Ketika disebuah tempat perbelanjaan nampak di kasir seorang bapak yang membuka dompet besar dan nampak belasan kartu didalamnya, sebagian adalah kartu kredit, kemudian bapak itu mengambil salah satu kartu kreditnya untuk digesek guna membayar belanjaannya. Jadi ingat kajian Ustadz Erwandi Tarmidzi ketika membahas kartu kredit, kata beliau, " jika anda melihat seseorang punya banyak kartu kredit dan menggunakan didalam banyak urusannya jangan anggap perilaku itu adalah gaya hidup yang keren dan harus ditiru, namun kasihanilah dia, karena orang seperti itu sebenarnya hidupnya penuh dengan hutang. Mulai membeli baju dia menggesek kartunya, dia berhutang kepada bank yang mengeluarkan kartu kredit itu untuk membeli baju, ketika dia belanja untuk kebutuhan dapurnya seperti minyak goreng, beras, gula, kecap, saos dan seterusnya dia juga menggesek kartunya, berhutang lagi dia, sampai kepada urusan makan atau ngopi di mal dia juga berhutang, bayangkan betapa kasihannya dia hanya untuk ngopi dan makan dia harus berhutang. Maka berbanggalah anda yang makan dan minum serta memenuhi kebutuhan sehari-hari tampa menggesek sebuah kartu, tampa berhutang, derajat anda lebih tinggi meskipun makan dengan nasi dan ikan teri namun tidak perlu berhutang untuk makan. Jadi jangan anggap keren orang yang punya kartu kredit, sepatutnya kita kasihan kepada mereka, inilah budaya kaum kafirin yang menularkan kebiasaan berhutang kepada kaum muslimin, meskipun bukanlah dosa jika kita berhutang namun kebiasaan hutang patut dihindari, waallahua'lam."
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sangat takut berhutang dan sangat takut jika hal tersebut menjadi kebiasaannya. Mengapa demikian?
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallaahu ‘anhaa, bahwasanya dia mengabarkan, “Dulu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa di shalatnya:
( اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَفِتْنَةِ الْمَمَاتِ, اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ)
“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari azab kubur, dari fitnah Al-Masiih Ad-Dajjaal dan dari fitnah kehidupan dan fitnah kematian. Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari hal-hal yang menyebabkan dosa dan dari berhutang“
Berkatalah seseorang kepada beliau:
( مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ مِنَ الْمَغْرَمِ؟ )
“Betapa sering engkau berlindung dari hutang?”
Beliau pun menjawab:
( إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ, حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ. )
“Sesungguhnya seseorang yang (biasa) berhutang, jika dia berbicara maka dia berdusta, jika dia berjanji maka dia mengingkarinya” (HR Al-Bukhaari no. 832 dan Muslim no. 1325/589)
Perlu dipahami bahwa berhutang bukanlah suatu perbuatan dosa sebagaimana telah disebutkan. Tetapi, seseorang yang terbiasa berhutang bisa saja mengantarkannya kepada perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh Allah subhaanahu wa ta’aala. Pada hadits di atas disebutkan dua dosa akibat dari kebiasaan berhutang, yaitu: berdusta dan menyelisihi janji. Keduanya adalah dosa besar bukan?
Mungkin kita pernah menemukan orang-orang yang sering berhutang dan dililit oleh hutangnya. Apa yang menjadi kebiasaannya? Bukankan orang tersebut suka berdusta, menipu dan mengingkari janjinya? Allaahumma innaa na’udzu bika min dzaalika.
Sumber referensi: artikel, "kebiasaan berhutang " oleh Sa'id Ardiansyah Yai Lc. di muslim.or.id
No comments:
Post a Comment