Wednesday, June 3, 2020

Ketika tradisi mengalahkan agama




Oleh Siswo Kusyudhanto
Kata seorang ustadz dalam salah satu kajian, ketika tradisi bertemu dengan syariat Islam maka syariat Islam didahulukan daripada tradisi, sehingga tradisi mengikuti syariat Islam, maka ketika tradisi selama tidak melanggar syariat Islam dipersilahkan, tidak ada larangan sama sekali, misal bentuk baju selama menutup aurat sesuai syariat maka akan dibenarkan, misal pakai sarung asli tradisi nenek moyang sejak dulu, dan ini diperbolehkan karena memenuhi kaidah syariat Allah dan RasulNya.
Namun banyak orang mendahulukan tradisi daripada syariat Islam, akibatnya muncul sinkretsime (Sinkretisme adalah suatu proses perpaduan dari beberapa paham-paham atau aliran-aliran agama atau kepercayaan.) mencampurkan ajaran Islam dengan tradisi, maka terjadi orang melarung kepala kerbau di laut sementara yang melarung membaca Tahlil, padahal melarung sesajen itu masuk amalan kesyirikan, sementara lafadz Tahlil adalah mengEsakan Allah Azza wa Jalla, wallahua'lam.
Mendahulukan tradisi dari agama yang disampaikan oleh Allah Azza wa Jalla dan RasulNya juga salah satu sifat kaum jahiliyah yang masih ada sampai sekarang, wallahua'lam.
Allah berfirman,
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ قَالُوا حَسْبُنَا مَا وَجَدْنَا عَلَيْهِ آَبَاءَنَا أَوَلَوْ كَانَ آَبَاؤُهُمْ لاَ يَعْلَمُونَ شَيْئًا وَلاَ يَهْتَدُونَ
“Dan jika dikatakan kepada mereka, marilah kalian kepada apa yang Allah turunkan kepada Rasul, niscaya mereka berkata, cukuplah bagi kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami berada padanya. Apakah (mereka tetap bersikap demikian) meskipun bapak-bapak mereka tidak mengetahui sesuatu apapun dan tidak mendapat petunjuk?” (QS. Al-Maidah: 104).
Dalam menjelaskan ayat ini, Ibnu Katsir berkata, “Jika mereka diajak kepada agama dan syariat Allah, kepada hal-hal yang Allah wajibkan dan meninggalkan hal-hal yang Allah haramkan, mereka berkata, cukup bagi kami jalan-jalan yang ditempuh oleh nenek moyang kami. Allah berfirman, ‘Apakah (mereka tetap bersikap demikian) meskipun bapak-bapak mereka tidak mengetahui sesuatu apapun dan tidak mendapat petunjuk?’ Yakni, mereka tidak mengetahui, memahami dan mengikuti kebenaran. Lalu kenapa mereka tetap mengikutinya padahal demikian keadaannya?! Tidak ada yang mengikuti mereka melainkan orang yang lebih bodoh dari mereka dan lebih sesat jalannya”.
(Tafsir al-Qur’anil ‘Azhim (2/108, 109).
Sumber Referensi "Penghalang Iitiba', mendahulukan nenek moyang dan tokoh diatas dalil", karya Ustadz Kholid Syamhudi di web Muslim.or

1 comment:

  1. Semoga kita terus diberi taufiq dan hidayah untuk terus berjalan di atas sunnah...

    ReplyDelete