Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam Kitab Al Ithisham, Imam Syathibi menyebutkan bid'ah mencerai beraikan Umat Islam kedalam kelompok-kelompok kecil, dan yang paling berbahaya adalah dapat menjerumuskan sebagian umat Islam kedalam neraka.
Dalam sebuah sebuah kajian seorang ustadz menyebutkan bahwa yang menyatukan Umat Islam adalah Tauhid dan Sunnah, sementara yang memecah belah Umat Islam adalah Maksiat, Syirik dan Bid'ah.
Ini sungguhlah benar, jika pada amalan2 yang sesuai syariat Islam yakni dalam perkara yang ada dalil Sahhih dari Al-Qur'an dan Sunnah maka pada saat itulah Umat Islam bersatu, dan sebaliknya mereka terpecah belah ketika pada amalan2 yang tidak perintah dari Al-Qur'an dan Sunnah/hadist.
Umat Islam bersatu ketika mereka berada dalam amalan yang sama dan disepakati bersama seperti Shalat Fardhu, Zakat, Haji, Hari Raya Iedul Fitri, Hari Raya Adha dan seterusnya.
Sementara mereka perpecahan belah ketika pada amalan2 yang tidak ada syariatnya ada yang melakukan dan ada yang tidak melakukan seperti Tahlil kematian, Maulid Nabi, Shalawat Nariyah dan banyak lagi lainnya.
Perpecahan umat ini diawali ketika ada sebagian kelompok memahami adanya Bid'ah Hasanah, istilah ini ada termuat dalam Manakib Imam Syafi'i yang berasal dari pernyataan Harmalah bin Yahya yang mendengar Imam Syafi'i berkata adanya Bid'ah Hasanah, dan fatalnya dipahami keliru oleh para pengikutnya, akhirnya mereka membuat amalan-amalan hasil inovasi mereka dengan dasar Hasanah.
Padahal kalau menilik sejarah perjalanan hidup Imam Syafi'i belum ada satupun riwayat beliau membuat amalan yang masuk kategori Bid'ah Hasanah dan kemudian mengajak pengikutnya mengamalkannya.
Padahal kalau menilik sejarah perjalanan hidup Imam Syafi'i belum ada satupun riwayat beliau membuat amalan yang masuk kategori Bid'ah Hasanah dan kemudian mengajak pengikutnya mengamalkannya.
Dalam sebuah kesempatan seorang ustadz menyebutkan, sejatinya pemahaman bid'ah Hasanah sangat sulit diterapkan, pertama karena agama Islam disampaikan oleh Allah Ta'ala melalui Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam sudah dinyatakan sudah sempurna dan tidak perlu lagi inovasi, lihat Al Maidah 3.
Juga siapa yang berhak menentukan ini Bid'ah Hasanah atau Bid'ah Dholallah?, Tentu tidak ada satupun orang atau ulama dimuka bumi ini yang mampu memilahnya, kalau misal itu diserahkan kepada seorang ulama maka dia akan menentukan masuk amalan Bid'ah Hasanah dan Bid'ah Dholallah berdasarkan keterbatasan keilmuannya dan budaya dimana dia tinggal, padahal setiap orang punya keilmuan terbatas dan setiap suku serta bangsa di belahan bumi ini punya kebiasaan atau istiadat yang berbeda.
Bisa jadi ada ulama menyatakan sebuah amalan adalah masuk Bid'ah Hasanah, namun ulama lainnya menyatakan amalan itu masuk Bid'ah Dholallallah atau sebaliknya. Akibatnya banyak bermunculan amalan2 baru di tengah Umat Muslim seperti sekarang ini, Umat Islam terpecah belah menjadi banyak kelompok disebabkan amalan2 bid'ah Hasanahnya yang saling berbeda satu sama lain.
Maka sebaiknya-baiknya amalan dalam agama adalah yang sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam dan Tampa mengurangi serta Tampa menambah kan sama sekali, karena agama Islam sudah sempurna.
Waalahua'lam.
Waalahua'lam.
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan taatilah Allâh dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sungguh, Allâh beserta orang-orang sabar.” [Al-Anfâl/8:46]
Allâh Subhanahu wa Ta’ala :
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpegang teguhlahlah kamu semuanya pada tali (agama) Allâh, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allâh kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allâh mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allâh menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah, Allâh menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk.” [Ali ‘Imrân/3:103]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) menafsirkan ayat ini:
Firman Allâh, “Dan berpegang teguhlahlah kamu semuanya pada tali (agama) Allâh, dan janganlah kamu bercerai berai,” Ada yang berpendapat bahwa “kepada tali Allâh” berarti kepada janji Allâh, sebagaimana firman Allâh pada ayat setelahnya:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللَّهِ وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ
Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama) Allâh dan tali (perjanjian) dengan manusia [Ali ‘Imrân/3:112]
Sumber Referensi, "Bersatulah dan Jangan berpecah belah", karya Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas di Almnahaj.or.id
No comments:
Post a Comment