Monday, October 23, 2017

Sudah membakar masjidpun merasa dirinya tetap benar, buruknya bid'ah.


Oleh Siswo Kusyuydhanto
Sore tadi ada teman bertanya, "itu orang yang suka berbuat anarkis dan membakar masjid apa tidak pernah berfikir tindakannya adalah salah?", saya jawab, "justru menurut pelakunya apa yang dilakukannya adalah benar, meskipun misal seluruh penduduk Indonesia mencaci maki dia menyalahkan tindakannya," pasti pelakunya tetap merasa perbuatannya benar, inilah hebatnya iblis menjerumuskan seseorang dalam kebid’ahan . Orang-orang seperti itu sangat sulit taubat, mungkin hanya Allah saja yang mampu merubahnya, waallahua'lam. Lebih baik kita doakan saja, semoga Allah Azza Wajalla memberikan hidayah kepada mereka. "
Jadi ingat kajian Ustadz Zainal Abidin Syamsudin, beliau mengatakan," kalau misal kita ingatkan pelaku kemaksiatan biasanya mereka akan menerima karena dengan sadar apa yang dilakukannya salah, seperti ada orang judi kita ingatkan, - pak mbok ya jangan main judi terus, apa gak kasihan sama anak istri dirumah-, maka pelakunya akan membenarkan, - iya saya sebenarnya ingin meninggalkan permainan judi, tapi gimana ya kalau gak main judi pikiran saya suntuk-. Lain halnya dengan pelaku amalan bid'ah, misal ada orang yang sedang melakukan tahlil kematian kemudian kita datang dan nasehati agar meninggalkan perbuatan itu, - pak mbok ya jangan bikin tahlil kematian, ini amalan tidak ada contohnya dari Nabi juga sahabat-, pasti selanjutnya antum dilempar sandal, penyebabnya karena mereka merasa apa yang diamalkan adalah benar. "
perkataan seorang tabiin bernama Sufyan ats Tsauri:
قال وسمعت يحيى بن يمان يقول سمعت سفيان يقول : البدعة أحب إلى إبليس من المعصية المعصية يتاب منها والبدعة لا يتاب منها
Ali bin Ja’d mengatakan bahwa dia mendengar Yahya bin Yaman berkata bahwa dia mendengar Sufyan (ats Tsauri) berkata, “Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat. Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat” (Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d dalam Musnadnya no 1809 dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal 22).
Faktor terpenting yang mendorong seseorang untuk bertaubat adalah merasa berbuat salah dan merasa berdosa. Perasaan ini banyak dimiliki oleh pelaku kemaksiatan tapi tidak ada dalam hati orang yang gemar dengan bid’ah. Oleh karena itu, bagaimana mungkin seorang pelaku bid’ah bertaubat ketika dia tidak merasa salah bahkan dia merasa mendapat pahala dan mendekatkan diri kepada Allah dengan bid’ah yang dia lakukan.
Mungkin berdasarkan perkataan Sufyan ats Tsauri ini ada orang yang berkesimpulan bahwa orang yang melakukan bid’ah semisal tahlilan itu lebih rendah derajatnya dibandingkan yang melakukan maksiat semisal melacurkan diri.
Muhammad bin Husain al Jizani ketika menjelaskan poin-poin perbedaan antara maksiat dan bid’ah mengatakan, “Oleh karena itu maksiat memiliki kekhasan berupa ada perasaan menginginkan bertaubat dalam diri pelaku maksiat. Ini berbeda dengan pelaku bid’ah. Pelaku bid’ah hanya semakin mantap dengan terus menerus melakukan kebid’ahan karena dia beranggapan bahwa amalnya itu mendekatkan dirinya kepada Allah, terlebih para pemimpin kebid’ahan besar. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah,
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآَهُ حَسَنًا
“Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)?” (Qs. Fathir:8)
Sufyan ats Tsauri mengatakan, “Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat. Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat”.
Dalam sebuah atsar (perkataan salaf) Iblis berkata, “Kubinasakan anak keturunan Adam dengan dosa namun mereka membalas membinasakanku dengan istighfar dan ucapan la ilaha illallah. Setelah kuketahui hal tersebut maka kusebarkan di tengah-tengah mereka hawa nafsu (baca:bid’ah). Akhirnya mereka berbuat dosa namun tidak mau bertaubat karena mereka merasa sedang berbuat baik” [lihat al Jawab al Kafi 58, 149-150 dan al I’tisham 2/62].
Referensi artikel :"Mengapa dosa bid'ah lebih besar dari maksiat ", di konsultasisyariah. Co

No comments:

Post a Comment