Tuesday, December 27, 2016

Kalau beragama berdasarkan asal niatnya baik tampa ilmu, terus beramalnya pakai apa?


Sering kali kita jumpai orang yang gak mau menuntut ilmu agama dengan alasan dalam beragama asal niatnya baik, atau yang penting saya beriman dan bertakwa kepada Allah dan RasulNya saja. Ketahuilah pernyataan demikian sesungguhnya adalah pernyataan jahil, jadi ingat kajian Ustadz Maududi Abdullah soal ini, " ketakwaan itu memerlukan ilmu, karena dengan ilmu seseorang dapat beramal, wujud dari ketakwaan dia kepada Allah dan RasulNya. Dengan ilmu yang dimilikinya dia tau mana Sunnah dan mana bid'ah, dengan ilmu dia tau mana perkara haram dan mana perkara halal, dengan ilmu dia jadi tau mana hidayah dan mana kesesatan dan seterusnya. Jika dia enggan mencari ilmu, dengan alasan yang penting hatinya baik atau alasan lainnya, tentu pertanyaannya dari mana dia tau cara dalam beramal?, bagaimana dia tau bentuk ketaatan kepada Allah dan RasulNya yang diinginkan Allah dan RasulNya dalam Alquran dan As sunnah?".
Sesungguhnya kemuliaan itu memang tidak akan dapat tercapai tanpa ilmu. Namun ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu syar’i, sebab hakikat kemuliaan sejati adalah menurut pandangan Allah Ta’ala. Maka siapakah orang yang mulia dalam pandangan Allah? Orang yang paling mulia dalam pandangan Allah adalah orang yang berilmu dan dengan ilmunya tersebut ia beriman serta bertaqwa pada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya:
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al Mujaadalah: 11)
Juga firman Allah Ta’ala yang artinya:
“Kami tinggikan derajat orang-orang yang Kami kehendaki.” (QS. Yusuf: 76)
Syaikh Abdul Malik ar-Ramadhani menukilkan perkataan Imam Malik rahimahullah tentang ayat ini dalam kitabnya Sittu Duror: “Maksudnya, (Kami tinggikan derajat mereka) dengan ilmu.”
Syaikh Abdul Malik Ar-Ramadhani masih dalam kitab yang sama menceritakan sebuah hadist dari ‘Amir bin Watsilah bahwa Nafi’ bin Abdul Harits pernah bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfan. Dan ‘Umar waktu itu mengangkatnya menjadi gubernur Makkah. ‘Umar lalu bertanya: “Siapakah yang engkau tugaskan sebagai wakilmu untuk mengawasi penduduk Wadi (Makkah)?” “Ibnu Abzi.” Jawab Nafi’. “Siapakah Ibnu Abzi itu?” ‘Umar bertanya. Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang budak kami yang telah dimerdekakan.” ‘Umar bertanya, “Apakah engkau menjadikan seorang mantan budak menjadi pemimpin mereka?” Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal kitabullah dan seorang alim dalam ilmu pembagian harta waris.” Lalu ‘Umar berkata, “Ketahuilah bahwa Nabi kalian telah bersabda ‘Sesungguhnya Allah mengangkat dengan kitab ini (Al-Qur’an) beberapa golongan dan dengannya pula Dia merendahkan yang lainnya.'” (diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya (816) serta Ibnu Majah (218))
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya, “Ketahuilah bahwa tidak ada illah yang haq disembah melainkan Allah, maka mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Al-Imam Bukhari menjadikan ayat ini pada salah satu bab dalam kitab Shahih-nya. Beliau berkata “Bab Ilmu sebelum berkata dan berbuat”, kemudian beliau mengomentari ayat tersebut: “Maka Alloh Jalla Jalaluhu telah memulai dengan ilmu sebelum berucap dan beramal.”
Syaikh Abdul Malik Ar-Ramadhani rahimahullah juga telah menukilkan sebuah perkataan yang indah dari Al-‘Alamah Ibnul Qayyim Al-Jauziah rahimahullah dalam kitabnya Sittu Duror:
“Kemuliaan ilmu itu tergantung pada apa yang dibahas, dan tidak ragu lagi bahwa ilmu yang paling mulia dan paling agung adalah ilmu bahwa Allah adalah Dzat yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia Rabbul ‘Alamin, yang menegakkan langit-langit dan bumi, Raja yang haq dan nyata, yang memiliki seluruh sifat kesempurnaan dan jauh dari segala cacat dan kekurangan serta dari segala penyamaan dan penyerupaan dalan kesempurnaan-Nya. Juga tidak ragu lagi bahwa ilmu tentang Allah, tentang nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya serta perbuatan-Nya adalah ilmu yang paling mulia dan agung.”
Perkataan beliau tersebut menyiratkan bahwa ilmu yang paling utama adalah ilmu tentang tauhid, sebagaimana perkataan beliau selanjutnya:
“Dan ilmu tentang Allah merupakan pokok serta dasar pijakan semua ilmu. Bararangsiapa mengenal Allah, dia akan mengenal yang selain-Nya dan barangsiapa yang tidak mengenal Rabb-Nya, terhadap yang lain dia lebih tidak mengenal lagi.”
Mengapa ilmu tentang tauhid begitu penting kedudukannya menurut pandangan para ulama?
Syaikh Abdul Aziz bin Adullah bin Baz mengatakan dalam kitabnya Al-Ilmu wa Akhlaaqu Ahlih (edisi Indonesia: Ilmu dan Akhlak Ahli Ilmu):
Bukanlah tujuan berilmu itu agar engkau menjadi seorang ‘alim atau agar engkau diberi ijazah yang diakui dalam suatu bidang ilmu. Namun tujuan di belakang semua itu adalah supaya engkau beramal dengan ilmu yang engkau miliki, agar engkau mengarahkan manusia kepada kebaikan. Beliau menyebutkan:
Karena dengan ilmu-lah seseorang sampai pada pengetahuan tentang kewajiban yang paling utama dan paling agung, yaitu men-tauhid-kan Allah dan mengikhlaskan ibadah untuk-Nya. Sebagaimana sudah kita ketahui bahwa Islam didirikan atas lima dasar yang disebut rukun Islam, dan dasar yang pertama adalah syahadah Laa Ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang haq selain Allah) yang melahirkan konsekuensi bagi yang mengucapkannya untuk beriman pada Allah dan hanya beribadah kepada-Nya. Allah berfirman dalam kitab-Nya yang artinya: “Sembahlah Allah olehmu sekalian, sekali-kali tidak ada sesembahan yang haq selain daripada-Nya. Maka, mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya).” (QS. Al-Mukminuun: 32)
Referensi dari "Ilmu Cahaya kaum Salaf', karya Ustadz Abu Sa'ad di muslim.or.id.co

No comments:

Post a Comment