Sunday, June 18, 2017

Ayah adalah pintu surga kedua.

Melihat sebuah berita dimana disaat mendekati puncak dari bulan suci ini ada seorang anak yang masih enggan mengakui ayah kandungnya sebagai orang tuanya sungguh bikin miris, padahal dalam syariat agama Islam ayah termasuk orang yang harus dihormati, jika tidak mau mengakui dikarena sebab kesalahan dimasa lalu sekalipun maka anak itu sudah masuk anak durhaka.
Jadi ingat kajian Ustadz Abu Zubair Al Hawari tentang hal ini, kata beliau, " Mungkin banyak guru kita, para ustadz atau pemuka agama sering membahas pentingnnya berbakti kepada orang tua terutama ibu, kedudukan ibu sering dikaji dan dibahas dalam banyak kajian ilmu dan kitab, namun hal ini jangan mengecilkan peran seorang ayah dalam kehidupan kita. Ayah adalah pintu surga kedua setelah ibu, berbakti kepada ayah adalan jalan lain menuju ke surga. Kenapa kita wajib juga berbakti kepada ayah kita?, karena peran ayah bagi kehidupan kita sangatlah penting. Tampa mengecilkan peran seorang ibu sebenarnya seorang ayah ada beberapa keutamaan dibandingkan seorang ibu, jika seseorang ibu meninggal dunia dia tidak akan meninggalkan nama kepada kita, namun jika seorang ayah meninggal dia akan meninggalkan nama kepada para anaknya, orang selalu menyebut seseorang dengan "bin" ayahnya. Seorang ayah juga mempunyai peran dalam menanamkan karakter dan kepribadian tegas kepada seorang anak, jika seorang anak meminta sesuatu dia akan merayu ibunya, karena seorang ibu mudah tersentuh oleh rengekan dan tangisan anaknya, tidak dengan seorang ayah, seorang ayah punya ketegasan dalam mengarahkan anaknya, itupun demi kebaikan sang anak, rayuan dan rengekan anak tidak akan berpengaruh kepada seorang ayah karena kebaikan anaknya jauh lebih penting. Jika ibu memiliki sifat keibuan karena bakat dan tercipta dengan sendirinya, sejak kecil seorang anak perempuan suka bermain boneka karena memang naluri keibuannya sudah ada dan itu akan dia bawa sampai dewasa ketika mengandung anak hingga melahirkan, tidak dengan menjadi seorang ayah, menjadi sesorang ayah butuh proses belajar menjadi ayah yang lama, makanya berbeda ketika seorang lelaki belum memiliki anak dan setelah memiliki anak.
Maka berbaktikan kepada ayah kita sebaik dan semampu mungkin, karena itu adalah pintu kedua menuju surga, waallhua'lam."
surat al-Israa’ ayat 23-24, Allah Ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, ‘Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.’” [Al-Israa’ : 23-24]
Perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa’ ayat 36:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil [1], dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” [An-Nisaa’ : 36]
Dalam surat al-‘Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir jika mereka mengajak kepada kekafiran:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۖ وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۚ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” [Al-‘Ankabuut (29): 8] Lihat juga surat Luqman ayat 14-15.
Sumber referensi; "Cari keridhaan Allah dengan berbakti kepada orang tua", karya Ustadz Abdul Qodir Jawa di Almanhaj.or.id

No comments:

Post a Comment