Seseorang bertanya kepada Ustadz Maududi Abdullah Lc., "banyak dikalangan awam menuduh dakwah ini paham mujasimah, bagaimana menjawab tuduhan seperti itu?".
Lalu ustadz menjawab,
Yang paling tau bagaimana adanya Allah adalah Allah sendiri, maka ketika Allah dalam ayat atau hadist disebut kata yang sama dengan kata yang digunakan maka cukup kita mengimaninya, inilah paham yang benar, paham Ahlus sunnah wal jamaah, inilah paham yang dipahami para shalafus shaleh.
Lalu ustadz menjawab,
Yang paling tau bagaimana adanya Allah adalah Allah sendiri, maka ketika Allah dalam ayat atau hadist disebut kata yang sama dengan kata yang digunakan maka cukup kita mengimaninya, inilah paham yang benar, paham Ahlus sunnah wal jamaah, inilah paham yang dipahami para shalafus shaleh.
Allah ta’ala berfirman tentang diri-Nya,
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuura: 11)
Syaikh Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di rahimahullah mengatakan di dalam kitab tafsirnya, “[Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya] maknanya tidak ada yang menyerupai Allah ta’ala dan tidak ada satu makhluk pun yang mirip dengan-Nya, baik dalam Zat, nama, sifat maupun perbuatan-perbuatan-Nya. Hal ini karena seluruh nama-Nya adalah husna (paling indah), sifat-sifatNya adalah sifat kesempurnaan dan keagungan……”
Beliau melanjutkan, “[dan Dia Maha Mendengar] maknanya Dia Maha Mendengar segala macam suara dengan bahasa yang beraneka ragam dengan berbagai macam kebutuhan yang diajukan. [Dia Maha Melihat] maknanya Allah bisa melihat bekas rayapan semut hitam di dalam kegelapan malam di atas batu yang hitam……”
Beliau melanjutkan, “Ayat ini dan ayat yang semisalnya merupakan dalil Ahlu Sunnah wal Jamaah untuk menetapkan sifat-sifat Allah dan meniadakan keserupaan sifat Allah dengan sifat makhluk. Di dalam ayat ini terdapat bantahan bagi kaum musyabbihah (kelompok yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk -ed) yaitu dalam firman-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.”
Juga bantahan bagi kaum mu’aththilah (kelompok yang menolak penetapan sifat Allah -ed) dalam firman-Nya
وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(Taisir Karimir Rahman)
Bukankah di dalam ayat ini Allah menyatakan tidak ada sesuatu pun yang serupa dan sepadan dengan-Nya? Anda tentu akan menjawab iya
Bukankah di dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat? Anda tentu akan menjawab iya
Nah, sekarang apakah kemampuan mendengar yang dimiliki Allah sama dengan kemampuan mendengar yang dimiliki makhluk? Tentu Anda akan menjawab tidak
Apakah kemampuan melihat yang dimiliki Allah sama dengan kemampuan melihat yang dimiliki makhluk? Tentu Anda akan menjawab tidak
Apakah makhluk memiliki sifat mendengar dan melihat? Anda tentu menjawab iya.
Apakah sifat mendengar dan melihat yang ada pada makhluk serupa dengan sifat mendengar dan melihat yang ada pada Allah ? Anda tentu menjawab tidak.
Apakah letak kesamaan antara sifat Allah dan sifat makhluk itu? Jawabnya adalah sama namanya, akan tetapi hakikatnya berbeda.
Nah, dari sini, maka kalau Allah menyebutkan di dalam ayat atau hadits bahwa Allah memiliki sebuah sifat tertentu yang nama sifat tersebut sama dengan nama sifat yang ada pada makhluk, apakah kita akan mengatakan bahwa sifat Allah itu sama dengan sifat makhluk? Tentunya tidak. Karena sama nama belum tentu hakikatnya sama. Manusia punya kaki, gajah punya kaki. Akan tetapi hakikat kaki gajah berbeda dengan kaki manusia. Sesama makhluk saja bisa terjadi sama nama dengan hakikat yang berbeda. Maka antara makhluk dengan Allah tentu jauh lebih berbeda. Makhluk disifati dengan berbagai kekurangan sedangkan Allah disifati dengan berbagai kesempurnaan. Apakah sama Zat yang sempurna dengan yang penuh kekurangan? Tentu tidak! Maka demikian pula dalam menyikapi sifat wajah. Allah telah menyebutkan di dalam Al Quran maupun As Sunnah bahwa Dia memiliki wajah maka kita katakan pula bahwa wajah Allah tidak sama dengan wajah makhluk, meskipun sama namanya yaitu wajah.
Mereka mengingkari perkataan Allah yang sangat jelas, dengan memberi makna lain, padahal itu belum terlepas dari apa yang mereka permasalahkan.
Bukankah di dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat? Anda tentu akan menjawab iya
Nah, sekarang apakah kemampuan mendengar yang dimiliki Allah sama dengan kemampuan mendengar yang dimiliki makhluk? Tentu Anda akan menjawab tidak
Apakah kemampuan melihat yang dimiliki Allah sama dengan kemampuan melihat yang dimiliki makhluk? Tentu Anda akan menjawab tidak
Apakah makhluk memiliki sifat mendengar dan melihat? Anda tentu menjawab iya.
Apakah sifat mendengar dan melihat yang ada pada makhluk serupa dengan sifat mendengar dan melihat yang ada pada Allah ? Anda tentu menjawab tidak.
Apakah letak kesamaan antara sifat Allah dan sifat makhluk itu? Jawabnya adalah sama namanya, akan tetapi hakikatnya berbeda.
Nah, dari sini, maka kalau Allah menyebutkan di dalam ayat atau hadits bahwa Allah memiliki sebuah sifat tertentu yang nama sifat tersebut sama dengan nama sifat yang ada pada makhluk, apakah kita akan mengatakan bahwa sifat Allah itu sama dengan sifat makhluk? Tentunya tidak. Karena sama nama belum tentu hakikatnya sama. Manusia punya kaki, gajah punya kaki. Akan tetapi hakikat kaki gajah berbeda dengan kaki manusia. Sesama makhluk saja bisa terjadi sama nama dengan hakikat yang berbeda. Maka antara makhluk dengan Allah tentu jauh lebih berbeda. Makhluk disifati dengan berbagai kekurangan sedangkan Allah disifati dengan berbagai kesempurnaan. Apakah sama Zat yang sempurna dengan yang penuh kekurangan? Tentu tidak! Maka demikian pula dalam menyikapi sifat wajah. Allah telah menyebutkan di dalam Al Quran maupun As Sunnah bahwa Dia memiliki wajah maka kita katakan pula bahwa wajah Allah tidak sama dengan wajah makhluk, meskipun sama namanya yaitu wajah.
Mereka mengingkari perkataan Allah yang sangat jelas, dengan memberi makna lain, padahal itu belum terlepas dari apa yang mereka permasalahkan.
Allah سبحانه وتعالى berfirman dalam ayatnya:
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ... ]الائدة: 64[
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), bahkan Kedua Tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki…. (al-Maidah: 64)
وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ... ]الائدة: 64[
Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (Tidak demikian), bahkan Kedua Tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki…. (al-Maidah: 64)
Mereka memaknai tangan Allah dengan "kekuatan", tentu ini masih belum lepas dari pengingkaran mereka, karena makhluk juga punya kekuatan, manusia punya kekuatan, kerbau punya kekuatan, dan seterusnya. Misal juga mereka memaknai sebagai kekuasaan, inipun belum lepas dari permasalahan, karena Camat juga punya kekuasaan, Bupati juga punya kekuasaan, Presiden juga punya kekuasaan dan seterusnya. Jika keadaannya sama saja, kenapa tidak mengikuti yang disampaikan Allah saja dan cukup mengimaninya?.
Kata tidak selalu sama dengan maknanya, seperti tangan manusia berbeda dengan tangan monyet, sama2 tangan tapi maknanya berbeda. Demikian juga dengan tangan Allah, kita tidak pernah tau tangan Allah seperti apa , namun sebagai seorang hamba wajibnya bersikap samina wato'na terhadap perkataan Allah dan RasulNya.
Kata tidak selalu sama dengan maknanya, seperti tangan manusia berbeda dengan tangan monyet, sama2 tangan tapi maknanya berbeda. Demikian juga dengan tangan Allah, kita tidak pernah tau tangan Allah seperti apa , namun sebagai seorang hamba wajibnya bersikap samina wato'na terhadap perkataan Allah dan RasulNya.
Dikutip dr Ustadz Maududi Abdullah Lc., dan referensi dari Ustadz Ariz Munandar di muslim.or.id
No comments:
Post a Comment