Monday, August 13, 2018

NGAJI KITAB TERJEMAHAN???


Oleh Siswo Kusyudhanto
Sering kali di sosial media muncul olok-olok ngaji kitab terjemahan, dan anehnya hal tersebut ditujukan kepada kajian Sunnah yang notabene pemateri kajian tersebut adalah mayoritas lulusan Jazirah Arab, seperti alumni Universitas Islam Madinah, atau Darul Hadist Yaman dan lainnya. Padahal disana jelas dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan kitab terjemahan, apalagi kitab terjemahan bahasa Indonesia? , karena yangdigunakan dalam proses belajar mengajar disana adalah bahasa Arab, termasuk kitab2 panduannya tentunya juga berbahasa Arab.
Kata seorang ustadz orang-orang yang sering kali mengolok-olok kitab terjemahan mungkin masih terbiasa adat dan kebiasaan kaum kolonial Belanda, seperti kita ketahui dalam masa penjajahan kitab2 dan bahkan Al-Qur’an dilarang diterjemahkan kedalam bahasa yang dipahami oleh rakyat Indonesia, tujuannya agar rakyat Indonesia tidak mengetahui ajaran Islam yang sebenarnya, dengan demikian rakyat Indonesia selamanya bodoh dan pada akhirnya terus menerus dapat dimanipulasi oleh kaum kolonial Belanda, baik harta dan tenaganya juga sumber daya alamnya.
Memang bahasa paling afdhol untuk dipelajari dalam ilmu agama adalah bahasa induk agama ini yakni bahasa Arab, namun tidak menjadikan bahasa setempat menjadi haram hukumnya, dan belum ada fatwa ulama diatas bumi ini menghukumi kitab terjemahan dari para ulama kibar(besar) adalah haram.
Lihat bagaimana hausnya Ibu Kartini kepada kitab terjemahan, terutama terjemahan Al-Qur’an, yang menggambarkan betapa sulit mendapatkan dimasa itu karena Pemerintah kolonial Belanda menghambatnya, di muat di Buku Door Duisternis Tot Licht”, yang terjemahannya “Habis Gelap Terbitlah Terang” kumpulan surat dari Ibu Kartini, judul yang terinspirasi dari ayat Al-Qur'an, tepatnya, “Orang-orang beriman dibimbing Allah dari kegelapan menuju cahaya”. (QS. 2:257).
Kegembiraan akan terjemahan Al-Qur’an tergambar dari tulisan beliau.
Kartini berkomentar, “Selama ini surat Al Fatihah gelap artinya bagi saya. Saya tidak mengerti sedikitpun maknanya. Tetapi sejak hari ini, dia menjadi terang benderang sampai pada makna tersiratnya. Sebab Romo Kiai (Sholeh Darat) telah menerangkannya dalam Bahasa yang saya pahami.”
Jadi kalau hari ini ada yang sangat anti kepada kitab2 terjemahan, periksa kembali apakah ada sifat kolonial Belanda pada diri anda?
Waalahua'lam.
Sumber referensi "Kartini Dan Tafsir Al Quran Pertama Berbahasa Jawa", dr ganaIslamika. Co

No comments:

Post a Comment