Dalam banyak hal manusia dijaman ini selalu menilai kebenaran berdasarkan kebaikan menurut dirinya, padahal apa yang menurutnya baik belum tentu benar, dan kebenaran disini yang dimaksud adalah ukuran kebenaran yang hak yakni adalah kebenaran yang disampaikan oleh Allah Azza Wajalla dan RasulNYa.
Dalam sebuah kajian Ustadz Syafiq Reza Basalamah menyebut, " dalam hal beramal ibadah yang pasti baik dan benar jika mengikuti apa yang disyariatkan oleh Allah Azza Wajalah dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alihi Wassallam. Contoh yang baik belum tentu benar misal ada seseorang yang masih berusia muda, punya tenaga yang kuat, kemudian dia menegakkan shalat subuh 3 atau 4 rakaat karena dia merasa shalat subuh dengan 2 rakaat itu sangat ringan, dia ingin lebih dari 2 rakaat yang sudah disyariatkan, apakah ini benar, tentu salah karena dia melakukannya menyelisishi syariat yang sudah ditentukan yakni 2 rakaat. Demikian juga dalam perkara agama yag lain, kita tidak boleh menyelisihi syariat yang sudah ditetapkan meskipun punya alasan kuat bahwa yang kita lakukan adalah lebih baik, karena yang paling mengetahui kebaikan dan kebenaran dalam agama adalah Allah dan RasulNya. Mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNya pasti membawa kebaikan, sementara menyelisihi perintah Allah dan RasulNya adalah keburukan dan kekalahan, waallahua'lam"
Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. [an Nisaa’: 115].
Allah berfirman:
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُم مُّصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُم مِّثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّىٰ هَٰذَا ۖ قُلْ هُوَ مِنْ عِندِ أَنفُسِكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Darimana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. [Ali Imran : 165].
Yang lebih menyedihkan lagi, umat Islam saat ini sudah sangat jauh dari ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan mereka mengerjakan syirik dengan bangga, mereka melakukan perbuatan bid’ah, melakukan kemaksiatan dan lainnya, yang menjadi sebab kehinaan bagi mereka. Maka tarbiyah (pendidikan) yang harus diutamakan kepada ummat ini, yaitu harus mengikuti perkataan Allah dan perkataan RasulNya, sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat.
Sebagai contoh, Abu Bakar ash Shiddiq, seorang sahabat yang dijamin oleh Allah masuk surga, mengatakan :
لَسْتُ تَارِكاً شَيْئاً كَانَ رَسُوْلُ اللهِ يَعْمَلُ بِهِ إِلاَّ عَمِلْتُ بِهِ ، فَإِنِّيْ أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئاً مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ
Aku tidak akan meninggalkan sesuatu yang Rasulullah lakukan kecuali untuk aku amalkan, karena aku khawatir, jika aku tinggalkan perintah Rasulullah, maka aku akan sesat. [HR Bukhari, no. 3093, dan diriwayatkan oleh Ibnu Baththah dalam kitabnya, al Ibanah, I/245-246 no. 77]
Imam Abu Abdillah bin Ubaidillah bin Muhammad bin Baththah yang wafat pada tahun 387H dalam kitabnya al Ibanah pada juz pertama, berkata: “Wahai saudara-saudaraku, Abu Bakar ash Shiddiq, ash shiddiqul akbar, beliau takut apabila kesesatan menimpa dirinya. Kalau dia menyalahi sesuatu dari salah satu saja dari perintah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana nanti akan ada satu zaman, yang orang yang ada di zaman tersebut, mereka memperolok-olok Nabi mereka, mereka memperolok-olok perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan mereka berbangga menyalahi Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kita mohon kepada Allah dari ketergelinciran, dan kita mohon keselamatan dari amal yang jelek”. [al Ibaanah, I/246].
Sumber: almanhaj.or.id.kewajiban-ittiba-kepada-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas.
No comments:
Post a Comment