Monday, August 8, 2016

Anda di gossipin? Dicela? Dihina? Difitnah?, berterima kasihlah pada pelakunya.

Anda di gossipin? Dicela? Dihina? Difitnah?, berterima kasihlah pada pelakunya.

Suatu ketika ada seseorang melapor kepada Hasan Al Basri bahwa ada seseorang menggunjing beliau, menggibahi beliau di belakang beliau. Lalu apa yang di lakukan Hasal Al Basri, apakah beliau marah? Atau mendatangi penggunjing meluapkan emosinya? Atau beliau melabrak penggunjing? Atau apakah beliau membalas gunjingan dengan gunjingan hingga skor menjadi 1 sama? Ternyata tidak. Hasan Al basri menyiapkan sepiring kurma dan diantarkan kepada penggunjing, setelah Hasan Al Basri berhadapan dengan penggunjing atau penggibah beliau mengatakan “telah sampai berita kepadaku bahwa engkau telah menghadiahkan sebagian pahala kepada diriku Jazakallahu Khairah semoga Allah memberikan balasan kepada dirimu yang banyak dan aku berikan sepiring kurma sebagai hadiah karena aku ingin membalasmu, tolong maafkan diriku seandainya aku tidak bisa memberikan balasan sebagaima yang engkau berikan pada diriku”
Subhanallah begitulah keluasan ilmu Hasan Al Basri ketika di ghibahi, di gunjing, di cela, di fitnah bukannya marah dan mengamuk justru menyiapkan sepiring kurma untuk di hadiahkan kepada orang yang menggibah nya. Sudahkan iman kita? Pemahaman kita? Keyakinan kita seperti beliau?
Mungkin ada di antara kita yang berkata apakah beliau masih waras? Ketika di gibah bukanya membalas atau marah tapi memberikan hadiah. Hasan Al Basri sangat waras bahkan beliaulah contoh kecerdasan keimanan seseorang, kecerdasan emosional seseorang.
Hasan Al Basri ketika di gunjing yang beliau ingat adalah sebuah hadits Rasulullah SAW. Dari Abu Hurairah radhyallahu anhu, suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat :
“Tahukah kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu ?” Para sahabat menjawab : “Di kalangan kami, muflis itu adalah seorang yang tidak mempunyai dirham dan harta benda”. Nabi bersabda :
“Muflis di antara umatku itu ialah seseorang yang kelak di hari qiyamat datang lengkap dengan membawa pahala ibadah shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah zakatnya. Di samping itu dia juga membawa dosa berupa makian pada orang ini, menuduh yang ini, menumpahkan darah yang ini serta menyiksa yang ini. Lalu diberikanlah pada yang ini sebagian pahala kebaikannya, juga pada yang lain. Sewaktu kebaikannya sudah habis padahal dosa belum terselesaikan, maka diambillah dosa-dosa mereka itu semua dan ditimpakan kepada dirinya. Kemudian dia dihempaskan ke dalam neraka”
Itulah hadits yang di fahami oleh Hasan Al Basri. Bukan hanya di fahaminya tapi diletakkan di dalam sanubarinya dan bumikan dalam kehidupannya.
Begitulah Hasan Al Basri ketika di gibahi bukannya marah dan mengamuk tapi memberikan hadiah, karena beliau faham setiap gunjingan, setiap celaan dan fitnahan berarti di transferkan pahala dari seorang penggunjing kepadanya. Beliau akan mendapatkan pahala shalat si penggunjing, pahala puasa, zakat, haji dan pahala yang lainnya dari penggunjing tanpa bersusah payah. Jika pahala penggunjing telah habis maka sebagai korban gunjingan akan mentransferkan dosa-dosanya kepada penggibah, penggunjing, pencela dan pemfitnah tersebut.
Jika kita telah benar-benar faham tentang hakikat fakta ini apakah ada alasan kita untuk marah? apakah ada alasan kita untuk kecewa? atau untuk meluapkan emosi? atau datang kerumah penggunjing untuk melabraknya atau bahkan membalas gunjingat tersebut dengan menggunjingnya sehingga skor menjadi 1 sama?
Mari kita renungkan, mari kita resapi masalah ini.
Suatu ketika ada seseorang melapor kepada Hasan Al Basri bahwa ada seseorang menggunjing beliau, menggibahi beliau di belakang beliau. Lalu apa yang di lakukan Hasal Al Basri, apakah beliau marah? Atau mendatangi penggunjing meluapkan emosinya? Atau beliau melabrak penggunjing? Atau apakah beliau membalas gunjingan dengan gunjingan hingga skor menjadi 1 sama? Ternyata tidak. Hasan Al basri menyiapkan sepiring kurma dan diantarkan kepada penggunjing, setelah Hasan Al Basri berhadapan dengan penggunjing atau penggibah beliau mengatakan “telah sampai berita kepadaku bahwa engkau telah menghadiahkan sebagian pahala kepada diriku Jazakallahu Khairah semoga Allah memberikan balasan kepada dirimu yang banyak dan aku berikan sepiring kurma sebagai hadiah karena aku ingin membalasmu, tolong maafkan diriku seandainya aku tidak bisa memberikan balasan sebagaima yang engkau berikan pada diriku”
Subhanallah begitulah keluasan ilmu Hasan Al Basri ketika di ghibahi, di gunjing, di cela, di fitnah bukannya marah dan mengamuk justru menyiapkan sepiring kurma untuk di hadiahkan kepada orang yang menggibah nya. Sudahkan iman kita? Pemahaman kita? Keyakinan kita seperti beliau?
Mungkin ada di antara kita yang berkata apakah beliau masih waras? Ketika di gibah bukanya membalas atau marah tapi memberikan hadiah. Hasan Al Basri sangat waras bahkan beliaulah contoh kecerdasan keimanan seseorang, kecerdasan emosional seseorang.
Hasan Al Basri ketika di gunjing yang beliau ingat adalah sebuah hadits Rasulullah SAW. Dari Abu Hurairah radhyallahu anhu, suatu ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bertanya kepada para sahabat :
“Tahukah kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu ?” Para sahabat menjawab : “Di kalangan kami, muflis itu adalah seorang yang tidak mempunyai dirham dan harta benda”. Nabi bersabda :
“Muflis di antara umatku itu ialah seseorang yang kelak di hari qiyamat datang lengkap dengan membawa pahala ibadah shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah zakatnya. Di samping itu dia juga membawa dosa berupa makian pada orang ini, menuduh yang ini, menumpahkan darah yang ini serta menyiksa yang ini. Lalu diberikanlah pada yang ini sebagian pahala kebaikannya, juga pada yang lain. Sewaktu kebaikannya sudah habis padahal dosa belum terselesaikan, maka diambillah dosa-dosa mereka itu semua dan ditimpakan kepada dirinya. Kemudian dia dihempaskan ke dalam neraka”
Itulah hadits yang di fahami oleh Hasan Al Basri. Bukan hanya di fahaminya tapi diletakkan di dalam sanubarinya dan bumikan dalam kehidupannya.
Begitulah Hasan Al Basri ketika di gibahi bukannya marah dan mengamuk tapi memberikan hadiah, karena beliau faham setiap gunjingan, setiap celaan dan fitnahan berarti di transferkan pahala dari seorang penggunjing kepadanya. Beliau akan mendapatkan pahala shalat si penggunjing, pahala puasa, zakat, haji dan pahala yang lainnya dari penggunjing tanpa bersusah payah. Jika pahala penggunjing telah habis maka sebagai korban gunjingan akan mentransferkan dosa-dosanya kepada penggibah, penggunjing, pencela dan pemfitnah tersebut.
Jika kita telah benar-benar faham tentang hakikat fakta ini apakah ada alasan kita untuk marah? apakah ada alasan kita untuk kecewa? atau untuk meluapkan emosi? atau datang kerumah penggunjing untuk melabraknya atau bahkan membalas gunjingat tersebut dengan menggunjingnya sehingga skor menjadi 1 sama?
Mari kita renungkan, mari kita resapi masalah ini.

Dikutip dr Ustadz Muhammad Nuzul Zikri Lc.

No comments:

Post a Comment