Friday, January 25, 2019

KEWAJIBAN SEORANG SUAMI ADALAH MEMBERI NAFKAH KEPADA ISTRI, BUKAN SEBALIKNYA

.
Oleh Siswo Kusyudhanto
Angka perceraian di Indonesia saat ini sungguh sangat mengkuatirkan, dari tahun ke tahun angkanya makin besar.
Berdasarkan data tahun 2016 lalu, setidaknya ada sekitar 350 ribu kasus perceraian di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag, Prof Muhammadiyah Amin. Menurut dia, pada 2017 lalu angka perceraian juga masih terhitung tinggi, walaupun datanya belum ada. "Perceraian tahun 2017 belum ada datanya, tapi kalau data tahun 2016 sebesar 350 ribuan," ujar Muhammadiyah saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (21/1).
Menurut beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyebab perceraian disebabkan dominan faktor ekonomi, kebanyakan wanita mengajukan khullu'(cerai) karena dianggap pihak suami tidak menafkahi mereka dengan layak. Hal ini disebabkan oleh makin banyaknya wanita yang bekerja dan tidak begitu bergantung kepada kaum lelaki, sementara disisi lain banyak lelaki yang tidak mampu memberikan kecukupan materi kepada keluarganya, alias kurang bertanggung jawab.
Dan tidak jarang banyak para istri bekerja di luar negeri menjadi TKW, disebabkan suaminya tidak dapat memenuhi kewajibannya memberi nafkah kepada keluarganya.
Jadi teringat beberapa waktu lalu ada Ustadz membahas soal ini, beliau menyebutkan bahwa kita harus berhati-hati ketika memilih pasangan hidup, lihat bagaimana calon pasangan hidup kita itu, apakah akan membuat kita bahagia ketika hidup bersamanya atau malah justru membuat diri kita menderita dan menyesal kemudian hari. Lihat akhlaknya dan lihat agamanya, dua hal ini adalah pertimbangan pokok agar ketika hidup berumah tangga kita mendapatkan hidup bahagia.
Aspek akhlak dan agama ini termasuk soal kewajiban memberi nafkah, karena jika akhlak dan agama bagus kemungkinan besar seorang suami akan berusaha memenuhi kewajibannya menafkahi keluarga, ini karena dalam Islam sudah diatur bahwa kewajiban suami adalah memberikan nafkah yang layak kepada istrinya dan juga anak-anak nya.
Waalahua'lam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ ۖ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ ۚ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا ۚ سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang telah Allah karuniakan kepadanya. Allah tidaklah memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang telah Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan” [Ath Thalaq : 7].
Juga firmanNya.
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang baik”.[Al Baqarah : 233].
Jabir mengisahkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
اتَّقُوْا اللهَ فِيْ النِّسَاءِ، فَإِنَّهُنَّ عوان عِندَكُمْ، أَخَذْتُمُوْهُنَّ بِأَمَانَةِ اللهِ وَ اسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ ، وَ لَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَ كِسْوَتُهُنَّ بِالمَعْرُوْفِ
“Bertaqwalah kalian dalam masalah wanita. Sesungguhnya mereka ibarat tawanan di sisi kalian. Kalian ambil mereka dengan amanah Allah dan kalian halalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan rezki dan pakaian dari kalian”.(HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi.)
Mayoritas ulama, diantaranya Ibnu Qudamah, berpendapat bahwa kewajiban suami memberi nafkah juga berlaku bagi isterinya dari kalangan wanita Kitabiah (Ahlul Kitab) jika ia memiliki isteri dari golongan mereka, berdasarkan keumuman nash-nash yang mewajibkan suami memberi nafkah isteri.
(Ahkamuz Zawwaj, hlm. 280.)
Sumber Referensi, "Nafkah untuk Sang Istri", dr web almanhaj.or

No comments:

Post a Comment