Sunday, February 12, 2017

Buku Fiqih Seputar Masjid


Penulis : Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan
Penerbit : Pustaka Imam Asy-Syafi’i
Ukuran: 15 cm x 23 cm
Tebal: 430 Halaman
Berat: 0,6 Kg
Judul Kitab Asli: Ahkamu Hudhuri Al-Masajid
Resensi
Membangun masjid dengan tujuan mencari ridha Allah Ta’ala adalah perbuatan mulia. Namun, memakmurkannya dengan berbagai aktifitas ibadah di dalamnya dan menjaga adab-adab serta menegakkan hukum-hukumnya tidaklah kalah pentingnya. Sebab masjid didirikan bukan untuk tujuan lain kecuali beribadah kepada Allah Ta’ala.
Agar dapat memakmurkan masjid dengan benar, umat Islam harus belajar ilmu tentang seluk beluk hukum dan adab-adab di masjid. Dalam hal ini telah banyak ulama Muslimin yang menuangkan buah pena mereka dalam sebuah buku yang menginformasikan tentang masjid dan sebagainya.
Buku ini ditulis untuk menyampaikan keprihatinan penulisnya terhadap fenomena masjid dan umat Islam akhir-akhir ini sekaligus memberikan penyuluhan terhadap umat Islam dalam urusan masjid mereka. Penulis melihat umat Islam membangun dan mendatangi masjid karena faktor budaya dan rutinitas yang kosong dari semangat dan makna. Buku ini diharapkan dapat membantu mereka memperbaiki kondisi umat ini dan mengembalikan fungsi masjid dan kemuliaannya sebagaimana dulu di zaman salafus shalih sehingga pengaruhnya dapat dirasakan dalam kehidupan umat ini. Wallahu A’lam …
Buku ini membahas seputar definisi, keutamaan, adab, hukum, tata cara shalat jamaah, shalat jum’at dan hukum wanita datang ke mesjid, berikut di antara isinya:
Shalat Mengarah ke sutrah (Pembatas)
Di antara perkara seyogyanya diusahakan dengan maksimal adalah orang yang shalat, yakni setelah masuk masjid, adalah melakukan shalat sunnah dengan mengarah ke sutrah atau pembatas, dan hendaknya dia dekat dengannya, sutrah disyari’atkan bagi imam dan orang yang shalat sendirian. Demkian dengan makmum yang masbuq, yaitu ketika dia berdiri untuk melengkapi rakaat yang tertinggal, namun hal itu dilakukan jika kondisinya memungkinkan. Sutrah ini bahkan disyari’atkan, meskipun seseorang shalat di tempat yang tidak dikhawatirkan adanya orang/hewan yang meintas di sana. Ketentuan itu berdasarkan keumuman dalil-dalil yang mencakup semua orang yang menuanaikan shalat. Juga, karena terkadang yang melintas di depannya bukanlah makhluk yang dapat dilihat manusia, yaitu syaithan. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadits Sahl yang akan disebutkan nanti, insya Allah.
Tidak ada perbedaan antara kaum Adam dan kaum Hawa dalam syari’at pembuatan/peletakan sutrah, meskipun hal ini sering disepelekan manusia. Adanya anggapan disepelekan tidak lain karena sebagian orang melakukan shalat sunnah dengan tidak mengarah ke sutrah, tetapi justru melakukannya di tengah atau di bagian belakang masjid, tanpa adanya sutrah. Fenomena ini termasuk suatu bentuk kebodohan dan ketidakpahaman terhadap agama. Kaum perempuan -secara khusus- sering menganggap sepele masalah sutrah. Oleh karena itulah, Anada nyaris tidak pernah menjumpai seorang wanita yang shalat di rumahnya dengan mengarah ke sutrah, kecuali segelintir saja dari mereka, dan itu pun jarang terlihat.
Harga buku 60 ribu, harga belum termasuk ongkos krim, bagi teman yang berminat silahkan inbox atau hubungi WA 081378517454, semoga menjadi info manfaat, syukron.

No comments:

Post a Comment