Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada kisah disampaikan kepada saya dari seorang teman, dia menyampaikan kisah nyata perjuangan seorang ustadz dalam mendakwahkan Sunnah dimana dalam masyarakat sekitarnya masih kental amalan2 yang berkaitan dengan syirik dan bid’ah disebuah daerah terpencil di wilayah Riau.
Si Ustadz berdakwah dari mushola ke mushola, dari masjid ke masjid menyampaikan risalah dari Al-Qur’an dan Hadist sahhih, dan banyak orang kemudian terbuka wawasan mereka tentang cara beragama yang benar sesuai dalil-dalil sahhih dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahhihah. Melihat hal tersebut membuat beberapa orang tidak menyukainya, sampai saking bencinya kepada si ustadz muncul panggilan dan istilah negatif yang disematkan kepada beliau, sampai beliau diberi gelar "sesat" dibelakang namanya, jadi dipanggil "fulan sesat".
Pada suatu ketika ketika ustadz itu berkunjung kesebuah desa, dan selesai memberi materi kajian di masjid desa itu beliau berjalan kaki untuk mengunjungi seorang jamaah, dan ketika dijalan bertemu dua orang yang berbicara, dalam pembicaraan itu disebut nama si ustadz "fulan sesat", rupanya dua orang itu tidak tau bahwa orang yang dibicarakan ada didekat mereka, mendengar namanya disebut tentu si ustadz jadi tertarik, mengetahui hal tersebut ustadz mendekati dua orang itu lalu berkata, "maaf bapak-bapak, saya dengar anda berdua membicarakan ustadz fulan, dan mengatakan si ustadz fulan sesat, kenapa kok dipanggil demikian?", lalu salah satu orang yang ditanya menjawab, "iya ustadz fulan itu jelas sesat pak, karena dia tidak mengamalkan tahlilan kematian, tidak merayakan maulid nabi, tidak melakukan shalawat nariyah, dan banyak lagi. Apa gak sesat namanya itu?", lalu si ustadz berkata, "andai bapak-bapak mau belajar tentang kisah amal ibadah orang Islam terdahulu, maka anda akan ketahui bahwa amalan itu datangnya bukan dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, juga tidak diamalkan para sahabatnya, bahkan para imam mahzab. Jika tidak mengamalkan amalan2 itu dianggap sesat lalu bagaimana dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam? , Abu Bakar As Sidiq Radhliyaa Anhuu? , Umar bin Khatab Radhiyallahu anhuu? , Utsman bin Affan Radhliyaa Anhuu, Ali bin Abi thalib Radhliyaa Anhuu? , juga tidak diamalkan para imam mahzab seperti Imam Maliki Rahimahullah, Imam Hanafi Rahimahullah, Imam Syafi'i Rahimahullah dan Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah, juga para ulama besar Ahlu Sunnah lainnya yang tidak pernah mengamalkan amalan2 itu, apakah bapak-bapak berani mengatakan mereka semua sesat?. Mendengar pertanyaan dari si ustadz, kedua orang itu langsung terdiam, tidak mampu menjawab pertanyaan itu. Kemudian si ustadz melanjutkan lagi, "ketahuilah bapak-bapak bahwa yang anda panggil sebagai utadz fulan sesat ada dihadapan bapak-bapak ini.", mendengar itu makin terdiam dan makin kaget bercampur malu kedua lelaki tersebut. Lalu ustdz memberikan nasehat agar tidak mudah memanggil seseorang dengan sesat sebelum paham benar ilmunya, dan sebaiknya dihindari hal demikian daripada mendapatkan dosa dari mencap seseorang dengan panggilan buruk. Mendapat nasehat ustadz kedua orang itu kemudian meminta maaf atas perkataan mereka dan menyesali perbuatannya, semua disebabkan karena mereka hanya ikut-ikutan saja.
Si Ustadz berdakwah dari mushola ke mushola, dari masjid ke masjid menyampaikan risalah dari Al-Qur’an dan Hadist sahhih, dan banyak orang kemudian terbuka wawasan mereka tentang cara beragama yang benar sesuai dalil-dalil sahhih dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahhihah. Melihat hal tersebut membuat beberapa orang tidak menyukainya, sampai saking bencinya kepada si ustadz muncul panggilan dan istilah negatif yang disematkan kepada beliau, sampai beliau diberi gelar "sesat" dibelakang namanya, jadi dipanggil "fulan sesat".
Pada suatu ketika ketika ustadz itu berkunjung kesebuah desa, dan selesai memberi materi kajian di masjid desa itu beliau berjalan kaki untuk mengunjungi seorang jamaah, dan ketika dijalan bertemu dua orang yang berbicara, dalam pembicaraan itu disebut nama si ustadz "fulan sesat", rupanya dua orang itu tidak tau bahwa orang yang dibicarakan ada didekat mereka, mendengar namanya disebut tentu si ustadz jadi tertarik, mengetahui hal tersebut ustadz mendekati dua orang itu lalu berkata, "maaf bapak-bapak, saya dengar anda berdua membicarakan ustadz fulan, dan mengatakan si ustadz fulan sesat, kenapa kok dipanggil demikian?", lalu salah satu orang yang ditanya menjawab, "iya ustadz fulan itu jelas sesat pak, karena dia tidak mengamalkan tahlilan kematian, tidak merayakan maulid nabi, tidak melakukan shalawat nariyah, dan banyak lagi. Apa gak sesat namanya itu?", lalu si ustadz berkata, "andai bapak-bapak mau belajar tentang kisah amal ibadah orang Islam terdahulu, maka anda akan ketahui bahwa amalan itu datangnya bukan dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, juga tidak diamalkan para sahabatnya, bahkan para imam mahzab. Jika tidak mengamalkan amalan2 itu dianggap sesat lalu bagaimana dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam? , Abu Bakar As Sidiq Radhliyaa Anhuu? , Umar bin Khatab Radhiyallahu anhuu? , Utsman bin Affan Radhliyaa Anhuu, Ali bin Abi thalib Radhliyaa Anhuu? , juga tidak diamalkan para imam mahzab seperti Imam Maliki Rahimahullah, Imam Hanafi Rahimahullah, Imam Syafi'i Rahimahullah dan Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah, juga para ulama besar Ahlu Sunnah lainnya yang tidak pernah mengamalkan amalan2 itu, apakah bapak-bapak berani mengatakan mereka semua sesat?. Mendengar pertanyaan dari si ustadz, kedua orang itu langsung terdiam, tidak mampu menjawab pertanyaan itu. Kemudian si ustadz melanjutkan lagi, "ketahuilah bapak-bapak bahwa yang anda panggil sebagai utadz fulan sesat ada dihadapan bapak-bapak ini.", mendengar itu makin terdiam dan makin kaget bercampur malu kedua lelaki tersebut. Lalu ustdz memberikan nasehat agar tidak mudah memanggil seseorang dengan sesat sebelum paham benar ilmunya, dan sebaiknya dihindari hal demikian daripada mendapatkan dosa dari mencap seseorang dengan panggilan buruk. Mendapat nasehat ustadz kedua orang itu kemudian meminta maaf atas perkataan mereka dan menyesali perbuatannya, semua disebabkan karena mereka hanya ikut-ikutan saja.
Allah berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِن جَآءَكُمْ فَاسِقُُ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَافَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”. [Al Hujurat : 6].
Dalam ayat ini, Allah melarang hamba-hambanya yang beriman berjalan mengikut desas-desus. Allah menyuruh kaum mukminin memastikan kebenaran berita yang sampai kepada mereka. Tidak semua berita yang dicuplikkan itu benar, dan juga tidak semua berita yang terucapkan itu sesuai dengan fakta. (Ingatlah, pent.), musuh-musuh kalian senantiasa mencari kesempatan untuk menguasai kalian. Maka wajib atas kalian untuk selalu waspada, hingga kalian bisa mengetahui orang yang hendak menebarkan berita yang tidak benar.
Sumber referensi "Berita dan Bahayanya", DR Abdul Azhim Al Badawi, di almanhaj.or.id
No comments:
Post a Comment