Sunday, May 21, 2017

Dikira Sunnah ternyata ?


Di inbox saya ada akhwat mengeluh karena suaminya yang notabene adalah anggota jamaah Travelling jarang pulang kerumah, sehingga tentu si suami jarang memberi nafkah bagi keluarganya, sering akhwat dan anaknya kelaparan karena tidak ada yang dimakan, dan akhirnya kebutuhan pokok mereka dibantu orang tua, sementara nun jauh disana sisuami makan bersama teman travellingnya, miris. Dan ketika si istri menegur suami soal ini, suami berdalih bahwa hal seperti ini adalah gaya hidup Zuhud sesuai Sunnah Nabi, dan juga merupakan cobaan dari Allah Azza Wa Jalla, subhanallah. Si akhwat mengatakan di menyesal memilih dia sebagai suami, dikiranya berjenggot, cingkrang dan rajin beramal ibadah ternyata dalam perbuatan dia tidak bertanggung jawab kepada keluarga, subhanallah. Saya sih nasehati agar ajak suami kepemahaman yang sesuai Sunnah, dalam Sunnahnya seorang suami wajib bertanggung jawab kepada keluarganya, bahkan dalam sebuah hadist Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam menyebutkan sebaik-baik muslim adalah yang baik kepada keluarganya, dan beliau menyebutkan bahwa beliau adalah orang yang paling baik kepada keluarganya.
Pelajaran bagi para akhwat agar jangan sampai salah memilih suami, lihat aqidahnya, jangan cuma lihat chassingnya, waallahua'lam.
Dalam sebuah kajian Ustadz Maududi Abdullah mengatakan, " jika kita melihat ada sekelompok orang dengan alasan berdakwah kemudian mereka meninggalkan keluarga dan pekerjaannya selama 3 bulan, apakah orang seperti ini dapat disebut sebagai orang yang amanah?, tentu sulit mereka disebut sebagai orang yang amanah. Padahal salah satu ciri seorang mukmin adalah amanah terhadap tanggung jawab yang diembannya."
Aisyah Radhiyallahu ‘anha meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik bagi keluarganya. Dan aku orang yang paling baik bagi keluargaku” [HR. At Tirmidzi no: 3895 dan Ibnu Majah no: 1977 dari sahabat Ibnu ‘Abbas].
Hadits di atas, hadits yang sangat mulia. Sebuah hadits yang menunjukkan agar manusia bersikap mulia dan berlaku jujur. Begitu pula bagi seorang suami khususnya, karena ia sebagai pemimpin dan bertanggung jawab kepada keluarga. Maka menjadi keharusan, agar kita mencerna tingkat urgensinya.
Kewajiban seorang lelaki menafkahi keluarganya, tersebut dalam sebuah hadist,
عَنْ مُعَاوِيَةَ الْقُشَيْرِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ قَالَ أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
“Dari Mu’awiyah al Qusyairi Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang dari kami yang menjadi kewajiban suaminya?” Beliau menjawab,”Engkau memberi makan kepadanya, jika engkau makan. Engkau memberi pakaian kepadanya, jika engkau berpakaian. Janganlah engkau pukul wajahnya, janganlah engkau memburukkannya, dan janganlah engkau meninggalkannya kecuali di dalam rumah”. [HR Abu Dawud, no. 2142; Ibnu Majah, no. 1850;].
Referensi Dr almanhaj.or.id.co

No comments:

Post a Comment