Tuesday, September 26, 2017

Pertama ghuluw, selanjutnya taklid buta, kemudian bid'ah, kemudian syirik dan terakhir agama itu lenyap.


Oleh Siswo Kusyudhanto
Beberapa waktu yang lalu di Instagram saya diskusi dengan seorang suster katolik dari Bogor, dalam diskusi awalnya biasa saja namun terakhir dia memojokkan saya dengan mengatakan, "semoga Yesus menuntunmu kejalan yang benar wahai domba tersesat", subhanallah. Kemudian saya mengatakan kepadanya hidayah atau kesesatan itu ukurannya dalil dari kitab suci, maka saya sampaikan bahwa dia sebenarnya sedang tersesat bahkan jika ditinjau dari Injil sekalipun. Si suster tidak percaya akan hal ini, lalu saya sampaikan, " coba ibu cari di ayat mana dalam Bibel/Injil perintah merayakan natal?, insyaAllah tak satupun ayat memuat perintah perayaan natal. Kalau dalam istilah kami natal adalah bid'ah, karena Isa Al Masih tidak sekalipun mengamalkan perayaan Natal, bahkan para sahabat nya juga tidak pernah merayakan natal. Tanggal kelahiran Isa Al Masih juga tidak ada sejarawan yang mengetahui kapan lahirnya, bahkan menurut beberapa ahli sejarah Isa Al Masih kemungkinan lahir ditanggal 15 Januari, bukan 25 Desember!?. Demikian juga soal berkumpul di hari Minggu kemudian bernyanyi nyanyi, di ayat mana dalam Bibel/Injil ada perintah demikian?, Bahkan Isa Al Masih tidak pernah mengamalkan demikian. Sementara dalam Islam berkumpul umat muslim di hari Jum'at diatur khusus dalam Surat Al Jumuah".
Setelah saya paparkan panjang lebar, akhirnya si suster katolik terdiam, semoga Allah memberikan hidayah kepadanya, aamiin.
Kalau ada pertanyaan kenapa dalam agama Nasrani banyak amalan bid'ah?, Juga sampai ada kerusakan Aqidah yang menganggap ada 3 kepribadian dalam satu dzat, atau yang disebut dengan trinitas?, Atau juga kenapa agama Nasrani sulit terlihat agama aslinya seperti yang dibawa oleh Isa Al Masih?, Jawabannya semua diawali dari ghuluw, berlebihan dalam agama.
Ustadz Abu Haidar As Sundawy ketika membahas tentang ghuluw menyebutkan Surat At Taubah 31, beliau mengatakan," didalam ayat disebutkan bahwa mereka mengangkat orang alim dan juga para ulama sebagai Tuhannya, ini bukan dalam makna harfiah dimana ada manusia menyembah manusia lainnya, namun artinya mereka berlebih dalam beragama, menganggap apa yang disampaikan para orang alim dan ulamanya pasti benar, sehingga mereka mengambil syariat -syariat bikinan para orang alim dan ulama, dan mereka meninggalkan syariat-syariat yang sudah ditetapkan oleh Allah. Padahal yang memiliki hak mutlak membuat syariat hanya Allah Azza Wa Jalla, waallahua'lam."
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا تُـطْـرُوْنِـيْ كَمَـا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَـرْيَمَ، فَإِنَّمَـا أَنَـا عَبْدُهُ، فَـقُوْلُوْا عَبْـدُ اللّـهِ وَرَسُوْلُـهُ
Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah, ‘‘Abdullâh wa Rasûluhu (hamba Allâh dan Rasul-Nya).’”-Shahih: HR. Al-Bukhari (no. 3445), at-Tirmidzi dalam Mukhtashar asy-Syamaa-il al-Muhammadiyyah (no. 284), Ahmad (I/23, 24, 47).

No comments:

Post a Comment