Thursday, June 1, 2017

Level malu paling tinggi, malunya orang beriman.


Dalam sebuah kajian Ustadz Abu Haidar As Sundawy mengatakan, " jika seseorang ada seseorang takut melakukan sebuah perbuatan maksiat karena mengetahui dosa dan azab kelak yang akan dia terima di akhirat, maka dalam tingkatan yang lebih tinggi adalah seseorang malu ketika melakukan perbuatan maksiat. Seseorang yang malu berbuat maksiat karena dia sudah merasa diberikan banyak nikmat, namun malu baginya untuk menggunakan nikmat itu dalam bermaksiat kepada Allah Azza Wa Jalla. Dia merasa diawasi terus menerus oleh Allah Azza Wa Jalla dimana pun dia berada, baik ada orang atau tidak, baik ada cctv ataupun tidak cctv, baginya berbuat maksiat wajib dia hindari. Sama hal misal yang sering saya contohnya, kita punya tetangga yang baik banget, sering memberi makanan dan menolong kita, jika kita pinjam mobil kepadanya maka dia beri sopir, bensin full, uang toll sampai uang untuk pak ogah juga dikasih, tentu kita menjaga diri kepada tetangga itu agar tidak membuatnya kecewa, kita akan berbuat sebaik mungkin kepadanya agar jangan sampai membuat dia kecewa. Jika kepada seseorang yang berbuat baik kepada kita wajib menjaga hubungan baik kepadanya maka hukumnya wajib berbuat baik kepada zat yang super baik dan Maha baik yakni Allah, karena Allah memberikan banyak hal kebaikan kepada kita, mulai dari dalam tubuh kita seperti paru-paru yang berjalan normal, jantung yang berjalan normal, limpa, hati, ginjal dan seterusnya. Jika salah satu saja dalam tubuh kita gagal berfungsi itu jadi masalah besar buat kita, namun Alhamdulillah itu berjalan normal, kebaikan bagi kita yang tidak terkira, dan masih banyak hal baik yang diberikan Allah kepada kita yang tidak terhitung jumlahnya."
Allah Azza Wa Jalla berfirman :
"Kalian sekali-kali tidak dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan dan kulit kalian terhadap kalian, tetapi kalian mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kalian kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangka kalian yang telah kalian sangka terhadap Rabb kalian, prasangka itu telah membinasakan kalian, maka jadilah kalian termasuk orang-orang yang merugi”. [Fushshilat/41 : 22-23].
Ibnul-A’rabi berkata: “Orang yang paling merugi, ialah yang menunjukkan amal-amal shalihnya kepada manusia dan menunjukkan keburukannya kepada Allah yang lebih dekat kepadanya dari urat lehernya”
Sumber referensi,"MENGAWASI DIRI SENDIRI"
OlehDr. ‘Abdul-Qayyum as-Suhaiban, diweb almanhaj.or.id
_________________________
"Diawasi terus menerus"
Ditulis oleh al-Ustadzah Ummu Ishaq al-Atsariyah di edisi Majalah Atsyariah
Muraqabah, ( Merasa diawasi oleh Allah secara terus menerus).
Muraqabah memiliki dua sisi:
Engkau selalu menghadirkan perasaan diawasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala, engkau selalu mawas diri, memerhatikan dirimu yang engkau sadar dirimu senantiasa diawasi oleh-Nya.
Engkau percaya bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mengawasimu, sebagaimana firman-Nya,
وَكَانَ ٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ رَّقِيبٗا ٥٢
“Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.” (al-Ahzab: 52)
Dengan muraqabah ini, engkau yakin bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui segala tindak tandukmu, apakah itu ucapanmu, perbuatanmu, ataupun keyakinan yang tersembunyi dalam kalbumu. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱلۡعَزِيزِ ٱلرَّحِيمِ ٢١٧ ٱلَّذِي يَرَىٰكَ حِينَ تَقُومُ ٢١٨ وَتَقَلُّبَكَ فِي ٱلسَّٰجِدِينَ ٢١٩
“Bertawakallah engkau kepada Dzat Yang Mahaperkasa lagi Maha Penyayang. Yang Dia melihatmu ketika engkau berdiri (melakukan ibadah). Dan Dia melihat gerak-gerikmu di antara orang-orang yang sujud.” (asy-Syu’ara: 217—219)
Allah subhanahu wa ta’ala melihat apa yang engkau lakukan di tengah malam yang gulita saat tidak ada seorang pun melihat dirimu. Saat engkau berdiri untuk ibadah kepada-Nya, Dia tahu. Saat engkau sujud, Dia pun tahu.
Dengan muraqabah, engkau yakin Allah subhanahu wa ta’ala mendengar semua yang terucap oleh lisanmu. Karena itu, engkau jaga lisanmu agar tidak berucap kecuali kebenaran atau diam, sebagaimana bimbingan agung sang Rasul yang agung shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَ الْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau hendaknya dia diam.”
Dengan muraqabah, engkau jaga pandangan matamu agar tidak melihat sesuatu yang diharamkan walau sembunyi-sembunyi. Sebab, engkau yakin dengan firman-Nya,
يَعۡلَمُ خَآئِنَةَ ٱلۡأَعۡيُنِ وَمَا تُخۡفِي ٱلصُّدُورُ ١٩
“Dia mengetahui pandangan mata yang khianat dan apa yang tersimpan dalam dada.” (Ghafir: 19)
Dengan muraqabah, engkau selalu memerhatikan kalbumu. Adakah di dalamnya penyakit yang harus dibasmi seperti syirik, riya, penyimpangan, iri dengki, benci, amarah, loyal kepada orang kafir, dan semisalnya, yang tidak Allah subhanahu wa ta’ala ridhai?
Engkau selalu memerhatikan kalbumu dan berusaha memperbaikinya. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلَقَدۡ خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ وَنَعۡلَمُ مَا تُوَسۡوِسُ بِهِۦ نَفۡسُهُۥۖ
“Sungguh Kami telah menciptakan manusia dan Kami mengetahui apa yang dibisikkan oleh jiwanya.” (Qaf: 16)
Bagaimana pun rapatnya engkau menyimpannya, di sudut hatimu yang paling dalam, Allah subhanahu wa ta’ala pasti mengetahuinya. Jangankan yang ada di kalbu, semua yang di bumi dan di langit, tidak ada yang tersembunyi bagi Allah subhanahu wa ta’ala.
Dia Yang Mahaagung berfirman,
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَخۡفَىٰ عَلَيۡهِ شَيۡءٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِي ٱلسَّمَآءِ ٥
“Sesungguhnya bagi Allah, tidak ada sesuatu pun di bumi dan tidak pula di langit yang tersembunyi bagi-Nya.” (Ali Imran: 5)
Segala sesuatu yang di bumi dan di langit itu ada yang dirinci-Nya sebagaimana dalam ayat berikut,
وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلۡغَيۡبِ لَا يَعۡلَمُهَآ إِلَّا هُوَۚ وَيَعۡلَمُ مَا فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِۚ وَمَا تَسۡقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعۡلَمُهَا وَلَا حَبَّةٖ فِي ظُلُمَٰتِ ٱلۡأَرۡضِ وَلَا رَطۡبٖ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَٰبٖ مُّبِينٖ ٥٩
“Di sisi-Nyalah kunci-kunci perbendaharaan yang gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan. Tidak ada selembar daun pun yang jatuh kecuali Dia mengetahuinya, tidak pula biji dalam kegelapan bumi, tidak pula yang basah dan tidak pula yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (al-An’am: 59)

No comments:

Post a Comment