Anda di gossipin? Dicela? Dihina? Difitnah?, berterima kasihlah pada pelakunya.
Suatu ketika ada seseorang melapor kepada Hasan Al Basri bahwa ada
seseorang menggunjing beliau, menggibahi beliau di belakang beliau. Lalu
apa yang di lakukan Hasal Al Basri, apakah beliau marah? Atau
mendatangi penggunjing meluapkan emosinya? Atau beliau melabrak
penggunjing? Atau apakah beliau membalas gunjingan dengan gunjingan
hingga skor menjadi 1 sama? Ternyata tidak. Hasan Al basri menyiapkan
sepiring kurma dan diantarkan kepada penggunjing, setelah Hasan Al Basri
berhadapan dengan penggunjing atau penggibah beliau mengatakan “telah
sampai berita kepadaku bahwa engkau telah menghadiahkan sebagian pahala
kepada diriku Jazakallahu Khairah semoga Allah memberikan balasan kepada
dirimu yang banyak dan aku berikan sepiring kurma sebagai hadiah karena
aku ingin membalasmu, tolong maafkan diriku seandainya aku tidak bisa
memberikan balasan sebagaima yang engkau berikan pada diriku”
Subhanallah begitulah keluasan ilmu Hasan Al Basri ketika di ghibahi, di
gunjing, di cela, di fitnah bukannya marah dan mengamuk justru
menyiapkan sepiring kurma untuk di hadiahkan kepada orang yang menggibah
nya. Sudahkan iman kita? Pemahaman kita? Keyakinan kita seperti beliau?
Mungkin ada di antara kita yang berkata apakah beliau masih waras?
Ketika di gibah bukanya membalas atau marah tapi memberikan hadiah.
Hasan Al Basri sangat waras bahkan beliaulah contoh kecerdasan keimanan
seseorang, kecerdasan emosional seseorang.
Hasan Al Basri ketika di
gunjing yang beliau ingat adalah sebuah hadits Rasulullah SAW. Dari Abu
Hurairah radhyallahu anhu, suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bertanya kepada para sahabat :
“Tahukah kalian, siapakah
muflis (orang yang bangkrut) itu ?” Para sahabat menjawab : “Di kalangan
kami, muflis itu adalah seorang yang tidak mempunyai dirham dan harta
benda”. Nabi bersabda :
“Muflis di antara umatku itu ialah seseorang
yang kelak di hari qiyamat datang lengkap dengan membawa pahala ibadah
shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah zakatnya. Di samping itu dia juga
membawa dosa berupa makian pada orang ini, menuduh yang ini, menumpahkan
darah yang ini serta menyiksa yang ini. Lalu diberikanlah pada yang ini
sebagian pahala kebaikannya, juga pada yang lain. Sewaktu kebaikannya
sudah habis padahal dosa belum terselesaikan, maka diambillah dosa-dosa
mereka itu semua dan ditimpakan kepada dirinya. Kemudian dia dihempaskan
ke dalam neraka”
Itulah hadits yang di fahami oleh Hasan Al Basri.
Bukan hanya di fahaminya tapi diletakkan di dalam sanubarinya dan
bumikan dalam kehidupannya.
Begitulah Hasan Al Basri ketika di
gibahi bukannya marah dan mengamuk tapi memberikan hadiah, karena beliau
faham setiap gunjingan, setiap celaan dan fitnahan berarti di
transferkan pahala dari seorang penggunjing kepadanya. Beliau akan
mendapatkan pahala shalat si penggunjing, pahala puasa, zakat, haji dan
pahala yang lainnya dari penggunjing tanpa bersusah payah. Jika pahala
penggunjing telah habis maka sebagai korban gunjingan akan
mentransferkan dosa-dosanya kepada penggibah, penggunjing, pencela dan
pemfitnah tersebut.
Jika kita telah benar-benar faham tentang
hakikat fakta ini apakah ada alasan kita untuk marah? apakah ada alasan
kita untuk kecewa? atau untuk meluapkan emosi? atau datang kerumah
penggunjing untuk melabraknya atau bahkan membalas gunjingat tersebut
dengan menggunjingnya sehingga skor menjadi 1 sama?
Mari kita renungkan, mari kita resapi masalah ini.
Suatu ketika ada seseorang melapor kepada Hasan Al Basri bahwa ada
seseorang menggunjing beliau, menggibahi beliau di belakang beliau. Lalu
apa yang di lakukan Hasal Al Basri, apakah beliau marah? Atau
mendatangi penggunjing meluapkan emosinya? Atau beliau melabrak
penggunjing? Atau apakah beliau membalas gunjingan dengan gunjingan
hingga skor menjadi 1 sama? Ternyata tidak. Hasan Al basri menyiapkan
sepiring kurma dan diantarkan kepada penggunjing, setelah Hasan Al Basri
berhadapan dengan penggunjing atau penggibah beliau mengatakan “telah
sampai berita kepadaku bahwa engkau telah menghadiahkan sebagian pahala
kepada diriku Jazakallahu Khairah semoga Allah memberikan balasan kepada
dirimu yang banyak dan aku berikan sepiring kurma sebagai hadiah karena
aku ingin membalasmu, tolong maafkan diriku seandainya aku tidak bisa
memberikan balasan sebagaima yang engkau berikan pada diriku”
Subhanallah begitulah keluasan ilmu Hasan Al Basri ketika di ghibahi, di
gunjing, di cela, di fitnah bukannya marah dan mengamuk justru
menyiapkan sepiring kurma untuk di hadiahkan kepada orang yang menggibah
nya. Sudahkan iman kita? Pemahaman kita? Keyakinan kita seperti beliau?
Mungkin ada di antara kita yang berkata apakah beliau masih waras?
Ketika di gibah bukanya membalas atau marah tapi memberikan hadiah.
Hasan Al Basri sangat waras bahkan beliaulah contoh kecerdasan keimanan
seseorang, kecerdasan emosional seseorang.
Hasan Al Basri ketika di
gunjing yang beliau ingat adalah sebuah hadits Rasulullah SAW. Dari Abu
Hurairah radhyallahu anhu, suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bertanya kepada para sahabat :
“Tahukah kalian, siapakah
muflis (orang yang bangkrut) itu ?” Para sahabat menjawab : “Di kalangan
kami, muflis itu adalah seorang yang tidak mempunyai dirham dan harta
benda”. Nabi bersabda :
“Muflis di antara umatku itu ialah seseorang
yang kelak di hari qiyamat datang lengkap dengan membawa pahala ibadah
shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah zakatnya. Di samping itu dia juga
membawa dosa berupa makian pada orang ini, menuduh yang ini, menumpahkan
darah yang ini serta menyiksa yang ini. Lalu diberikanlah pada yang ini
sebagian pahala kebaikannya, juga pada yang lain. Sewaktu kebaikannya
sudah habis padahal dosa belum terselesaikan, maka diambillah dosa-dosa
mereka itu semua dan ditimpakan kepada dirinya. Kemudian dia dihempaskan
ke dalam neraka”
Itulah hadits yang di fahami oleh Hasan Al Basri.
Bukan hanya di fahaminya tapi diletakkan di dalam sanubarinya dan
bumikan dalam kehidupannya.
Begitulah Hasan Al Basri ketika di
gibahi bukannya marah dan mengamuk tapi memberikan hadiah, karena beliau
faham setiap gunjingan, setiap celaan dan fitnahan berarti di
transferkan pahala dari seorang penggunjing kepadanya. Beliau akan
mendapatkan pahala shalat si penggunjing, pahala puasa, zakat, haji dan
pahala yang lainnya dari penggunjing tanpa bersusah payah. Jika pahala
penggunjing telah habis maka sebagai korban gunjingan akan
mentransferkan dosa-dosanya kepada penggibah, penggunjing, pencela dan
pemfitnah tersebut.
Jika kita telah benar-benar faham tentang
hakikat fakta ini apakah ada alasan kita untuk marah? apakah ada alasan
kita untuk kecewa? atau untuk meluapkan emosi? atau datang kerumah
penggunjing untuk melabraknya atau bahkan membalas gunjingat tersebut
dengan menggunjingnya sehingga skor menjadi 1 sama?
Mari kita renungkan, mari kita resapi masalah ini.
Dikutip dr Ustadz Muhammad Nuzul Zikri Lc.
No comments:
Post a Comment