dirinya. (HR. Thabrani dalam al-Ausath 5452 dan dishaihkan al-Albani)
Di saat yang sama, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi kita untuk menjadi hamba yang berusaha merahasiakan diri kebalikan dari menonjolkan diri. Dari Abu Said al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِىَّ الْغَنِىَّ الْخَفِىَّ
Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertaqwa, yang berkecukupan, dan yang tidak menonjolkan diri. (HR. Muslim 7621).
Selfie, jeprat-jepret diri sendiri, sangat tidak sejalan dengan prinsip di atas. Terlebih umumnya orang yang melakukan selfie, tidak lepas dari perasaan ujub. Meskipun tidak semua orang yang selfie itu ujub, namun terkadang perasaan lebih sulit dikendalikan.
Karena itu, sebagai mukmin yang menyadari bahaya ujub, tidak selayaknya semacam ini dilakukan.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.co)

Kami menghalangi anda berbuat Bid'ah, karena kami sayang anda.


Sebagaimana telah diriwayatkan oleh sahabat Jabir bin Abdillah radhiallahu 'anhu,
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلاَ صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ « صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ ». وَيَقُولُ « بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ كَهَاتَيْنِ ». وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ « أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ »
Dari Jabir bin Abdillah berkata : Jika Rasulullah berkhutbah maka merahlah kedua mata beliau dan suara beliau tinggi serta keras kemarahan (emosi) beliau, seakan-akan beliau sedang memperingatkan pasukan perang seraya berkata "Waspadalah terhadap musuh yang akan menyerang kalian di pagi hari, waspadalah kalian terhadap musuh yang akan menyerang kalian di sore hari !!". Beliau berkata, "Aku telah diutus dan antara aku dan hari kiamat seperti dua jari jemari ini –Nabi menggandengkan antara dua jari beliau yaitu jari telunjuk dan jari tengah-, dan beliau berkata : "Kemudian daripada itu, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Al-Qur'an dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang baru dan semua bid'ah adalah kesesatan" (HR Muslim no 2042)
Setiap kali hadist ini dibawakan oleh para ustadz Dakwah Sunnah, atau siapapun yang menyampaikan hadist sahhih ini selalu dibalas dengan perkataan buruk oleh orang yang merasa mengamalkan amalan bidatin, "anda suka memvonis", " anda suka membid'ahkan", "suka mengkafirkan", bahkan hingga caci maki.
Padahal hadist ini sahhih secara mutlak, diakui oleh para ulama hadist, dan yang pasti hadist ini adalah perkataan mulia dari manusia paling mulia di muka bumi ini yakni Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, dan saya yakin ketika beliau menyampaikan perkataan ini didasari karena beliau sayang terhadap umatnya, beliau tidak ingin umatnya terlibat dalam perkara-perkara Bid'ah yang terlarang, dan bukan berniat menyakiti atau memvonis seseorang. Demikian juga ketika hadist ini telah sampai kepada para ustadz Dakwah Sunnah, saya yakin motivasi mereka untuk menyampaikan hadist ini karena didasari rasa sayang, mereka tidak ingin umat muslim terlibat dalam amalan bid'ah yang terlarang, bukan berniat memvonis, membid'ahkan dan bukan juga mengkafirkan.
Kata Ustadz Maududi Abdullah, " kami sering menyampaikan dalil sahhih larangan berbuat bid'ah karena kami sayang anda, kami tidak ingin saudara seiman, saudara seagama kami terlibat sebuah amalan yang sia-sia belaka, kami tidak ingin saudara kami terlibat dalam amalan yang disebut sesat oleh Rasulullah. Sama halnya ketika seorang ayah marah dan melarang anaknya bermain pisau, ayahnya marah bukan karena benci anaknya tapi karena sayang anaknya, kalau ayahnya benci anaknya niscaya dia akan membiarkan si anak bermain pisau, atau ketika seorang ibu marah kepada anaknya yang bermain api, apakah itu karena benci?, tentu tidak, ibunya marah kepada anaknya didasari rasa sayang, si ibu tidak ingin anaknya terbakar oleh api".
Waallahua'lam

Tuesday, December 27, 2016

Kenapa kita mengarahkan panah tidak adil hanya kepada pemimpin?.


Seseorang bertanya kepada Ustadz Maududi Abdullah, "ya Ustadz apakah seorang pemimpin yang tidak adil akan mempengaruhi keadaan sebuah negri?." beliau menjawab, adil yakni meletakkan sesuatu pada tempatnya, semua orang dapat berlaku adil dan juga tidak adil, anda dan saya dapat berlaku tidak adil. Kenapa kita selalu mengarahkan panah tidak adil hanya kepada para pemimpin?, memang paling sedap dan nikmat adalahmelempar bola kesalahan kepada pihak lain. Padahal pemimpin berasal dari rakyatnya, jika terjadi seorang pemimpin tidak berlaku adil maka pertanyakan kepada diri kita, sudahkah kita berlaku adil?. Taukah anda bahwa berlaku mencuri timbangan adalah tidak adil, korupsi dengan merubah angka di kuitansi adalah tidak adil, seorang guru membocorkan kunci jawaban adalah tidak adil, dan seterusnya merupakan gambaran bahwa ketidak adilan terjadi dimulai dari masyarakat kita, dan sebuah kewajaran jika pemimpin yang berasal dari masyarakat yang demikian adalah tidak adil juga. Maka kalau ingin mendapatkan seorang pemimpin yang adil mulailah dari diri kita untuk berlaku adil.
Allah Ta’ala berfirman,
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah kami jadikan sebagian orang yang zalim sebagai pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan amal yang mereka lakukan.” (Qs Al An’am: 129)

Meskipun baik, jika kita tau itu syi'ah, lebih baik blokir saja.


Di inbox saya ada beberapa teman yang menanayakan soal pertemanan dengan orang syi'ah, menurut mereka orang syi'ah itu baik tingkah lakuannya apakah perlu di blokir juga karena aqidahnya bukan Ahlus Sunnah?. Saya jawab wajib blokir, teringat pesan2 para ustadz tentang bahaya syi'ah, seperti Ustadz Firanda Adirja, Ustadz Abu Zubair Haawary, Ustadz Zainal Abidin Syamsudin dan lainnya. Karena para pengikut syi'ahsejatinya mereka berpura-pura baik agar tidak terlihat berbahaya bagi orang Sunni, dan ketika orang2 Sunni menerima mereka disitulah mereka menebarkan syubhat ditengah umat Muslim, dan ketika syubhat dapat sebar luaskan maka itulah mulainya terjadi kehancuran luar biasa pada sebuah negri, lihat Suriah, Irak, Yaman dan banyak tempat terjadi, bukti nyata bahwa kehancuran sebuah negri diawali dari gerakan Syi'ah menebarkan syubhat.
Kesimpulannya langsung blokir saja jika tau dia berpaham syi'ah, insyaAllah itu menyelamatkan agama kita dan negri ini.

Habib dan Kyai sampeyan tau hal ghaib???


Dulu baru ngaji sunnah sering dapat olokan dari rombongan warung sebelah, "ulama kalian tak satupun adalah ulama KASYAF", karena belum paham apa makna dari kata kasyaf maka saya diam saja. Seiring waktu ikut banyak kajian sunnah bersama para ustadz tentang hal ghaib jadi paham bahwa kasyaf adalah pemahaman yang menyelisihi dalil sahhih. Kasyaf artinya menyibak jubah untuk mengetahui hal ghaib, untuk mengetahui makna hal ghaib, dari sana para ulama kasyaf menetapkan syariat agama ini, lalu disampaikan kepada jamaahnya, dan pemahaman ini jelas-jelas bathil, karena hal ghaib mutlak hanya milik Allah, bahkan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam orang yang paling tau agama ini tidak akan mengetahui hal-hal ghaib tampa seijin Allah.
RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM TIDAK MENGETAHUI ALAM GAIB
Oleh
Ustadz Nur Kholis bin Kurdian.
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ ۚ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah (wahai Muhammad):Aku tidak kuasa mendatangkan kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula kuasa menolak kemadharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan andaikata aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemadharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman. [al-A’râf/7: 188]
.
PENJELASAN AYAT
TIDAK ADA YANG MENGETAHUI PERKARA GAIB KECUALI HANYA ALLAH TA’ALA.
Termasuk bagian dari dasar-dasar agama Islam adalah mengimani bahwa tidak ada yang mengetahui perkara gaib kecuali hanya Allah Azza wa Jalla semata, sedangkan para Nabi dan Rasul-Nya tidak mengetahui perkara gaib, kecuali pada hal-hal yang telah dikabarkan oleh Allah ta’ala kepada mereka.
Ayat di atas menerangkan, Allah Azza wa Jalla memerintahkan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallamuntuk menjawab pertanyaan orang-orang Quraisy atau yang lainnya tentang kapan terjadinya hari Kiamat[1] , dengan suatu jawaban yang menunjukkan tidak ada makhluk yang mengetahui kepastian waktu terjadinya kecuali Allah Azza wa Jalla saja. Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan-Nya yang tidak kuasa mendatangkan kemanfaatan bagi dirinya dan tidak pula kuasa menolak bahaya kecuali yang dikehendaki Allah Azza wa Jalla . Oleh sebab itu, beliau tidak mempunyai pengetahuan yang mutlak atas perkara gaib. Pengetahuan beliau tentang itu terbatas dan tidak mencakup secara keseluruhan. Itu pun tidak terlepas dari wahyu dari Allah Azza wa Jalla .
Asy-Syaukani t mengatakan, “Ayat ini menjelaskan ayat sebelumnya (yang berbunyi) :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي ۖ لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ
Mereka menanyakan kepadamu tentang Kiamat; kapan terjadinya?, Katakanlah:” Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada di sisi Rabb-ku, tidak seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia.” . [al-A’râf/7: 187].
Lantas beliau meneruskan, “(Oleh sebab itu) jika beliau tidak kuasa mendatangkan kemanfaatan bagi dirinya dan tidak pula mampu menolak kemadharatan kecuali yang dikehendaki Allah Azza wa Jalla , maka demikian pula beliau tidak mengetahui perkara gaib yang tidak dikabarkan oleh Allah Azza wa Jalla kepadanya. Hal ini menunjukkan sifat ‘ubûdiyah (status sebagai seorang hamba dan makhluk) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (di hadapan Allah Azza wa Jalla ) dan bahwa seorang hamba itu lemah, tidak mampu mengetahui urusan-urusan Rabbnya.[2]
Kemudian dijelaskan di dalam firman Allah Azza wa Jalla berikutnya yang berbunyi:
وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ
Dan andaikata aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemadharatan…
Pengertian penggalan ayat di atas, andaikata aku mengetahui semua perkara yang gaib, pastilah aku akan selalu menyiapkan yang terbaik dan selalu waspada terhadap apa yang akan menimpaku. Akan tetapi, aku adalah seorang hamba yang tidak mengetahui apa-apa yang di sisi Rabb-ku tentang qadha dan qadar-Nya (ketentuan dan takdir Allah Azza wa Jalla ) atas diriku.[3]
Di dalam ayat yang lain, Allah Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa kunci-kunci perkara gaib hanyalah ada disisi-Nya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ
Dan di sisi Allah-lah kunci-kunci yang ghaib.[al-An’âm/6:59].
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Sesungguhnya hanya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim, dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang diusahakan besok, dan tiada seorang pun yang mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Luqmân/31: 34]
Maraji’:
1. Aisarut Tafâsîr, Abu Bakr Jabir al-Jazâiri, Maktabatul Ulûm Wal Hikam, Madinah. Cetakan 5. Tahun 1424 H – 2003 M.
2. Tafsîr al-Qur’ânul ‘Azhîm, Ibnu Katsir. Tahqiq Sami bin Muhammad Salamah. Dar Thaibah. Cetakan 2, Tahun 1420 H – 1999 M.
3. Fat-hul Qadîr, Muhammad bin ‘Ali asy-Syaukani. Darul Kutub al-Ilmiah Beirut-Lebanon. Cetakan 1. Tahun 1415 H – 1994 M.

Kalau beragama berdasarkan asal niatnya baik tampa ilmu, terus beramalnya pakai apa?


Sering kali kita jumpai orang yang gak mau menuntut ilmu agama dengan alasan dalam beragama asal niatnya baik, atau yang penting saya beriman dan bertakwa kepada Allah dan RasulNya saja. Ketahuilah pernyataan demikian sesungguhnya adalah pernyataan jahil, jadi ingat kajian Ustadz Maududi Abdullah soal ini, " ketakwaan itu memerlukan ilmu, karena dengan ilmu seseorang dapat beramal, wujud dari ketakwaan dia kepada Allah dan RasulNya. Dengan ilmu yang dimilikinya dia tau mana Sunnah dan mana bid'ah, dengan ilmu dia tau mana perkara haram dan mana perkara halal, dengan ilmu dia jadi tau mana hidayah dan mana kesesatan dan seterusnya. Jika dia enggan mencari ilmu, dengan alasan yang penting hatinya baik atau alasan lainnya, tentu pertanyaannya dari mana dia tau cara dalam beramal?, bagaimana dia tau bentuk ketaatan kepada Allah dan RasulNya yang diinginkan Allah dan RasulNya dalam Alquran dan As sunnah?".
Sesungguhnya kemuliaan itu memang tidak akan dapat tercapai tanpa ilmu. Namun ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu syar’i, sebab hakikat kemuliaan sejati adalah menurut pandangan Allah Ta’ala. Maka siapakah orang yang mulia dalam pandangan Allah? Orang yang paling mulia dalam pandangan Allah adalah orang yang berilmu dan dengan ilmunya tersebut ia beriman serta bertaqwa pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujaadalah: 11)
Juga firman Allah Ta’ala yang artinya:
“Kami tinggikan derajat orang-orang yang Kami kehendaki.” (QS. Yusuf: 76)
Syaikh Abdul Malik ar-Ramadhani menukilkan perkataan Imam Malik rahimahullah tentang ayat ini dalam kitabnya Sittu Duror: “Maksudnya, (Kami tinggikan derajat mereka) dengan ilmu.”
Syaikh Abdul Malik Ar-Ramadhani masih dalam kitab yang sama menceritakan sebuah hadist dari ‘Amir bin Watsilah bahwa Nafi’ bin Abdul Harits pernah bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfan. Dan ‘Umar waktu itu mengangkatnya menjadi gubernur Makkah. ‘Umar lalu bertanya: “Siapakah yang engkau tugaskan sebagai wakilmu untuk mengawasi penduduk Wadi (Makkah)?” “Ibnu Abzi.” Jawab Nafi’. “Siapakah Ibnu Abzi itu?” ‘Umar bertanya. Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang budak kami yang telah dimerdekakan.” ‘Umar bertanya, “Apakah engkau menjadikan seorang mantan budak menjadi pemimpin mereka?” Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal kitabullah dan seorang alim dalam ilmu pembagian harta waris.” Lalu ‘Umar berkata, “Ketahuilah bahwa Nabi kalian telah bersabda ‘Sesungguhnya Allah mengangkat dengan kitab ini (Al-Qur’an) beberapa golongan dan dengannya pula Dia merendahkan yang lainnya.'” (diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya (816) serta Ibnu Majah (218))
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Ketahuilah bahwa tidak ada illah yang haq disembah melainkan Allah, maka mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Al-Imam Bukhari menjadikan ayat ini pada salah satu bab dalam kitab Shahih-nya. Beliau berkata “Bab Ilmu sebelum berkata dan berbuat”, kemudian beliau mengomentari ayat tersebut: “Maka Alloh Jalla Jalaluhu telah memulai dengan ilmu sebelum berucap dan beramal.”
Syaikh Abdul Malik Ar-Ramadhani rahimahullah juga telah menukilkan sebuah perkataan yang indah dari Al-‘Alamah Ibnul Qayyim Al-Jauziah rahimahullah dalam kitabnya Sittu Duror:
“Kemuliaan ilmu itu tergantung pada apa yang dibahas, dan tidak ragu lagi bahwa ilmu yang paling mulia dan paling agung adalah ilmu bahwa Allah adalah Dzat yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia Rabbul ‘Alamin, yang menegakkan langit-langit dan bumi, Raja yang haq dan nyata, yang memiliki seluruh sifat kesempurnaan dan jauh dari segala cacat dan kekurangan serta dari segala penyamaan dan penyerupaan dalan kesempurnaan-Nya. Juga tidak ragu lagi bahwa ilmu tentang Allah, tentang nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya serta perbuatan-Nya adalah ilmu yang paling mulia dan agung.”
Perkataan beliau tersebut menyiratkan bahwa ilmu yang paling utama adalah ilmu tentang tauhid, sebagaimana perkataan beliau selanjutnya:
“Dan ilmu tentang Allah merupakan pokok serta dasar pijakan semua ilmu. Bararangsiapa mengenal Allah, dia akan mengenal yang selain-Nya dan barangsiapa yang tidak mengenal Rabb-Nya, terhadap yang lain dia lebih tidak mengenal lagi.”
Mengapa ilmu tentang tauhid begitu penting kedudukannya menurut pandangan para ulama?
Syaikh Abdul Aziz bin Adullah bin Baz mengatakan dalam kitabnya Al-Ilmu wa Akhlaaqu Ahlih (edisi Indonesia: Ilmu dan Akhlak Ahli Ilmu):
Bukanlah tujuan berilmu itu agar engkau menjadi seorang ‘alim atau agar engkau diberi ijazah yang diakui dalam suatu bidang ilmu. Namun tujuan di belakang semua itu adalah supaya engkau beramal dengan ilmu yang engkau miliki, agar engkau mengarahkan manusia kepada kebaikan. Beliau menyebutkan:
Karena dengan ilmu-lah seseorang sampai pada pengetahuan tentang kewajiban yang paling utama dan paling agung, yaitu men-tauhid-kan Allah dan mengikhlaskan ibadah untuk-Nya. Sebagaimana sudah kita ketahui bahwa Islam didirikan atas lima dasar yang disebut rukun Islam, dan dasar yang pertama adalah syahadah Laa Ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang haq selain Allah) yang melahirkan konsekuensi bagi yang mengucapkannya untuk beriman pada Allah dan hanya beribadah kepada-Nya. Allah berfirman dalam kitab-Nya yang artinya: “Sembahlah Allah olehmu sekalian, sekali-kali tidak ada sesembahan yang haq selain daripada-Nya. Maka, mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya).” (QS. Al-Mukminuun: 32)
Referensi dari "Ilmu Cahaya kaum Salaf', karya Ustadz Abu Sa'ad di muslim.or.id.co

Sedang apa kita ketika kematian datang?


Dikutip dr Ustadz Maududi Abdullah:
"Banyak diantara umat muslim beragama musiman, disaat tertentu dia bersikap samina wato'na kepada syariat Allah dan RasulNya, dengar dan taati terhadap perintah Allah dan RasulNya karena dia menginginkan masuk Surga, namun disaat yang lain dia mengingkari perintah Allah dan RasulNya. Begitu seterusnya, suatu saat rajin beramal ibadah dan disaat lain dia bermaksiat, padahal kematian tidak pernah mengabari kedatangannya, kematian tidak pernah mengetuk pintu untuk menunjukkan kedatangannya, dia dapat datang sewaktu-waktu tampa pemberitahuan terlebih dahulu.
Lihat berapa banyak nyawa melayang setiap saat di laporan Kalantas Polisi karena kecelakaan, berapa nyawa hilang setiap saat di rumah sakit karena disebabkan sakit, berapa banyak nyawa melayang setiap saat dirumah dan seterusnya. Maka siapkan diri kita ketika kematian datang, siapkan diri kita dalam keadaan ketaatan kepada Allah dan RasulNya, itulah jalan selamat."
Karena Ar-Rahman telah berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa`: 78)
Kematian akan menyapa siapa pun, baik ia seorang yang shalih atau durhaka, seorang yang turun ke medan perang ataupun duduk diam di rumahnya, seorang yang menginginkan negeri akhirat yang kekal ataupun ingin dunia yang fana, seorang yang bersemangat meraih kebaikan ataupun yang lalai dan malas-malasan. Semuanya akan menemui kematian bila telah sampai ajalnya, karena memang:
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Seluruh yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” (Ar-Rahman: 26)
Mengingat mati akan melembutkan hati dan menghancurkan ketamakan terhadap dunia. Karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan hasungan untuk banyak mengingatnya. Beliau bersabda dalam hadits yang disampaikan lewat shahabatnya yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata tentang hadits ini, “Hasan shahih.”).

Sakit adalah peringatan Allah agar kembali mengingatNya.




Dapat cerita dari seorang teman jamaah kajian, dia menceritakan tentang istrinya yang sedang mengalami sakit kanker payudara, ketika dia menceritakan hal itu terbayang kecemasan diwajahnya, maklum sangat sedikit pengidap kanker payudara sembuh total setelah menjalani perawatan medis yang rumit dan mahal, saya juga jadi teringat beberapa orang wanita yang saya kenal meninggal dunia karena penyakit serupa, kanker payudaramemang sesuatu yang serius, nyawa adalah taruhannya. Namun saya agak heran ketika dia akhir cerita dia bilang, "tapi saya bersyukur dengan adanya penyakit itu dia jadi bertaubat, dulu ketika masih sehat saya sering ingatkan istri saya untuk menegakkan shalat dan beramal ibadah lainnya itu sangat sulit, dia enggan dengan berbagai macam alasan, namun ketika saat ini dia sakit, dia justru mau menegakkan shalat lima waktu, juga shalat2 sunnah lainnya, juga dia mau berdzikir dan banyak berdoa", MasyaAllah.
Jadi ingat kajian Ustadz Maududi Abdullah, kata beliau,"sakit adalah keadaan dimana kesombongan pada diri seseorang berada dititik terendah, saat sakit dia merasakan keadaan paling lemah dirinya, sehingga sulit sikap sombong terjadi pada dirinya ketika itu, dihadapan sebuah penyakit dia merasa sangat lemah dan dia mencari sandaran paling kuat yakni Allah, maka dengan sakit seseorang makin dekat dengan Allah, karena dia sangat membutuhkan bantuanNya."
Biasanya seseorang yang dalam keadaan sehat wal ‘afiat suka tenggelam dalam perbuatan maksiat dan mengikuti hawa nafsunya, dia sibuk dengan urusan dunia dan melalaikan Rabb-nya. Oleh karena itu, jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah, dia baru merasakan kelemahan, kehinaan, dan ketidakmampuan di hadapan Rabb-Nya. Dia menjadi ingat atas kelalaiannya selama ini, sehingga ia kembali pada Allah dengan penyesalan dan kepasrahan diri. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (QS. al-An’am: 42) yaitu supaya mereka mau tunduk kepada-Ku, memurnikan ibadah kepada-Ku, dan hanya mencintai-Ku, bukan mencintai selain-Ku, dengan cara taat dan pasrah kepada-Ku. (Tafsir Ibnu Jarir)
Referensi dr muslim. or.id

Harusnya kita tau diri.


Musim perayaan maulid nabi baru berlalu, banyak hal terjadi selama perayaan itu. Suatu ketika mengingatkan seseorang yang mengamalkan maulid nabi agar dia meninggalkan amalan itu, namun selalu dibalas, "ini wujud kecintaan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, jangan halangi kami", SubhanaAllah. Dari sudut ekonomi amalan ini juga sangat menguras kas masjid dan mushola, juga alasan cinta ini justru membuktikan kita kurang sadar siapa diri kita. Jadi ingat perkataan Ustadz Maududi Abdullah, " soal kecintaan kepada Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam tidak ada yang melebihi para sahabat beliau, soal cinta nabi dan pengorbanan mereka adalah yang tertinggi, mereka sanggup mengorbankan harta bahkan nyawa mereka sekalipun demi Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam. "
Bandingkan dengan kita?, berapa sunnah Nabi yang sudah kita amalkan?, berapa sih sedekah kita?, sejauh mana kita berkorban demi seruan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam?, sangat jauh dibanding para sahabat beliau, ibarat kita uang recehan pecahan paling kecil sementara mereka adalah permata seharga ratusan milyar.
Kalau mereka para sahabat Nabi tidak mengamalkan maulid nabi, kenapa kita malah mengamalkan maulid nabi dengan alasan mencintai beliau?, siapa kita?, harusnya kita sadar diri siapa kita, sungguh syubhat yang nyata.
Waallahua'lam.

Tuesday, December 20, 2016

Terima kasih kepada donatur

Saya ucapkan banyak terima kasih kepada teman yang sudah mensedekahkan sejumlah Mushaf Madinah,rencananya saya akan bagikan kepada teman jamaah yang sedang belajar Tajwid di Pekanbaru yang kurang mampu, agar kitab suci ini terus dibaca dan dipelajari, dan pahala dari pembacanya dapat mengalir kepada si pembaca dan juga pihak yang mensedekahkan, aamiin, saya berharap selalu ada tindakan seperti sehingga membantu budaya membaca dan mempelajari Alquran di tengah umat muslim kita.Haya dengan demikian agama ini akan selalu terjaga dari kepunahan akibat modernisasi dan gaya hedonisme, pemuja keduniaan, waallahua'lam.

Sejatinya sebuah hal yang mustahil bagi anda untuk melupakan Allah.


Jika dalam pemahaman yang benar sangat mustahil anda akan melupakan Allah, karena apa yang kita miliki, kita nikmati dan kita gunakan adalah milik dan rahmat Allah semata.
Ketika kita minum segelas air, apa yang kita minum itu atas kuasa Allah, dengan turunnya hujan, meresap ke tanah hingga sampai digelas yang kita pegang.
Kita makan, apapun yang ada didalam piring kita atas kekuasaan Allah datangnya, mulai nasi dari padi yang tumbuh ditanah disirami hujan, hingga sampai dipiring kita, lauk ikan dari laut yang dikuasai dan diatur sedemikian rupa oleh Allah hingga akhirnya ikan itu ada dipiring kita, demikian juga lauk ayam dan sayur itu semua berkat rahmat Allah.
Kita memakai baju, itu berkat kemudahan dari Allah dari mulai bahannya, sampai dijahit, hingga kita kenakan semua atas peran Allah yang mengaturnya.
Melihat anak-anak kita, itu juga atas peran Allah yang mengkarunia anak kepada kita.
Melihat istri kita itu juga pemberian atas peran Allah yang mengaturNya.
Oksigen yang kita hirup untuk memenuhi paru-paru kita, sehingga jantung bekerja normal semua adalah peran dari Allah.
Apapun yang kita ketahui, lihat, pegang, dan seterusnya semua atas peran Allah yang merahmati kehidupan kita, jadi bagaimana kita melupakan Allah?, itu artinya tidak ada sedikitpun ada alasan bagi kita untuk tidak berdzikir menyebut AsmaNya.

Firman Allâh Azza wa Jalla yang artinya,
“(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allâh sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Rabb kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari adzab neraka.’” [Ali ‘Imrân/3:191]
Dikutip dr Ustadz Maududi Abdullah Lc.

Penjelasan yang sangat cerdas.


Mungkin karena dimana-mana sedang suasana Natal, akhir-akhir ini anakku sering bertanya soal nasrani.
Kemarin dia bertanya kepada ibunya., "ibu bolehkah kita membaca Kitab Injil?", ibunya menjawab, " boleh kok, gak ada larangan, cuma sia2 saja", anakku heran dengar jawaban ibunya, "kok sia2 bu?", ibunya kembali menjawab," iya jelas sia2, ibarat kitab suci itu adalah sebuah baju, maka Alquran adalah baju baru yang sangat cantik, jika kita memakainya akan bikin kita cantik, sementara Injil itu baju lama yang usang, warnanya luntur dan penuh lobang dimakan rayap dan tikus, maka kalau kita memakainya akan bikin kita gak cantik, kalau kakak pilih mana baju baru cantik atau baju usang yang penuh lubang?", anakku menjawab, "tentu baju baru yang cantik bu", lalu ibunya berkata," maka baca dan pelajari Alquran itu sangat jauh lebih baik".
MasyaAllah istri cerdas, alhamdulillah.

Dakwah Billboard

Mungkin billboard ini adalah jawaban bagi wanita yang enggan berhijab syar'i dengan alasan mau benahi dulu hati baru berhijab syar'i, lokasi jl.Samarinda Pekanbaru ukuran 4 x 6 meter.
" Berjilbab itu bukan dari HATi tapi dari KEPALA sampai KAKI. Ingat akan akhiratmu wahai muslimah".
Semoga makin banyak hal seperti ini sebagai pengingat para muslimah agar berhijab syar'i, aamiin.

Jangan memperolok syariat Allah dan RasulNya.


Dalam masyarakat kita mungkin sering kali kita jumpai ada seseorang menggunakan obyek syariat Allah dan RasulNya sebagai bahan candaannya, seperti misal ketika seseorang melihat temannya bercelana cingkrang dia bilang, "rumah ente kebanjiran ya?", atau ketika melihat seorang wanita berhijab syar'i dan bercadar dia mengatakan, " awas ada ninja lewat", mungkin sejatinya dia tidak berniat memperolok syariat Allah dan RasulNya, namun karena kejahilannya, dia tidak tau bahwa yang diperoloknya merupakan syariat yang ada dalam agama Islam, namun hal demikian sudah masuk dalam perbuataan memperolok syariat Allah dan RasulNya, dan hal demikian adalah perbuatan tercela.
Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah, pernah menjabat ketua Lajnah Da’imah (semacam Komite Fatwa MUI) dan juga pakar hadits, pernah ditanyakan, “Saat ini banyak di tengah masyarakat muslim yang mengolok-olok syariat-syariat agama yang nampak seperti memelihara jenggot, menaikkan celana di atas mata kaki, dan selainnya. Apakah hal ini termasuk mengolok-olok agama yang membuat seseorang keluar dari Islam? Bagaimana nasihatmu terhadap orang yang terjatuh dalam perbuatan seperti ini? Semoga Allah memberi kepahaman padamu.”

Syaikh rahimahullah menjawab, “Tidak diragukan lagi bahwa mengolok-olok Allah, Rasul-Nya, ayat-ayat-Nya dan syariat-Nya termasuk dalam kekafiran sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),
“Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah 9: 65-66)
Dikutip dr Ustadz Abu Haidar As Sundawy Lc. dan referensi dari Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal MA. Di muslim.or.id

Jangan sampai gagal ujian.


Seseorang bertanya kepada Ustadz Abu Haidar As Sundawy, "ya ustadz apa yang dapat diambil dari sebuah ujian?". Ustadz menjawab, banyak yang dapat diambil dari setiap ujian yang kita hadapi, dalam banyak orang ujian memberi pengaruh baik pada dirinya, jika biasanya orang tidak pernah melakukan shalat tahajud, tapi ketika dia mendapat ujian dia mau menegakkan shalat tahajud karena dia merasakan membutuhkan Allah dalam keadaan seperti itu. Ada kalanya seseorang tidak serius dalam doanya, namun ketika dia mendapat ujian dia jadi sangat bersungguh-sungguh dalam berdoa dan seterusnya, banyak kebaikan dari ujian yang terjadi pada seseorang.
Lihat ujian sebagai keadaan dimana Allah ingin melihat sikap ketika menghadapi ujian itu, Allah ingin melihat sikap baik atau buruk yang diambil seseorang ketika ujian datang padanya.
Jika ada sebuah ujian datang kemudian pelariannya dia pergi ke diskotik atau karaoke kemudian minum minuman keras untuk melupakan masalah yang dihadapinya sampai dia teler berat, tentu ini sikap yang buruk, pilihan yang salah, karena menjadi dosa baginya. Sebaliknya jika sebuah ujian datang seseorang makin membuat dia dekat dengan Allah dengan banyaknya amal ibadah yang di lakukannya , itulah orang yang lulus dari ujiannya itu. Dan setiap kali akan ada ujian yang datang untuk menguji manusia, disanalah terlihat apakah dia lulus dari ujian itu atau gagal.

Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ
Dan sesungguhnya kami benar-benar akan menguji kamu agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan yang bersabar di antara kamu, dan agar kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu [Muhammad/47:31]

Orang yang gagal paham adalah calon penghuni neraka.


Alquran dan As sunnah telah disampaikan Allah dan RasulNya kepada manusia, namun banyak dari manusia meninggalkan petunjuk dan peringatan dari Allah dan RasulNya. Jalan lurus adalah jalan yang telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, namun lebih banyak orang menempuh jalan bengkok, padahal jalan lurus adalah jalan yang penuh kemudahan dan cara tercepat sampai kepada tujuan yakni surga. Sementara jalan bengkok yang ditempuh sebagian besar manusia penuh kesulitan, kesusahan dan jalan yang mungkin tidak mengantarkan kepada tujuan yakni surga, bahkan mungkin yang dicapainya adalah neraka. Sesungguhnya mereka adalah orang yang lalai, mereka meninggalkan petunjuk Allah dan RasulNya dan menuruti syahwatnya, merekalah orang-orang yang tertipu oleh tipu mushlihat setan, mereka merasa dalam kebenaran, sejatinya mereka adalah orang yang tertipu, karena tidak mengamalkan petunjuk Allah dan RasulNya dalam kehidupannya.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ ﴿١٧٥﴾ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan bacakanlah kepada mereka berita tentang orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia melepaskan diri (meninggalkan) ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampai akhirnya dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalaulah Kami menghendaki, sesungguhnya Kami meninggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, namun dia cenderung kepada dunia dan mengikuti hawa nafsunya, maka perumpamaannya adalah seperti anjing; bila kamu menghalaunya, dia menjulurkan lidahnya dan bila kamu membiarkannya, maka dia akan menjulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami…” [al-A`raf/7:175-176]
firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Mereka seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat. Mereka itulah orang-orang yang lalai” [Al-A`raf: 7/179].
Dan pada bagian akhir ayat utama di atas Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatakan.
بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Amatlah buruk perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allâh Subhanahu wa Ta’ala itu. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zhalim”.
Syaikh Abu Bakar al-Jazâiri hafizhahullâh dalam kitab tafsirnya menyebutkan sebuah pelajaran berharga bahwa dalam ayat tersebut termuat cercaan bagi orang-orang yang menghapal ayat-ayat Kitâbullâh (al-Qur’ân) namun mereka tidak mengamalkan isi kandungannya”.
Waallahua'lam.
Dikutip dr Ustadz Maududi Abdullah Lc., referensi "Manusia-manusia keledai", karya Ustadz Nusron Yuliar di almanhaj.or.id

Hijrah adalah perintah Allah.


Waktu Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani Rahimahullah memfatwakan kepada rakyat Palestina untuk hijrah, pergi dari Wilayah Gaza dan Wilayah Tepi Barat, banyak orang memgkritik fatwa beliau, menuduh beliau tidak tau keadaan negri itu, atau ada juga menuduh beliau sembarangan dalam berfatwa. Padahal sesungguhnya fatwa beliau adalah benar, karena syariat hijrah ada dalam agama ini, pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam dan para sahabat ketika menghadapi penindasan kaum Jahiliyah Quraish, beliau hijrah atas petunjuk Allah Azza wajalla, hijrah beliau dilakukan ketika syariat agama Islam tidak dapat ditegakkan di wilayah itu dan menegakkannya syariat Islam di negri lainnya. Maka harusnya ketika umat muslim dijaman ini menghadapi keadaan yang sama, dimana dia sulit menegakkan syariat Islam, seperti was-was mengerjakan shalat karena takut diperlakukan kasar oleh orang kuffar, ketika istrinya mendapat perlakuan buruk ketika berhijab syar'i, ketika dia harus memakan yang haram dan sulit mendapatkan makanan yang halal dan seterusnya, sepatutnya dia melakukan hijrah untuk dapat melapangkan dirinya beramal ibadah.
Allah Azza Wajalla berfirman:
“Maka segeralah kembali pada Alloh.” (Adz Dzariyaat: 50)
Dikutip dr Ustadz Armen Halim Naro Lc. Rahimahullah.

Ngalap berkah ke kuburan adalah amalan jahiliyah.


Sedikit diantara umat muslim mengetahui bentuk2 dari berhala di jaman Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam mensyiarkan agama ini, salah satu sesembahan kaum jahiliyah Quraish, diantaranya yakni Latta. Sejatinya Latta awalnya adalah berhala berbentuk sebuah kuburan, kaum jahiliyah meyakini bahwa dengan mendatanginya akan mendatangkan berkah bagi dirinya dan keluarganya.
Mungkin kita sudah mendengar bahwa Latta adalah nama berhala yang disembah oleh orang kafir Quraisy dahulu yang berupa patung. Nama Latta di singgung oleh Allah Ta’ala dalam ayat:
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الْأُخْرَى(20) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَى (21) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى (22) إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (23)
“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Latta dan Al Uzza. dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka” (QS. An Najm: 19-23)
Namun kebanyakan dari kaum muslimin belum mengetahui siapa sebenarnya Latta itu. Apakah ia sekedar patung? Mengapa ia disembah?
Imam Ibnu Jarir Ath Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ada 2 cara membaca اللَّاتَ. Yang pertama adalah dengan men-takhfif huruf ta’ (tidak di-tasydid). Jadi dibaca al laata, yang menunjukkan sebuah nama. Sebagian ulama mengatakan disebut al laata karena berasal dari lafadz ‘Allah’ kemudian ditambahkan ta’ ta’niits. Sebagaimana ‘Amr, menjadi ‘Amrah. Juga sebagaimana ‘Abbas menjadi ‘Abbasah. Demikianlah cara orang-orang musyrikin menyebut berhala mereka dengan nama Allah untuk mengagungkan para berhala tersebut. Dan dari nama Allah Al ‘Aziz muncul nama Al ‘Uzza. Dan mereka menganggap para berhala itu sebagai anak-anak perempuan Allah (Tafsir Ath Thabari, 22/522). Yang membaca dengan bacaan al laata diantaranya Qatadah, ia pun menjelaskan:
أما اللات فكان بالطائف
“adapun al laata itu letaknya ada di Tha’if” (Tafsir Ath Thabari, 22/523)
Juga Ibnu Zaid, ia berkata:
اللات بيت كان بنخلة تعبده قريش
“al laata itu sebuah rumah yang berada berada di Nakhlah, daerah antara Thaif dan Makkah” (Tafsir Ath Thabari, 22/523)
Adapun bacaan yang kedua adalah dengan men-tasydid huruf ta’. Jadi dibaca al laatta, yang menunjukkan sifat dari si berhala yang dimaksud. Bacaan ini dari riwayat Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan Abu Shalih yang mereka menyatakan:
كان رجلا يَلُتّ السويق للحاج فلما مات عكفوا على قبره فعبدوه
“al latta dahulu adalah seorang lelaki yang membuat adonan roti (yang dibagikan cuma-cuma) kepada jama’ah haji. Ketika ia meninggal, orang-orang beri’tikaf di kuburannya dan menyembahnya” (Tafsir Ath Thabari, 22/523)
Ibnu Katsir juga menjelaskan tentang Latta dalam Tafsir Ibnu Katsir (7/455) :
وَكَانَتِ “اللَّاتُ” صَخْرَةً بَيْضَاءَ مَنْقُوشَةً، وَعَلَيْهَا بَيْتٌ بِالطَّائِفِ لَهُ أَسْتَارٌ وسَدَنة، وَحَوْلَهُ فِنَاءٌ مُعَظَّمٌ عِنْدَ أَهْلِ الطَّائِفِ
“al latta adalah patung putih yang berukir. Ia ditempatkan dalam sebuah rumah di Tha’if yang memiliki kelambu-kelambu dan juru kunci. Sekelilingnya terdapat halaman. Latta di agungkan oleh penduduk Tha’if”
Kemudian Ibnu Katsir menjelaskan hakikat Latta dan membawakan hadits :
عن ابن عباس رضي الله عنهما ، في قوله : { اللات والعزى } كان اللات رجلا يلت سويق الحاج
“Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhuma, beliau menafsirkan makna ayat اللات والعزى bahwa Latta adalah seorang lelaki yang membuat adonan roti untuk para jama’ah haji” (HR. Bukhari no. 4859)
Singkat kata, Latta adalah sebutan untuk seorang shalih yang membuatkan roti kepada jama’ah haji dengan cuma-cuma. Ketika ia meninggal, orang-orang mengenangnya dan mendatangi kuburannya, lalu beribadah di sana. Lama-kelamaan ia diagungkan dan menjadi berhala yang disembah selain Allah.
Faedah yang bisa kita ambil, ternyata memuji dan mengkultuskan orang secara berlebihan bisa mengakibatkan ia menjadi sesembahan yang disembah. Awalnya hanya dipuja-puji, namun orang-orang selanjutnya mulai membuatkan patung, lalu dibuatkan rumah untuk patung itu, lalu lama-kelamaan mereka beri’tikaf (berdiam diri untuk beribadah) di sana, dan akhirnya orang-orang selanjutnya pun menyembahnya. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sangat mewanti-wanti umatnya untuk tidak berlebihan memujinya dan tidak mengkultuskan beliau. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا تُطْروني ، كما أطْرَتِ النصارى ابنَ مريمَ ، فإنما أنا عبدُه ، فقولوا : عبدُ اللهِ ورسولُه
“Jangan berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani memuja-muji Isa bin Maryam. Karena aku hanyalah hamba-Nya maka sebutlah aku: hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. Al Bukhari 3445)
Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam juga mewanti-wanti agar makam beliau tidak dijadikan tempat ibadah dan disembah, beliau bersabda:
اللَّهمَّ لا تجعَلْ قبري وثنًا يُعبَدُ, اشتدَّ غضبُ اللهِ على قومٍ اتَّخذوا قبورَ أنبيائِهم مساجدَ
“Ya Allah, jangan jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. Sangat keras murka Allah terhadap kaum yang menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah)” (HR. Ahmad 13/88, di shahihkan Ahmad Syakir dalam ta’liq-nya)
Faedah lain, ternyata orang-orang musyrik zaman Jahiliyah bukan menyembah patung-patung yang diyakini bisa menciptakan bumi, menciptakan langit, mengatur alam semesta dan isinya. Akan tetapi mereka menyembah berhala yang merupakan representasi dari makhluk Allah yang dianggap shalih, dianggap keramat, dianggap bisa mendekatkan dan menyampaikan hajat mereka kepada Allah.
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”” (QS. Az Zumar: 3).
Dikutip dari Ustadz Maududi Abdullah dan artikel,"Latta, pembuat roti yang disembah" karya Yulian Permana di Muslim.or.id2

Saturday, December 17, 2016

Lihat jalan anda sedang menuju kemana?


Hampir semua manusia menginginkan surga, namun apa yang mereka kerjakan justru mengarahkan dirinya kepada neraka. Semisal ada wanita yang mengumbar aurat, menjadi pramusaji disebuah restoran cepat saji dengan berpakaian minim, atau pramugari, atau peragawati dan yang lainnya, jika ditanya apakah dirinya mau masuk surga?, pasti menjawab dengan sangat yakin "iya", dia ingin masuk surga. Padahal dengan mengumbar aurat kepada selain mahramnya jelas dosa baginya juga dosa bagi yang melihatnya. Apalagi jika ada seorang wanita membuka aurat di televisi, di sosial media, fotonya dipasang di iklan yang terpampang lebar di jalanan, demikian juga dimajalah dan koran, berapa besar dosa yang telah diperbuatnya?, karena ada ribuan mata bahkan jutaan mata lelaki yang bukan mahramnya melihat auratnya. Apa yang dilakukan wanita-wanita itu jelas mengarahkan dirinya menuju neraka, namun dia berkeinginan ke surga, maka ini sekedar cita-cita belaka tampa diamalkan. Sesungguhnya itu juga bukti betapa hebatnya setan, menyakinkan seorang pelaku maksiat bahwa tindakan dan keinginan seperti itu adalah hal yang masuk akal, meyakinkan pelaku maksiat bahwa melakukan hal maksiat tidak mengapa, dan meyakinkan untuk berkeinginan masuk surga tampa bertindak. Padahal hal demikian jelas tidak masuk akal, ibarat kita keluar dari bintaro, jika ke kiri adalah jalan ke Blok M dan ke kanan jalan ke Pluit, ketika dia mengambil jalan ke kiri dan ditanya seseorang,"anda mau pergi kemana? ", dia menjawab akan pergi ke Pluit, padahal jalannya sedang mengarahkan dirinya menuju ke Blok M.
Sama halnya dengan koruptor, pencuri timbangan, pemalsu kuitansi, pelaku riba, pelaku zina, pelaku kesyirikan, pelaku bid'ah, dan pelaku maksiat lainnya jika ditanya niscaya mereka juga ingin masuk surga, namun apa yang mereka lakukan justru mengarah mereka kepada neraka.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada umatnya perkara-perkara yang diperintahkan oleh Allah dan mempraktekkannya agar umatnya dapat mengamalkannya, dengan demikian mereka makin dekat untuk masuk surga dan makin menjauhi neraka. Diantaranya adalah disebut dalam do’a setelah tasyahud akhir sebelum salam. Do’a itu senantiasa Rasulullah ajarkan kepada umatnya agar senantiasa dibaca setiap sebelum salam. Begitu pentingnya hal ini sehingga disunnahkan setiap kali shalat untuk berdo’a memohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara, yaitu :
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari siksaan kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah kehidupan dan setelah mati, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dalam riwayat yang lain,
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ . اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari siksa kubur. Aku berlindung kepadaMu dari fitnah Almasih Dajjal. Aku berlindung kepadaMu dari fitnah kehidupan dan sesudah mati. Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari perbuatan dosa dan hutang.” (HR. Bukhari-Muslim)
Dikutip dr Ustadz Maududi Abdullah Lc., dan Referensi muslim.or.id

Poligami menjadi indah ketika pelakunya berilmu

.
Ada cerita teman yang sudah melakukan poligami, seorang ikhwan beristri dua, menurut orang yang tau keadaan rumah tangga mereka, cerita tentang kehidupan mereka bikin kagum, jarang poligami seindah mereka. Bayangkan saja yang mencari madu buat sisuami adalah istri pertama, dan sejak menikahi dua istri keduanya ditempatkan didua rumah yang berdekatan, sejak mereka masih mengontrak hingga sekarang rumah sendiri, rumahnya bahkan berdampingan, hanya dibatasi pagar. Ini persis yang disebutkan Syaikh Qudamah dalam kitab poligaminya, secara sunnah poligami yakni menempatkan istri yang dinikahi dirumah yang berdekatan sehingga memudahkan akses suami mengawasi keluarganya, memudahkan dalam mendidiik anak2 nya dan mengarah keluarga dalam beramal ibadah.
Jadi ingat perkataan Ustadz Dr. Syafiq Reza Basalamah MA., "poligami dapat menjadi neraka bagi para pelakunya jika tidak diiringi dengan ilmu, sebaliknya poligami dapat menjadi surga bagi para pelakunya jika mereka berilmu".
Semoga ini menjadi teladan bagi para pelaku poligami atau yang bercita-cita akan melakukan poligami.

Jika mereka tau besarnya pahala dishaff pertama, niscaya perlu diundi untuk menentukan siapa yang berada didalamnya.


Seseorang bertanya kepada Ustadz Maududi Abdullah, "ya ustadz manakah yang paling afdhol datang ke masjid sebelum adzan atau sesudahnya?", ustadz memjawab, yang paling afdhol yakni datang sebelum adzan berkumandang, karena masih ada kesempatan bagi kita untuk melakukan beberapa amalan seperti shalat sunnah, dzikir, berdoa, membaca Alquran dan yang paling utama dapat kesempatan menempati shaff pertama. Karena jika kita tau pahala yang ada di shaff pertama niscaya perlu dilakukan undian untuk menentukan orang yang berhak menempati shaff pertama itu, karena setiap orang akan berebut untuk dapat berdiri di shaff pertama karena berharap mendapatkan besarnya pahala yang dijanjikan Allah kepada mereka.
diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ اْلأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوْا إِلاَّ أَنْ يَسْتَهِمُوْا عَلَيْهِ لاَسْتَهَمُوْا.
“Seandainya orang-orang mengetahui (pahala) yang ada pada adzan dan shaff yang pertama, lalu mereka tidak akan mendapatkannya kecuali dengan cara diundi, tentu mereka akan melakukan undian.’”
[]. إِلاَّ أَنْ يَسْتَهَمُوْا عَلَيْهِ diambil dari kata اْلإِسْتِهَامُ (taruhan), yaitu اْلإِقْتِرَاعُ (pengundian). Lihat kitab ‘Umdatul Qaari (V/125).
. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Adzaan bab al-Istihaam fil Adzaan (II/97 no. 615)
Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang selalu berada pada shaff pertama dengan keutamaan-Nya. Kabulkanlah ya Allah, yaa Hayyu yaa Qayyuum.

Pertanyaan jahil Ahlul bid'ah.


Kadang sedih kalau ada pertanyaan jahil dari rombongan warung sebelah, " apa ada larangan merayakan maulid nabi?", "apakah ada larangan mengamalkan tahlil kematian?","apakah ada larangan berdzikir dengan berjamaah?" dan banyak lagi pertanyaan menanyakan larangan atas amalan2 bid'ah. Tentu jawabannya yakni tidak ada, karena judulnya sudah"bid'ah" artinya sebuah amalan dalam agama yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam dan para sahabatnya, tentu tidak ada larangannya secara mutlak karena dijaman mereka amalan2 itu tidak ada. Dan perintah Allah dan Rasulnya yakni mengikuti apa yang sudah dicontohkan dan diperintahkan, dan kaidahnya jika kita diperintahkan ittiba' kepada Rasulullah dan para sahabat beliau artinya larangannya yakni tidak boleh menyelisihi amalan mereka. Sama halnya jika kita masuk perusahaan jika dalam aturan perintahnya masuk kerja tepat waktu makna larangannya adalah karyawan di perusahaan itu tidak boleh terlambat, atau seorang ibu perintahkan agar seorang anak bangun pagi artinya larangannya bangun kesiangan, atau ada peraturan lalu lintas dilarang belok artinya yang melihat tanda itu harus berjalan lurus, dan seterusnya.
Allah berfirman dalam Alquran :
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali. [An Nisa’:115].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Sesungguhnya, keduanya itu (yaitu menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Pen.) saling berkaitan. Semua orang yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, berarti dia mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min. Dan semua orang yang mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, berarti dia menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya.” Lihat Majmu’ Fatawa (7/38)
Pada saat ayat ini turun, belum ada umat Islam selain mereka, kecuali para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Merekalah orang-orang mu’min yang pertama-tama dimaksudkan ayat ini. Sehingga wajib bagi generasi setelah sahabat mengikuti jalan para sahabat Nabi.
Referensi dari almahaj.or.id

Friday, December 16, 2016

Hisab diri kalian, sebelumnya datang hari penghisaban.


Sepatutnya setiap muslim menghisab diri sendiri sebelum datangnya hari pemghisaban, karena dengan demikian dia menjadi tau bahwa masih perlu terus memperbaiki diri.
Berkata 'Umar bin Al Khoththôb rodhiyallôhu 'anhu:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوها قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَأهَّبُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ
"Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar ditampakkannya amal"
Lalu bagaimana cara menghisab diri sendiri?, yakni hanya dengan selalu mengingat Allah, hanya dengan selalu mengingat Allah kita menjadi tau mana perbuatan yang diperintahkan dan diridhoi oleh Allah dan mana perbuatan yang dilarang oleh Allah.
Dengan demikian kita jadi tau berapa besar dosa yang pernah kita perbuat, dan betapa sedikitnya pahala amal ibadah yang sudah kita kerjakan.
Allôh berfirman:
وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا (28) [الكهف/28]
"Dan janganlah engkau menaati orang-orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami dan dia mengikuti hawa nafsunya, dan perkaranya melampaui batas"
Maka jangan lalaikan Allah sedikitpun.
Dikutip dr Ustadz Maududi Abdullah Lc.

Dakwah adalah oksigen agama ini.


Kalau ada admin sebuah group sosmed menghapus sebuah posting karena ada muatan perkara bid'ah dengan alasan bikin debat, sesungguhnya tampa disadari si admin sudah menutup nutupi kebenaran agama ini, istilahnya paling tepat kuffur akan syariat Allah dan RasulNya. Sama saja dia melarang dakwah Sunnah di hentikan, dan diarahkan hanya mendakwakan yang enak didengar. Jadi ingat perkataan Ustadz Abdul Qodir Jawas, " menyuruh kita berhenti mendakwahkan sunnah sama saja kita disuruh berhenti makan, sama saja kita disuruh berhenti bernafas, dan artinya kita juga suruh mati, karena hidup inilah dakwah sunnah, agama ini hanya terjaga dengan mendakwahkan yang haq".
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” [Ali Imrân/3:105]
Allah Azza wa Jalla berfirman :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” [Ali Imrân/3:110]

Dakwah terbesar setan yakni membuat manusia lalai kepada Allah.


Taukah anda apakah dakwah terbesar setan?, yakni membuat manusia lalai mengingat Allah, jika manusia sudah sampai dititik lalai mengingat Allah niscaya setan akan mudah membawa si manusia kepada kesesatan yang diinginkannya.
Allah berfirman :
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ...»
“Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah.” (Qs. Al-Mujadilah [5]:19)
Salah satu perbuatan yang dilakukan setan adalah membuat manusia lupa akan TuhanNya dan menjadikannya lalai.
Maka lawan kata dari lalai yaitu selalu mengingat Allah selalu adalah jalan keselamatan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, artinya: “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hati-mu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai .” (Al Araf : 205)
Al Imam Abu Muhammad Al Qushariy berkata : Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang manusia berbuat lalai, dan Dia telah memerintahkan agar selalu mengingat-Nya setiap saat, Dia berfirman, artinya: “Berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (Qs: Al-Ahzab: 41)
Dan berfirman, artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring” (Qs: Ali Imran: 191)
Sementara orang yang lalai adalah calon penghuni neraka, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman, artinya: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manuia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunaknnya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Qs: Al-A’raf:179)
Ayat ini menjelaskan bahwa tempat akhir orang-orang yang lalai adalah Jahannam disebabkan mereka memiliki hati, namun hatinya sangat keras, tidak pernah tersentuh dan terenyuh, serta tidak tergerak sedikitpun dengan mau’idhah (wejangan), dia bagaikan batu, bahkan lebih keras.
Mereka memiliki mata yang mampu melihat pemandangan dhahir (luar) segala sesuatu, namun tidak mampu melihat dengannya hakikat segala urusan, dan tidak mampu dengannya membedakan antara yang bermanfaat dengan yang membahayakan.
Dan mereka memiliki telinga yang dengannya mereka mendengarkan suara-suara kebatilan, seperti dusta, nyanyian, kata-kata kotor, ghibah, dan namimah, dan mereka tidak mengambil manfaat dengannya dalam mendengarkan hal yang benar dan jujur yang berupa kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sunnah Rasul-Nya Shallallaahu alaihi wa Sallam.
Dikutip dr Ustadz Maududi Abdullah Lc.

LAGI LAGI HOAX DAN PENIPUAN


--
(Wahai pembuat hoax !!, Takutlah berdusta atas nama tanah suci ! Ingatlah pada Surat al Hajj aayat 25 atau azab yang pedih akan turun, termasuk yang menyebar tanpa teliti dan tabayun ).
Kembali beredar video Yang diklaim sebagai raja Salman bin Abdulaziz yang tengah ikut ritual Muhdats (Baru dalam agama).
Bahkan tidak tanggung tanggung, Dalam Video itu ada tulisan bahwa Raja Salman yang menjadi komando dalam ritual itu.
Admin mengatakan bahwa ini HOAX 100 % dan penipuan terbesar dan teraneh juga lucu.
Pasalnya dari Video tersebut tampak sekali itu bukan Raja Salman bin Abdulaziz. Semua yang pernah melihat beliau pasti tahu dan tidak ada satupun warga saudi dan mukimin yang akan mengatakan itu raja salman.
Kalau hanya menggenakan Shimagh (Kain kepala Saudi) dan Ighal ( bulatan hitam) sudah disebut raja Salman, maka semua Warga Saudi, Teman teman sekelas saya, banyak sekali yang MIRIP Raja Salman.
Berikut fakta faktanya
:
1. Saudi tegas melarang semua acara acara yang berbau (Muhdats) alias ritual baru dalam agama, seperti Menari nari sambil bershalawat, memukul mukul rebana sambil berzikir, dan Semisalnya sebagaimana Undang Undang Negara yang berlandaskan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
2. Ketika Video ini mulai tersebar, Raja Salman sedang melakukan lawatan ke Negara negara Teluk, jadi tidak mungkin raja Salman menjadi dua orang dalam satu waktu, kecuali ada ilmu menggandakan diri.
3. Pasti Hoax karena wajah Raja Salman dan Suaranya tidak seperti itu, Beliau Sudah Tua dan suaranya serak. Sedangkan ini masih muda dan suaranya masih segar. Semua warga saudi, pekerja dan mahasiswa juga tahu kalau ini bukan raja salman.
4. Tidak adanya pengawal pribadi raja Salman yaitu Abdulaziz al Faghm-
عبد العزيز الفغم
, padahal beliau adalah pengawal pribadi Raja Arab Saudi sejak Raja Abdullah Rahimahullah. Namun dalam video ini sama sekali tidak tampak.
Bahkan tidak ada seorang pun anggota kerajaan atau sekedar mentri dan polisi. Ini aneh dan lucu.
5. Nafsu para pembuat hoax semakin kelihatan ketika menambahkan caption "Ada Ritual kelahiran Rasul di Nabawi dan diisi Raja Salman".
Mungkin si pembuat HOAX belum pernah ke Nabawi, Coba lihat, sisi Masjid Nabawi di Mana yang seperti di gambar ?
Kenapa malas sekali untuk konfirmasi walau hanya lihat di Google kalau belum berangkat ke tanah suci ?
Gemar sekali membuat dusta, dalam ibadah lagi ? Menuduh raja lagi ?
6. Kami Admin tunggal Suara Madinah sedang menempuh Pendidikan di Madinah. Jadi kami tahu persis apa yang HOAX DAN APA yang benar benar terjadi di Tanah Suci. Jadi kami harap bantuan dari anda anda semua untuk menyebar info ini dan jika ada hal hal aneh nan unik jenaka tentang tanah suci, silakan inbok kami.
MEMBUAT HOAX TENTANG TANAH SUCI SAMA DENGAN MENISTAKAN KEMULIAAN TANAH SUCI INI.
Bahkan warga Kufar dahulu tidak berani berdusta tentang tanah suci, namun mereka berani Membuat, Menyebarkan, Memprovokasi, meyakinkan, Mempercayai berita hoax ini maka khawatir dosa dosa akan bertambah besar pada mereka.
Allah berfirman :
"siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zhalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih” [al Hajj 25].
Ayat ini, menurut penjelasan Syaikh as Sa’di, mengandung kewajiban untuk menghormati tanah Haram, keharusan mengagungkannya dengan pengagungan yang besar, dan menjadi peringatan bagi yang ingin berbuat maksiat.
(Tafsir As Sa'dy 536).
Suara Madinah

Mereka adalah orang2 yang sombong kepada Allah dan RasulNya.


Barusan debat dengan seorang jamaah tabligh, ketika saya tanyakan dalil atas amalan khurujnya dia sampaikan hadist dakwah salah satu sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam ke Yaman, juga menukil kisah Nabi Ibrahim Alaihi Wassallam yang pergi meninggalkan keluarganya, subhanaAllah. Ini jelas dalil asal nemu, kata Ustadz Maududi Abdullah, " mereka yang menggunakan perkataan Allah dan RasulNYa sebagai pembenar untuk amalan-amalan bid'ah adalah orang yang sangat sombong luar biasa, bagaimana tidak sombong? karena kaidahnya seorang hamba menuruti perkataan TuanNYa, bukan sebaliknya TuanNya menuruti hambanya, dengan menggunakan perkataan Allah dan RasulNya sebagai pembenar atas amalan yang menyelisihi syariat asalnya sama saja memaksa Allah dan RasulNya mengikuti kemauannya". Juga secara fakta sejarah amalan mereka jelas bukan sunnah, karena amalan khuruj baru diamalkan 100 tahun terakhir, sementara agama ini berumur 1438 tahun, jadi ingat perkataan Ustadz Maududi Abdullah, " karena jika pemahaman mereka soal dakwah misalkan benar, artinya apa yang dilakukan para pendahulu seperti para ulama-ulama ahlus sunnah, para imam madzhab, para tabi'in, tabi'ut, para sahabat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam hingga Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam sendiri adalah SALAH, karena mereka semua tidak pernah mengamalkan dakwah seperti itu. Ini jelas adalah pahamam bathil karena mustahil pemaham mereka benar sementara Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam yang paling tau bagaimana mendakwahkan agama ini salah dalam cara mendakwahkannya, karena jelas beliau tidak pernah berdakwah dengan seperti itu".
Yang haq adalah jalan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam.

Artinya : Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertaqwa.” [Al-An’aam: 153]
Ayat ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa jalan itu hanya satu, sedangkan jalan selainnya adalah jalan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan jalannya ahlul bid’ah.
Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh Imam Mujahid ketika menafsirkan ayat ini. Jalan yang satu ini adalah jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Jalan ini adalah ash-Shirath al-Mustaqiim yang wajib atas setiap muslim menempuhnya dan jalan inilah yang akan mengantarkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa jalan yang mengantarkan seseorang kepada Allah hanya SATU… Tidak ada seorang pun yang dapat sampai kepada Allah, kecuali melalui jalan yang satu ini.
referesi Almanhaj.or.id.co
Komentari