Thursday, February 9, 2017

Kenapa Riba diharamkan?


Banyak orang yang masih awam terhadap bahaya riba, mungkin karena kebanyakan orang tidak tau bagaimana kinerja riba, karena ketidak tahuan ini akhirnya masih banyak orang terjebak dalam amalan2 ribawi.
Dalam sebuah kajian Ustadz Erwandi Tarmidzi menjelaskan dengan detail tentang ini, kata beliau riba adalah cara paling zalim dalam mengambil keuntungan dari orang lain, banyak ayat dan hadist menyebut bahwa Allah dan RasulNya melaknat pelaku riba, dari amalan riba juga asal muasal terjadinya inflasi(penurunan nilai barang dan jasa) dalam masyarakat yang menggunakan sistem ekonomi ribawi.
Misal ada sebuah keluarga miskin, suami dalam keluarga itu ingin mengambil kredit sebuah produk seperti motor atau mesin cuci, kemudian ada beban bunga 25% pada kreditnya. Besarnya 25% itu adalah beban yang harus dia tanggung adalah kepanjangan tangan pihak yang terlibat dalam transaksi kredit ini, jumlah bunga yang harus ditanggung si miskin mulai dari penabung uang di bank, kemudian juga keuntungan banyak tangan dari bank, penyelengara kredit sampai sales kredit yang memproses kredit itu. Ini jelas sangatlah zalim, karena seseorang yang secara ekonominya rendah(miskin) yang bekerja dengan susah payah menghasilkan rupiah harus membayari kewajiban kepada banyak orang.
Dan efek paling buruk dari pinjaman berupa bunga kredit serta bank adalah faktor utama menyumbang penurunan nilai dari barang dan jasa(inflasi), selisih inflasi itulah yang mereka makan. Jika di tahun 1990an harga mobil kijang adalah 30 jutaan, apakah dengan uang yang sama yakni 30 juta di tahun 2017 masih dapat untuk membeli mobil kijang?, tentu tidak dapat untuk membelinya sama sekali, itulah inflasi, hal ini terjadi akibat dari permainan sistem ribawi membuat nilai barang turun.
Kita bandingkan dengan keadaan di Arab Saudi yang dalam sistem ekonomi sangat kecil menggunakan sistem ekonomi riba, juga mereka dalam tukar menukar barang menggunakan mata uang dinar, dimana mata uang emas ini memiliki nilai yang terjaga sepanjang masa, karena memang jumlah emas didunia ini sangat terbatas, sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi inflasi. Mari kita buktikan, jika dijaman Nabi 1438 tahun yang lalu satu ekor kambing seharga 1 dinar dan disebutkan dalam sebuah hadist, maka saat inipun di tahun 2017 nilai satu ekor kambing tetap satu dinar, ini fakta bahwa tata cara jual beli sesuai sunnah jauh lebih baik, tidak ada penurunan nilai meskipun sudah melewati waktu lebih dari 1400 tahun, sungguh benar Allah dan RasulNya.
Maka sepatutnya kita menjauhi cara riba dalan kehidupan sehari-hari melihat ancaman azab dan juga banyak mudharat yang diakibatkannya. Waallahua'lam.
Perhatikan hadist ini,
عَنْ عُرْوةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهُ دِيْنَارًا يَشْتَرِيْ لَهُ بِهَ شَاةً، فَاشْتَرَى لَهُ بِهِ شَاتَيْنِ، فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِيْنَارٍ، وَجَاءَهُ بِدِيْنَارٍ وَشَاةٍ، فَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ فِي بَيْعِهِ، وَكَانَ لَوْ اشْتَرَى التُّرَابَ لَرَبِحَ فِيْهِ
Dari ‘Urwah (al-Bariqi) bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberinya satu dinar untuk membelikan seekor kambing bagi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dengan satu dinar itu ‘Urwah membeli dua ekor kambing, kemudian menjual salah satunya dengan harga satu dinar, lalu memberikan satu dinar dan seekor kambing kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Nabipun mendoakan agar perdagangannya diberkahi, maka andai ia membeli debu, ia akan meraih untung. [HR al-Bukhâri no. 3.642]
Diriwayatkan dari Samuroh bin Jundub radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda menceritakan tentang siksaan Allah kepada para pemakan riba, bahwa “Ia akan berenang di sungai darah, sedangkan di tepi sungai ada seseorang (malaikat) yang di hadapannya terdapat bebatuan, setiap kali orang yang berenang dalam sungai darah hendak keluar darinya, lelaki yang berada di pinggir sungai tersebut segera melemparkan bebatuan ke dalam mulut orang tersebut, sehingga ia terdorong kembali ke tengah sungai, dan demikian itu seterusnya.”. (HR. Bukhari II/734 nomor 1979)

No comments:

Post a Comment