Oleh Siswo Kusyudhanto
Dibeberapa daerah di negri ini sudah menajdi kebiasaan dan adat yang sulit dihilangkan dalam masyarakat amalan-amalan kesyirikan seperti datang kekuburan orang yang dianggap suci dan ngalap berkah, bahkan ada haul atas kematian seorang yang dianggap wali Allah sehingga amalan ini berlangsung lama sampai puluhan tahun dan bahkan ratusan tahun, dan turun temurun, mereka menyebutkan hal ini sebagai tawassul, menganggap sosok yang sudah mati sebagai perantara antara dia dengan Allah Ta'ala dalam meminta pertolongan.
Padahal sudah banyak ulama kibar menerangkan hal demikian masuk dalam syirik akbar, perbuatan yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam karena menyandarkan diri atas sesuatu kepada makhluk, dan makhluk itu sudah mati pula, subhanaAllah.
Salah satu syubhat yang sering didengungkan kepada para pengikut amalan syirik kuburan ini adalah kuburan ibarat tenaga pemasaran seperti sistem distribusi produk sebuah perusahaan.
Dulu ada seorang habib menyampaikan kepada jamaahnya, bahwa bertawassul kepada kuburan bukanlah amalan syirik, dia mengumpamakan ada seseorang yang ingin membeli Mobil BMW, pabrik mobil ini ada di Jerman sementara dia ada di Indonesia, tentu sangat repot jika ia membeli langsung ke Jerman, dan untuk memudahkan usahanya memiliki mobil itu dia mencari dealer terdekat yakni dealer Mobil BMW di Indonesia, dan dia beli didealer tersebut.
Demikian dengan doa. agar doa kita mudah terkabul perlu perantara kepada Allah Ta'ala, yakni seseorang yang sangat dekat dengan Allah Ta'ala, yakni orang-orang yang dianggap wali Allah.
Demikian dengan doa. agar doa kita mudah terkabul perlu perantara kepada Allah Ta'ala, yakni seseorang yang sangat dekat dengan Allah Ta'ala, yakni orang-orang yang dianggap wali Allah.
Demikianlah alasan tawassul kepada kuburan yang ada di Indonesia sampai saat ini. Analogi ini yang tertanam kuat didalam diri para pengamal orang yang berdoa kepada Allah Ta'ala dengan perantara kuburan, sehingga sulit bagi mereka dinasehati akan bahaya amalan ini kepada tauhidnya.
Perkara ini menjadi jelas ketika banyak ustadz di kajian Sunnah menyampaikan dalil sahhih dari Al-Quran dan hadist bahwa dalam berdoa, meminta pertolongan Allah Ta'ala adalah "langsung', berdoa kepada Allah Ta'ala adalah tampa perantara sama sekali, dan doa bukan sebuah produk yang dapat dimonopoli sebagian orang hidup atau bahkan orang yang sudah mati, semua Muslim berhak berdoa kepada Allah Ta'ala, wallahua'lam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada-mu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a.” [Al-Baqarah/2: 186]
Allah dekat dengan kita dan Allah bersama kita dengan ilmu-Nya (pengetahuan-Nya), pengawasan-Nya dan penjagaan-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah meme-rintahkan kepada kita untuk menyerahkan masalah pengabulan do’a hanya kepada Allah dan harus me-rasa yakin dengan terkabulnya do’a.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اُدْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِاْلإِجَابَةِ.
“Berdo’alah kepada Allah dalam keadaan engkau merasa yakin akan dikabulkannya do’a.”
Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Sunannya (no. 3479). Dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 594).
Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Sunannya (no. 3479). Dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 594).
Maksud hadits ini adalah kalian harus merasa yakin dan percaya bahwa Allah dengan kemurahan-Nya dan karunia-Nya yang agung tidak akan mengecewakan seseorang yang berdo’a kepada-Nya, apabila dipanjatkan dengan penuh pengharapan dan ikhlas yang sebenar-benarnya.
Hal ini disebabkan apabila seseorang yang berdo’a tidak percaya dan yakin akan terkabulnya do’a yang ia panjatkan, maka tidaklah mungkin ia memanjatkan do’anya dengan bersungguh-sungguh.
Hal ini disebabkan apabila seseorang yang berdo’a tidak percaya dan yakin akan terkabulnya do’a yang ia panjatkan, maka tidaklah mungkin ia memanjatkan do’anya dengan bersungguh-sungguh.
Sumber Referensi" Adab-adab dalam berdoa", karya Syaikh ‘Abdul Hamid bin ‘Abdirrahman as-Suhaibani di web almanhaj.or
No comments:
Post a Comment