Di inbox saya ada seorang akhwat yang mengirimkan banyak konten guna membela amalan jamaah pengembara, mengatakan bahwa amalan jamaah pengembara adalah meneruskan usaha dakwah para sahabat, benarkah?, mari kita lihat amalan dakwah para sahabat salah satu yang terkenal dikalangan penuntut ilmu adalah rombongan dakwah para sahabat ke negri Hasbyah, dijaman ini disebut Ethiopia. Dari sudut manapun amalan para sahabat Nabi tidak sama dan jauh dari kata mirip, misal dari sisi teknis, pada sahabat nabi adalah hijrah, pergi ke tempat asing dan menetap, bahkan menikah dan sampai meninggal didaerah itu, bukan seperti mereka yang ada hitungannya 3 hari, 4 bulan dan seterusnya, dari sisi teknis saja sudah jauh berbeda antara khuruj dan hijrah, mirippun tidak. Juga dari sisi ilmu, rombongan dakwah para sahabat adalah orang terpilih berdasarkan ketinggian ilmunya, diantara rombongan dakwah ini terdiri dari ahli fiqih, ahli hadist, ahli faraidh, penghafal Alquran dan ahli tafsir. Sementara rombongan jamaah pengembara terdiri dari orang-orang yang berdakwah tampa ilmu, ilmu ushul fiqih tidak tau sama sekali, ilmu hadist gak tau, ilmu hadist gak tau dan seterusnya, padahal Allah Azza Wajalla dalam Al A'raf 33 mengancam siapa saja berbicara agama tampa ilmu dengan dosa yang lebih besar dari dosa syirik, karena berbicara agama tampa ilmu apa yang dirusaknya jauh lebih banyak dari apa yang diperbaikinya, waallahua'lam.
Semoga Allah memberikan hidayahnya kepada kita semua, aamiin.
Alloh Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا
بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ
مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)” (Al-A’raf:33)
Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dan berbicara tentang Alloh tanpa ilmu meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari’atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’atNya, dan agamaNya.” [Catatan kaki kitab At-Tanbihat Al-Lathifah ‘Ala Ma Ihtawat ‘alaihi Al-‘aqidah Al-Wasithiyah, hal: 34, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit:Dar Ibnil Qayyim]
Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)” (Al-A’raf:33)
Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dan berbicara tentang Alloh tanpa ilmu meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari’atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’atNya, dan agamaNya.” [Catatan kaki kitab At-Tanbihat Al-Lathifah ‘Ala Ma Ihtawat ‘alaihi Al-‘aqidah Al-Wasithiyah, hal: 34, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit:Dar Ibnil Qayyim]
No comments:
Post a Comment