Monday, May 13, 2019

NYESEL DULU IKUT DEMO



Oleh Siswo Kusyudhanto

Lewat jalan raya dan ada truck dengan gambar Pak Harto, dengan tulisan, "Piye Kabare?, penak jamanku tho?', tulisan itu sepintas lucu dan bikin pembacanya tersenyum, namun bagi saya ada bagian hati saya yang sakit hati, maklum saya termasuk dalam aktivis di era 90an, dan dulu aksi reformasi terasa sangat heroik, keren, apalagi saya sempat ditangkap polisi dan diinterogasi polisi berjam-jam, terasa full kerennya, demo dan aksi saat itu menyimpan harapan besar akan perubahan. Namun faktanya sangat jauh dari harapan, kehidupan setelah reformasi jauh lebih buruk, mungkin salah satunya disebabkan perbuatan saya sendiri yakni ikut demo dan aksi merongrong pemerintahan saat itu.

Namun justru kalau mau menjawab dengan jujur enak mana setelah reformasi atau sesudah reformasi, maka kita akan jawab"jaman Pak Harto atau sebelum reformasi kehidupan kita jauh lebih baik dari saaqat ini".

Setelah mengenal Dakwah Sunnah baru mengetahui bahwa aksi reformasi dulu itu sangat jauh dari cara yang disunnahkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dalam menyikapi pemimpin zalim.

Dalam konteks ajaran Ahlu Sunnah menasehati pemerintah itu terlarang dengan cara terbuka dan diharuskan dalam menyampaikan secara sembunyi-sembunyi, sungguh benar Allah dan RasulNya.

Semoga dapat menjauhi segala bentuk penyimpangan syariat, termasuk dalam menyikapi penguasa yang zalim, aamiin.

Imam Al-Barahari berkata, “ Jika engkau melihat seseorang mendoakan kejelekan bagi penguasa maka ia adalah pengikut hawa nafsu, dan bila engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan bagi penguasa, maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut sunnah.” (Syarhus Sunnah, hal. 328)

Imam Ahmad mengatakan, “Saya selalu mendoakan penguasa siang dan malam agar diberikan kelurusan dan taufik, karena saya menganggap itu suatu kewajiban.” (As-Sunna Al-Khallal, hal 82-83)

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang ingin menasejati pemimpin maka janganlah ia memulai dengan terang-terangan, namun hendaknya ia ambil tangannya, kemudian bicara empat mata. Jika diterima maka itulah (yang diharapkan), jika tidak maka ia telah melaksanakan kewajibannya.” (HR. Ahmad 3/303. Ath-Thabrani 17/367, dishahihkan oleh Al-Albani)

Imam Malik mengatakan, “ Merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang telah diberikan Ilmu oleh Allah dan pemahaman untuk menemui penguasa, menyuruh mereka dengan kebaikan, mencegahnya dari kemungkaran, dan menasehatinya. Sebab, seorang alim menemui penguasa hanya untuk menasehatinya, dan jika itu telah dilakukan maka termasuk keutamaan di atas keutamaan.” (Al-Adab asy-Syar’iyyah fi Bayani Haqqi ar-Ra’i war Ra’iyyah, hal. 66)

Sumber Referensi " Etika Terhadap pemimpin", karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal Msc. di web rumoysho.c

No comments:

Post a Comment