Minggu depan ada Ustadz terkenal dari rombongan sebelah akan mengadakan tabligh Akbar dia daerah saya, penasaran ingin ikut dan jika ada sesi tanya jawab saya akan menanyakan tentang pendapatnya apa yang saya lihat di salah satu ceramahnya, dia mengatakan," benar bahwa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam melarang isbal(kain menutup mata kaki), namun ada hadist lain yang menyebut bahwa yang terlarang adalah isbal disertai sombong dalam hatinya, selama gak sombong gak apa-apa isbal."
Yang ingin saya tanyakan, siapa yang berhak menilai kita sedang sombong atau tidak sombong?, karena jika hak menilai kita serahkan pada diri sendiri maka semua orang merasa dirinya tidak sombong, mungkin jika Firaun ditanya apakah dirinya sombong atau tidak tentu dia akan mengatakan sama sekali merasa tidak sombong, padahal jelas-jelas Firaun adalah orang yang sombong. Setau saya penilai diri kita secara syariat adalah Allah Azza Wa Jalla, dan dari mana kita tau bahwa menurut Allah Azza Wa Jalla jika masih hidup sedang tidak sombong?.
Karena saya pernah ketemu seorang kyai, dia mengatakan, " gak apa-apa isbal yang penting gak sombong", lalu saya tanya, " maaf pak kyai, kita tau sedang sombong atau tidak dari mana?", Kyainya terdiam dan bingung, karena penilai sombong atau tidak adalah Allah Azza Wa Jalla.
Jadi ingat kajian Ustadz Abu Haidar As Sundawy ketika membahas hadist2 larangan menggunakan pakaian isbal, penjelasan beliau lebih mudah diterima, " yang dimaksud sombong dalam hadist ini adalah sombong menurut Allah Azza Wa Jalla, bukan pengertian sombong menurut manusia, jika manusia memahami bahwa sombong itu semisal bertemu seseorang kemudian kita mengucapkan salam namun orang itu tidak membalasnya bermuka masam dan malah cuek, itulah sombong menurut manusia, namun sombong dalam bahasa Allah Azza Wa Jalla salah satunya itulah isbal, kain menutup mata kaki, waallahua'lam."
Yang ingin saya tanyakan, siapa yang berhak menilai kita sedang sombong atau tidak sombong?, karena jika hak menilai kita serahkan pada diri sendiri maka semua orang merasa dirinya tidak sombong, mungkin jika Firaun ditanya apakah dirinya sombong atau tidak tentu dia akan mengatakan sama sekali merasa tidak sombong, padahal jelas-jelas Firaun adalah orang yang sombong. Setau saya penilai diri kita secara syariat adalah Allah Azza Wa Jalla, dan dari mana kita tau bahwa menurut Allah Azza Wa Jalla jika masih hidup sedang tidak sombong?.
Karena saya pernah ketemu seorang kyai, dia mengatakan, " gak apa-apa isbal yang penting gak sombong", lalu saya tanya, " maaf pak kyai, kita tau sedang sombong atau tidak dari mana?", Kyainya terdiam dan bingung, karena penilai sombong atau tidak adalah Allah Azza Wa Jalla.
Jadi ingat kajian Ustadz Abu Haidar As Sundawy ketika membahas hadist2 larangan menggunakan pakaian isbal, penjelasan beliau lebih mudah diterima, " yang dimaksud sombong dalam hadist ini adalah sombong menurut Allah Azza Wa Jalla, bukan pengertian sombong menurut manusia, jika manusia memahami bahwa sombong itu semisal bertemu seseorang kemudian kita mengucapkan salam namun orang itu tidak membalasnya bermuka masam dan malah cuek, itulah sombong menurut manusia, namun sombong dalam bahasa Allah Azza Wa Jalla salah satunya itulah isbal, kain menutup mata kaki, waallahua'lam."
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
من جر ثوبه خيلاء ، لم ينظر الله إليه يوم القيامة . فقال أبو بكر : إن أحد شقي ثوبي يسترخي ، إلا أن أتعاهد ذلك منه ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنك لن تصنع ذلك خيلاء . قال موسى : فقلت لسالم : أذكر عبد الله : من جر إزاره ؟ قال : لم أسمعه ذكر إلا ثوبه
“Barangsiapa menjulurkan pakaiannya karena sombong, tidak akan dilihat oleh Allah pada hari kiamat. Abu Bakar lalu berkata: ‘Salah satu sisi pakaianku akan melorot kecuali aku ikat dengan benar’. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘Engkau tidak melakukan itu karena sombong’.Musa bertanya kepada Salim, apakah Abdullah bin Umar menyebutkan lafadz ‘barangsiapa menjulurkan kainnya’? Salim menjawab, yang saya dengan hanya ‘barangsiapa menjulurkan pakaiannya’. ”. (HR. Bukhari 3665, Muslim 2085)
بينما رجل يجر إزاره من الخيلاء خسف به فهو يتجلجل في الأرض إلى يوم القيامة.
“Ada seorang lelaki yang kainnya terseret di tanah karena sombong. Allah menenggelamkannya ke dalam bumi. Dia meronta-ronta karena tersiksa di dalam bumi hingga hari Kiamat terjadi”. (HR. Bukhari, 3485)
لا ينظر الله يوم القيامة إلى من جر إزاره بطراً
“Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong” (HR. Bukhari 5788)
Namun ada juga Hadist-hadist yang melarang isbal secara mutlak Tampa ada lafadz sombong didalamnya.
Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار
“Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka” (HR. Bukhari 5787)
ثلاثة لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم المسبل والمنان والمنفق سلعته بالحلف الكاذب
“Ada tiga jenis manusia yang tidak akan diajak biacar oleh Allah pada hari Kiamat, tidak dipandang, dan tidak akan disucikan oleh Allah. Untuk mereka bertiga siksaan yang pedih. Itulah laki-laki yang isbal, orang yang mengungkit-ungkit sedekah dan orang yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu”. (HR. Muslim, 106)
لا تسبن أحدا ، ولا تحقرن من المعروف شيئا ، ولو أن تكلم أخاك وأنت منبسط إليه وجهك ، إن ذلك من المعروف ، وارفع إزارك إلى نصف الساق ، فإن أبيت فإلى الكعبين ، وإياك وإسبال الإزار ؛ فإنه من المخيلة ، وإن الله لا يحب المخيلة
“Janganlah kalian mencela orang lain. Janganlah kalian meremehkan kebaikan sedikitpun, walaupun itu hanya dengan bermuka ceria saat bicara dengan saudaramu. Itu saja sudah termasuk kebaikan. Dan naikan kain sarungmu sampai pertengahan betis. Kalau engkau enggan, maka sampai mata kaki. Jauhilah isbal dalam memakai kain sarung. Karena isbal itu adalah kesombongan. Dan Allah tidak menyukai kesombongan” (HR. Abu Daud 4084, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Daud)
مَرَرْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفِي إِزَارِي اسْتِرْخَاءٌ فَقَالَ: يَا عَبْدَ اللَّهِ ارْفَعْ إِزَارَكَ! فَرَفَعْتُهُ. ثُمَّ قَالَ: زِدْ! فَزِدْتُ. فَمَا زِلْتُ أَتَحَرَّاهَا بَعْدُ. فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ: إِلَى أَيْنَ؟ فَقَالَ: أَنْصَافِ السَّاقَيْنِ
“Aku (Ibnu Umar) pernah melewati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sementara kain sarungku terjurai (sampai ke tanah). Beliau pun bersabda, “Hai Abdullah, naikkan sarungmu!”. Aku pun langsung menaikkan kain sarungku. Setelah itu Rasulullah bersabda, “Naikkan lagi!” Aku naikkan lagi. Sejak itu aku selalu menjaga agar kainku setinggi itu.” Ada beberapa orang yang bertanya, “Sampai di mana batasnya?” Ibnu Umar menjawab, “Sampai pertengahan kedua betis.” (HR. Muslim no. 2086)
Sumber referensi "Hadist-hadist larangan Isbal", oleh Yulian Purnama di web muslim.or.id
No comments:
Post a Comment