Sunday, February 26, 2017

Bagi yang sering bilang Allah ada dimana-mana mohon dibaca.


Baca sebuah post yang menyebut seorang habib yang menyatakan mengeluarkan AA.Gym dari paham Ahlu Sunnah karena menyatakan Allah beristiwa' diatas arsy, ini sungguh memprihatinkan karena pernyataan itu sama halnya mengeluarkan hampir semua ulama Ahlu Sunnah keluar dari paham Ahlu Sunnah, karena apa yang dipahami AA.Gym juga dipahami para ulama besar Ahlu Sunnah seperti para imam madhzab, subhanaAllah.
Imam Maliki :,"mempertanyakan makna istiwa'(bersemayamnya) Allah adalah bentuk kebid'ahan ".
Ketika Imam Malik (wafat th. 179 H) rahimahullah ditanya tentang istiwa’ Allah, maka beliau menjawab:
َاْلإِسْتِوَاءُ غَيْرُ مَجْهُوْلٍ، وَالْكَيْفُ غَيْرُ مَعْقُوْلٍ، وَاْلإِيْمَانُ بِهِ وَاجِبٌ، وَالسُّؤَالُ عَنْهُ بِدْعَةٌ، وَمَا أَرَاكَ إِلاَّ ضَالاًّ.
“Istiwa’-nya Allah ma’lum (sudah diketahui maknanya), dan kaifiyatnya tidak dapat dicapai nalar (tidak diketahui), dan beriman kepadanya wajib, bertanya tentang hal tersebut adalah perkara bid’ah, dan aku tidak melihatmu kecuali da-lam kesesatan.”
Kemudian Imam Malik rahimahullah menyuruh orang tersebut pergi dari majelisnya.
Lihat Syarhus Sunnah lil Imaam al-Baghawi (I/171), Mukhtasharul ‘Uluw lil Imaam adz-Dzahabi (hal. 141), cet. Al-Maktab al-Islami, tahqiq Syaikh al-Albani.
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ
“Lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy.” [Al-A’raaf: 54]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “…Pandangan yang kami ikuti berkenaan dengan masalah ini adalah pandangan Salafush Shalih seperti Imam Malik, al-Auza’i, ats-Tsauri, al-Laits bin Sa’ad, Imam asy-Syafi’i, Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan Imam-Imam lainnya sejak dahulu hingga sekarang, yaitu mem-biarkannya seperti apa adanya, tanpa takyif (mempersoalkan kaifiyahnya/hakikatnya), tanpa tasybih (penyerupaan) dan tanpa ta’thil (penolakan). Dan setiap makna zhahir yang terlintas pada benak orang yang menganut faham musyabbihah (menyerupakan Allah dengan makhluk), maka makna tersebut sangat jauh dari Allah, karena tidak ada sesuatu pun dari ciptaan Allah yang menyerupai-Nya. Seperti yang difirmankan-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.’ [Asy-Syuuraa: 11]
Tetapi persoalannya adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh para Imam, di antaranya adalah Nu’aim bin Hammad al-Khuza’i -guru Imam al-Bukhari-, ia mengatakan: ‘Barangsiapa yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, maka ia kafir. Dan barangsiapa yang mengingkari sifat yang telah Allah berikan untuk Diri-Nya sendiri, berarti ia juga telah kafir.’ Tidaklah apa-apa yang telah disifatkan Allah bagi Diri-Nya sendiri dan oleh Rasul-Nya merupakan suatu bentuk penyerupaan. Barangsiapa yang menetapkan bagi Allah Azza wa Jalla setiap apa yang disebutkan pada ayat-ayat Al-Qur-an yang jelas dan hadits-hadits yang shahih, dengan pengertian yang sesuai dengan kebesaran Allah, serta menafikan segala kekurangan dari Diri-Nya, berarti ia telah me-nempuh jalan hidayah (petunjuk).”
Referensi dr almanhaj.or.id, " Makna Istiwanya Allah di arsy", karya Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas.

No comments:

Post a Comment