Thursday, May 11, 2017

Apakah benar Shalat khusyu itu mati rasa?


Ada teman di kajian bercerita, dulu sebelum mengenal kajian Sunnah dia mencari sendiri cara beragama yang menurutnya benar, termasuk dalam perkara amal ibadah, dia hanya menurutkan apa kata orang, dia sering ikut seminar agama di hotel2 dan dibimbing oleh ustadz -ustadz yang sering muncul di tv, dan yang jelas dia perlu merogoh kantong dalam-dalam, karena uang pendaftaran acara-acara seperti ini tidak murah, alias mahal. Pernah dia ikut sebuah seminar shalat khusyu sehari disebuah hotel, dalam acara tersebut dia mendapatkan pelajaran metode shalat khusyu dengan teknik ilmu taichi dan yoga, dengan teknik ini didalam shalat dia seperti mati rasa, seperti orang tertidur, tentu ini kurang benar, karena jika jamaah shalat hilang kesadarannya tentu tidak mendengar bacaan imam sehingga tidak dapat mengikuti bacaan imam dan gerakan imam, dan syarat seseorang menegakkan shalat adalah berakal, bukan kehilangan akal, demikian panjang dan terjal jalan yang dilalui teman ini dalam menemukan Sunnah yang hak, subhanallah.
Jadi ingat kajian Ustadz Abdullah Zein MA., Ketika beliau mendapat pertanyaan tentang shalat khusyu, " ya ustadz apakah yang di maksud shalat khusyu itu adalah mati rasa, tidak merasakan apa-apa dan juga tidak mendengar apa-apa?".
Ustadz menjawab,
"Banyak orang salah dalam memahami shalat khusyu, mereka memahami yang dimaksud shalat khusyu adalah mati rasa. Mereka mengambil pendapat ini didasari oleh hadist Umar Radhliyaa Anhuu dimana jika seseorang akan mencabut panah yang tertancap ditubuhnya harus menunggu saat dia shalat, karena pada saat itu dia tidak merasakan apa-apa selain ketundukan kepada Allah Azza Wa Jalla. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar karena Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam sendiri dalam banyak riwayat dalam hadist menyebutkan bahwa beliau juga melakukan gerakan saat menegakkan shalat, artinya beliau masih dalam keadaan sadar, merasakan sekelilingnya ketika melakukan shalat.".
Pertama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menggendong cucunya, bernama Umamah bintu Abil Ash. Ibunya Umamah bernama Zainab putri sulung Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Abu Qotadah radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا، وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا
Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat sambil menggendong Umamah putri Zainab bintu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila beliau sujud, beliau letakkan Umamah, dan apabila beliau bangkit, beliau menggendongnya. (HR. Bukhari 516, Muslim 543, dan yang lainnya).
Kedua, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memindahkan orang yang shalat bersama beliau.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menceritakan,
قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ، فَقُمْتُ أُصَلِّي مَعَهُ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ، فَأَخَذَ بِرَأْسِي، فَأَقَامَنِي عَنْ يَمِينِهِ
”Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat malam, kemudian aku ikut shalat bersama beliau. Aku berdiri di sebelah kiri beliau, lalu beliau memegang kepalaku dan memindahkanku ke sebelah kanan beliau.” (HR. Bukhari 699, Muslim 763 dan yang lainnya).
Ketiga, beliau bergerak maju
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma,
صَبَبْتُ لرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضُوءًا، فَتَوَضَّأَ فَالْتَحَفَ بِإِزَارِهِ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ، فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ، وَأَتَى آخَرُ فَقَامَ عَنْ يَسَارِهِ، فَتَقَدَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي
“Saya menyediakan air untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau berwudhu dan memakai sarung. Kemudian aku berdiri (jadi makmum) di sebelah kiri beliau, kemudian beliau memindahkanku ke sebelah kanannya. Lalu datang orang lain, dan dia berdiri di sebelah kiri beliau, ternyata beliau malah maju dan melanjutkan shalat.” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 1536)
Keempat, beliau melepas sandal dan meletakkannya di sebelah kiri
Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
بَيْنَمَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِأَصْحَابِهِ إِذْ خَلَعَ نَعْلَيْهِ فَوَضَعَهُمَا عَنْ يَسَارِهِ، فَلَمَّا رَأَى ذَلِكَ الْقَوْمُ أَلْقَوْا نِعَالَهُمْ
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang mengimami para sahabat, tiba-tiba beliau melepas sandalnya dan meletakkannya di sebelah kiri. Para sahabat yang melihat beliau, langsung melepas sandal mereka… (HR. Ahmad 11877, Abu Daud 650 dan dishahihkan oleh Syuaib al-Arnauth).
Kelima, beliau membuka pintu
Dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
اسْتَفْتَحْتُ الْبَابَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي تَطَوُّعًا وَالْبَابُ عَلَى الْقِبْلَةِ فَمَشَى عَنْ يَمِينِهِ أَوْ عَنْ يَسَارِهِ، فَفَتَحَ الْبَابَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مُصَلَّاهُ
”Saya minta dibukakan pintu, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang shalat sunah, dan pintu ada di arah kiblat. Kemudian beliau berjalanan serong kanan atau serong kiri, lalu membuka pintu dan kembali ke tempat shalatnya.” (HR. Nasai 1206, Abu Daud 922 dan dihasankan al-Albani)
Dan masih banyak beberapa riwayat lainnya yang menunjukkan gerakan beliau ketika shalat.
Bisa dipastikan, gerakan yang beliau lakukan lebih dari 3 kali. Sementara beliau sama sekali tidak membatalkan shalat yang sedang beliau kerjakan. Semua ini dalil bahwa gerakan di luar shalat yang lebih dari 3 kali, tidak membatalkan shalat.
Referensi artikel "Gerakan yang membatalkan Shalat", oleh Ustadz Ammi Nur Baits di web konsultasisyariah.co

No comments:

Post a Comment