Ada pertanyaan teman, "kenapa Islam terpecah belah menjadi banyak kelompok padahal dulu dijaman Nabi dan para sahabat Islam cuma satu kelompok?", jawabannya mungkin karena hilang sikap samina waatho'na yang merupakan ciri orang mukmin, banyak kelompok dalam Islam bikin syariat baru dan paham baru sehingga membentuk kelompok, ada yang berdasarkan madhzab, ormas, partai politik dan kepahaman yang lain.
Jadi ingat kajian Ustadz Syafiq Reza Basalamah, kata beliau, " umat Islam saat ini banyak menawar syariat Allah Azza Wajalla dan juga apa yang disampaikan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam. Padahal jika itu datangnya dari Allah dan RasulNya sebagai seorang mukmin harusnya wajib mendengarkan dan menaatinya. Namun anehnya jika itu datang dari manusia mereka mau menaati dan mengamalkan semaksimal mungkin, contoh karyawan di sebuah perusahaan mendapat perintah bosnya bahwa besok semua karyawan saat bekerja wajib memakai baju kuning, maka serentak esoknya semua karyawan memakai baju kuning, bahkan meskipun tidak memilikinya semua karyawan akan berusaha beli atau pinjem temannya asalkan warna baju kuning dia dapat, dan tak satupun karyawan menawar perintah itu semisal, pak kenapa harus kuning? mau hijau, biru atau putih yang penting khan kerjanya maksimal? Apa hubungannya warna baju dengan bekerja?, tak satupun karyawan berani melakukannya karena jika dia berani melakukan itu maka akan terancam gaji dan jabatannya. Sementara anehnya kepada Allah dan RasulNya kita justru berani menawar-nawar syariat, padahal jika kita menyelisihi syariat Allah Azza Wajalla dan RasulNya ancamannya kehilangan surga dan terancam masuk neraka."
Allah ta’ala juga berfirman yang artinya, “Sesungguhnya ucapan orang-orang yang beriman apabila diajak untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul itu memberikan keputusan hukum di antara mereka hanyalah dengan mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat”. Dan hanya merekalah orang-orang yang berbahagia.” (QS. An Nuur [24]: 51)
Syaikh Abdurrahman bin Naashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa sesungguhnya sifat orang yang benar-benar beriman (yaitu yang imannya dibuktikan dengan amalan) apabila diajak untuk kembali kepada Allah dan Rasul-Nya supaya Rasul memberikan keputusan di antara mereka niscaya mereka akan mengatakan, “Kami dengar dan kami taati”, sama saja apakah keputusan tersebut dirasa cocok ataupun tidak oleh hawa nafsu mereka. Artinya mereka mendengarkan keputusan hukum Allah dan Rasul-Nya serta memenuhi panggilan orang yang mengajak mereka untuk itu. Mereka taat dengan sepenuhnya tanpa menyisakan sedikitpun rasa keberatan.
Hakikat kebahagiaan adalah bisa meraih perkara yang diinginkan dan selamat dari bahaya yang ditakutkan. Dan Allah pun membatasi kebahagiaan hanya ada pada orang-orang seperti mereka. Sebab orang tidak akan pernah berbahagia tanpa berhukum kepada Allah dan Rasul-Nya serta taat kepada Allah dan Rasul-Nya (lihat Taisir Karim Ar Rahman, hal. 572)
Sumber:referensi web muslim.or.id, judul: delapan-kaidah-penting-untuk-muslim-dan-muslimah, karya Ari Wahyudi Ssi.
No comments:
Post a Comment