Friday, January 26, 2018

BAGAIMANA MENGETAHUI INI USTADZ ASLI ATAU USTADZ BAJAKAN?


Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian seorang jamaah bertanya kepada Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat, "ustadz saya miris melihat fenomena saat ini dimana banyak orang diustadzkan namun sebenarnya yang bersangkutan tidak memiliki ilmu agama, bahkan dia tidak memiliki ilmu bahasa Arab atau mengetahui dasar-dasar ilmu agama, bagaimana hal ini tidak diketahui oleh khalayak? ".
Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat menjawab, " hal ini terjadi karena apa yang mereka hanya menyampaikan ceramah, atau khutbah, bukan ilmu. Ketika orang awam melihat seseorang mampu berceramah atau berkhutbah dengan baik mereka anggap yang bersangkutan adalah ustadz, kemudian diundang kesana kemari.
Dijaman seperti ini mudah menjadi seorang ustadz, bahkan ada kursus menjadi ustadz, dengan pelatihan tiga bulan saja sudah mampu membuat seseorang berdiri didepan khalayak untuk berceramah. Tapi apa yang disampaikannya bukan ilmu, hanya kepandaian berbicara saja.
Antum tau dijaman Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, ada sahabat jumlahnya 100 ribu orang, namun yang memiliki kemampuan berfatwa sekitar 130 orang saja, dari jumlah itu yang paling sering berfatwa hanya sekitar 7 orang saja, hal ini menunjukkan bahwa tidak sembarangan orang memiliki kemampuan menyampaikan fatwa, karena dalam menyampaikan ilmu agama sangat perlu keilmuan yang cukup, bukan sembarangan orang.
Sebenarnya boleh berdakwah, bagus mengajak orang lain kepada jalan Allah, namun tentu sesuai dengan tingkatan keilmuan kita.
Apa yang disampaikan orang-orang yang diustadzkan seperti ini bertingkat, kelompok pertama adalah orang-orang yang pandai berceramah dan khutbah diatas mimbar, soal materinya dijaman ini mudah dan dapat dilakukan, dengan membaca referensi dan ceramah ustadz lain dapat menjadi bahan baginya untuk ceramah dan khutbah.
Kelompok kedua agak keren, mereka mengkaji serta mengajar kitab, bahkan diambilnya bahan dari kitab Ahlu Sunnah dan didepan jamaah serta dibantu gadget untuk mendukung apa yang disampaikannya, dia tinggal mengahafalkan beberapa ayat dan hadist dan disampaikan, itu sudah cukup baginya.
Bagaimana hal ini tidak diketahui?, penyebabnya karena penilainya seseorang ustadz atau tidak datang dari orang awam, padahal yang dapat menilai seseorang berilmu adalah orang yang berilmu, penilai seseorang berilmu atau tidak bukan dinilai oleh orang awam.
Maka untuk mengetahui hal tersebut yakni meminta orang-orang seperti ini untuk menyampaikan ilmu, maka ketahuan dia berilmu atau tidak. Semisal suruh dia ajarkan dia ilmu tajwid didepan jamaah dan ada orang berilmu dalam bidang tajwid untuk menilainya, maka akan ketahuan dia adalah orang yang tidak berilmu. Atau suruh ajarkan ilmu ushul fikih, maka kita akan dapat melihat berapa lama dia mampu menyampaikan hal itu.
Juga jangan mengambil rujukan dari youtube dan semacamnya, karena mengetahui seseorang berilmu atau tidak penilainya adalah orang yang lebih berilmu dari dia.
Masalahnya saat ini sering terjadi ketika seseorang mampu berceramah dengan baik, apalagi masuk di youtube dan dilike banyak orang awam, lalu orang itu diustadzkan, dan diundang kesana-kemari, tentu ini rujukan yang keliru. Waallahua'lam. "
Alloh Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)” (Al-A’raf:33)
Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dan berbicara tentang Alloh tanpa ilmu meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari’atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’atNya, dan agamaNya.” [Catatan kaki kitab At-Tanbihat Al-Lathifah ‘Ala Ma Ihtawat ‘alaihi Al-‘aqidah Al-Wasithiyah, hal: 34, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit:Dar Ibnil Qayyim]
Referensi "Bahaya berbicara agama tampa ilmu", karya Ustadz Muslim Atsary di almanhaj.or.id

No comments:

Post a Comment