Seseorang bertanya kepada Ustadz Maududi Abdullah, "ya ustadz kenapa kita masih juga dihisab kelak, bukankah takdir kita sudah di tulis di lauh mahfuzh?".
Mendengar pertanyaan ini ustadz agak kaget dan marah, lalu beliau berkata, " hati-hati berkata dan mempertanyakan penjelasan Allah dan RasulNya, jaga adab dan akhlak kita kepada Allah, kita hanya seorang hamba, maka sepatutnya kita berlaku sebagai hamba, dan tidak bolehmempertanyakan kenapa Allah begini dan begitu. Hati-hati menjaga lisan kita, apalagi jika itu berkaitan dengan Allah dan RasulNya. Banyak orang masuk ke dalam neraka karena lisannya, disebabkan dia tidak peduli akan perkataannya karena menuruti syahwat dan akalnya."
Lalu beliau mengutip sebuah hadist,
Mendengar pertanyaan ini ustadz agak kaget dan marah, lalu beliau berkata, " hati-hati berkata dan mempertanyakan penjelasan Allah dan RasulNya, jaga adab dan akhlak kita kepada Allah, kita hanya seorang hamba, maka sepatutnya kita berlaku sebagai hamba, dan tidak bolehmempertanyakan kenapa Allah begini dan begitu. Hati-hati menjaga lisan kita, apalagi jika itu berkaitan dengan Allah dan RasulNya. Banyak orang masuk ke dalam neraka karena lisannya, disebabkan dia tidak peduli akan perkataannya karena menuruti syahwat dan akalnya."
Lalu beliau mengutip sebuah hadist,
Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dalam kitab Shahihnya no. 6477 dan Muslim dalam kitab Shahihnya no. 2988 [3] dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِى بِهَا فِي النَّارِأَبْعَدَمَا بَيْنَ الْمَسْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat”
Masalah ini disebutkan pula di akhir hadits yang berisi wasiat Nabi kepada Muadz yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2616 yang sekaligus dia komentari sebagai hadits yang hasan shahih. Dalam hadits tersebut Rasulullah bersabda.
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَ مَنَا خِرِهِِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ
“Bukankah tidak ada yang menjerumuskan orang ke dalam neraka selain buah lisannya ?”
Perkataan Nabi di atas adalah sebagai jawaban atas pertanyaan Mu’adz.
يَا نَبِّيَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَا خَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ
“Wahai Nabi Allah, apakah kita kelak akan dihisab atas apa yang kita katakan ?”
Al-Hafidz Ibnu Rajab mengomentari hadits ini dalam kitab Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam (II/147), “Yang dimaksud dengan buah lisannya adalah balasan dan siksaan dari perkataan-perkataannya yang haram. Sesungguhnya setiap orang yang hidup di dunia sedang menanam kebaikan atau keburukan dengan perkataan dan amal perbuatannya. Kemudian pada hari kiamat kelak dia akan menuai apa yang dia tanam. Barangsiapa yang menanam sesuatu yang baik dari ucapannya maupun perbuatan, maka dia akan menunai kemuliaan. Sebaliknya, barangsiapa yang menanam Sesuatu yang jelek dari ucapan maupun perbuatan maka kelak akan menuai penyesalan”.
Referensi Almanhal.or.id.co
No comments:
Post a Comment