Saturday, October 7, 2017

Jangan jadikan ustadmu sebagai TUHAN


Oleh Siswo Kusyudhanto
Salah satu cara beragama yang terlarang dalam agama Islam adalah ghuluw, berlebihan dalam beragama, perbuatan ini yakni menimbulkan sikap taklid buta yaitu mengambil pendapat seseorang dan meninggalkan pendapat Allah dan RasulNya.
Dalam sebuah kajian Ustadz Armen Halim Naro Lc Rahimahullah mengatakan, " boleh kita mengikuti ustadz, buya, kyai, habib, Syaikh, tuan guru dan seterusnya, namun kita ikuti pendapat mereka ketika diatas jalan syariat Allah dan RasulNya. Ketika pendapat mereka menyelisihi apa yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya maka segera tinggalkan. Karena jika kita tetap mengikuti pendapat seseorang ketika menyelisihi Allah dan RasulNya ini adalah terlarang, masuk dalam perbuatan ghuluw, berlebihan dalam agama."
Seperti yang terjadi akhir-akhir ini banyak orang mengikuti pendapat seorang ustadz, bahkan mereka tetap mengikuti ketika pendapat ustadz itu berlawanan dengan ketetapan Allah dan RasulNya, ini tindakan yang sangat berbahaya bagi agama ini. Seperti kita ketahui agama Yahudi dan Nasrani telah musnah ajaran aslinya dan diganti dengan syariat yang dibikin oleh para ulamanya, ini terjadi dimulai dari sikap ghuluw.
Misal ustadz itu berpendapat bahwa musik halal, padahal dalam hadist Sahhih yang disepakati ulama hadist, Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam menyatakan musik asalnya haram, juga dari empat Madzhab menyatakan musik haram mutlak, bahkan dalam Kitab Al Umm, kitab termasyhur karya Imam Syafi'i menyatakan musik haram secara mutlak, tingkat keharamannya setara dengan daging babi. Namun para pecinta ustadz tersebut meyakini musik halal lebih benar dari pendapat Imam Syafi'i yang mengharamkannya, subhanallah, logika mereka macet akan dalil karena ditutupi sikap ghuluw, ini sungguh miris dan mengancam kemurnian agama ini terancam dengan syariat bikinan si ustadz.
Bukan saja dalam perkara musik, dalam syariat yang lain juga mereka mengambil pendapat ustadznya dan meninggalkan pendapat Allah dan RasulNya, subhanallah, semoga dijauhkan dari sikap ghuluw, aamiin.
Banyak sekali dalil-dalil al-Qur’ân dan Sunnah yang memperingatkan dan mengharamkan ghuluw atau sikap melampaui batas tersebut.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulu (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus”. [al-Mâ`idah/5:77]
Dalam hadits yang diriwayatkan dari `Abdullah bin Abbâs Radhiyallahu anhu, dia berkata: “Pada pagi hari di Jumratul Aqabah ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di atas kendaraan, beliau berkata kepadaku: “Ambillah beberapa buah batu untukku!” Maka aku pun mengambil tujuh buah batu untuk beliau yang akan digunakan melontar jumrah. Kemudian beliau berkata:
أَمْثَالَ هَؤُلاَءِ فَارْمُوْا ثُمَّ قَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ
“Lemparlah dengan batu seperti ini!” kemudian beliau melanjutkan:
“Wahai sekalian manusia, jauhilah sikap ghuluw (melampaui batas) dalam agama. Sesungguhnya perkara yang membinasakan umat sebelum kalian adalah sikap ghuluw mereka dalam agama.”- Hadits shahîh, diriwayatkan oleh an-Nasâ’i (V/268), Ibnu Mâjah (3029) dan Ahmad (I/215), al-Hâkim mengatakan: “Shahîh, sesuai dengan syarat al-Bukhâri dan Muslim.” Dan disetujui oleh adz-Dzahabi.
Ghuluw dalam agama itu sendiri adalah sikap dan perbuatan berlebih-lebihan melampaui apa yang dikehendaki oleh syariat, baik berupa keyakinan maupun perbuatan. Dikutip dari kitab Mu’jamul Maqâyis IV/388.
Sumber: "Fenomena ghuluw berlebihan dalam agama", karya Ustadz Abu Ihsan Atsyari di almanhaj.or.id

No comments:

Post a Comment