Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian seorang jamaah bertanya kepada Ustadz Erwandi Tarmidzi, "ustadz semisal saya berada dirumah kemudian menelepon seorang teman yang sedang berada dipasar, kemudian saya minta dia belikan makanan yang ada dipasar itu dengan menggunakan uang dia dulu, sesampainya dirumah teman saya ajak makan bersama saya makanan yang dibelikan olehnya, bagaimana hukum atas hal ini? ".
Ustadz Erwandi Tarmidzi menjawab, " begini ini statusnya pinjaman, karena semisal saya ada dirumah menelpon seseorang yang sedang berada dipasar untuk membelikan sebuah makanan dipasar itu, otomatis menggunakan uangnya terlebih dahulu, kemudian yang saya telpon mengatakan, iya ustadz saya akan belikan makanan yang dimaksud, semisal besarnya 100 ribu. Kemudian sampai dirumah orang yang saya titipi membeli makanan ikut juga makan, maka pinjaman saya sebesar 100 ribu harus dipotong besarnya makanan yang dia makan bersama saya agar tidak menjadi riba baginya.
Berbeda semisal saya sudah menitipkan uang terlebih dahulu kepadanya untuk digunakan membeli makanan titipan saya, maka tidak terjadi riba bagi yang ikut makan bersama saya.
Atau solusinya begitu makanan pesanan saya sampai saya bayar dulu makanan itu kemudian orang yang kita titipin ikut makan, maka tidak menjadi riba bagi orang yang dititipi makanan, karena urusan pinjaman sudah usai dan orang yang dititipi makanan tidak mendapatkan manfaat dari pinjaman yang dia berikan. Waallahua'lam. "
Dalam Shahîh Al-Bukhâry, dari Abu Burdah bin Abu Musa radhiyallâhu ‘anhu, beliau menyebutkan nasihat Abdullah bin Salâm radhiyallâhu ‘anhu kepada beliau. Abdullah bin Salâm radhiyallâhu ‘anhu berkata,
Ustadz Erwandi Tarmidzi menjawab, " begini ini statusnya pinjaman, karena semisal saya ada dirumah menelpon seseorang yang sedang berada dipasar untuk membelikan sebuah makanan dipasar itu, otomatis menggunakan uangnya terlebih dahulu, kemudian yang saya telpon mengatakan, iya ustadz saya akan belikan makanan yang dimaksud, semisal besarnya 100 ribu. Kemudian sampai dirumah orang yang saya titipi membeli makanan ikut juga makan, maka pinjaman saya sebesar 100 ribu harus dipotong besarnya makanan yang dia makan bersama saya agar tidak menjadi riba baginya.
Berbeda semisal saya sudah menitipkan uang terlebih dahulu kepadanya untuk digunakan membeli makanan titipan saya, maka tidak terjadi riba bagi yang ikut makan bersama saya.
Atau solusinya begitu makanan pesanan saya sampai saya bayar dulu makanan itu kemudian orang yang kita titipin ikut makan, maka tidak menjadi riba bagi orang yang dititipi makanan, karena urusan pinjaman sudah usai dan orang yang dititipi makanan tidak mendapatkan manfaat dari pinjaman yang dia berikan. Waallahua'lam. "
Dalam Shahîh Al-Bukhâry, dari Abu Burdah bin Abu Musa radhiyallâhu ‘anhu, beliau menyebutkan nasihat Abdullah bin Salâm radhiyallâhu ‘anhu kepada beliau. Abdullah bin Salâm radhiyallâhu ‘anhu berkata,
إِنَّكَ بِأَرْضٍ الرِّبَا بِهَا فَاشٍ، إِذَا كَانَ لَكَ عَلَى رَجُلٍ حَقٌّ، فَأَهْدَى إِلَيْكَ حِمْلَ تِبْنٍ، أَوْ حِمْلَ شَعِيرٍ، أَوْ حِمْلَ قَتٍّ، فَلاَ تَأْخُذْهُ فَإِنَّهُ رِبًا
“Sesungguhnya engkau berada pada suatu negeri yang riba tersebar pada (negeri) tersebut. Apabila engkau memiliki hak (piutang) terhadap seseorang, kemudian orang itu menghadiahkan sepikul jerami, sepikul gandum, atau sepikul makanan ternak kepadamu, janganlah engkau ambil karena itu adalah riba.”
Makna larangan “mengambil hadiah atau tambahan dari pinjaman” ini diriwayatkan pula dari sejumlah shahabat. Bahkan, tiada silang pendapat di kalangan ulama tentang keharaman hal tersebut.
Ibnul Mundzir rahimahullâh berkata, “Para ulama bersepakat bahwa pemberi pinjaman, apabila mempersyaratkan suatu hadiah atau tambahan pada pinjaman, kemudian dia memberi pinjaman, pengambilan tambahan itu adalah riba.”
Al-Ijmâ` hal. 136 dan Al-Isyrâf 6/142. Baca jugalah Tahdzîb As-Sunan 9/407-407 karya Ibnul Qayyim (tercetak bersama ‘Aun Al-Ma’bûd).
Referensi, kaidah mengambil manfaat dari pinjaman, dzulkarnain. Net. Co
No comments:
Post a Comment