Sedikit diantara umat muslim mengetahui bentuk2 dari berhala di jaman
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam mensyiarkan agama ini, salah
satu sesembahan kaum jahiliyah Quraish, diantaranya yakni Latta.
Sejatinya Latta awalnya adalah berhala berbentuk sebuah kuburan, kaum
jahiliyah meyakini bahwa dengan mendatanginya akan mendatangkan berkah
bagi dirinya dan keluarganya.
Mungkin kita sudah mendengar bahwa
Latta adalah nama berhala yang disembah oleh orang kafir Quraisy dahulu
yang berupa patung. Nama Latta di singgung oleh Allah Ta’ala dalam ayat:
أَفَرَأَيْتُمُ اللَّاتَ وَالْعُزَّى (19) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ
الْأُخْرَى(20) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الْأُنْثَى (21) تِلْكَ إِذًا
قِسْمَةٌ ضِيزَى (22) إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ
وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ
جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (23)
“Maka apakah patut kamu
(hai orang-orang musyrik) menganggap Al Latta dan Al Uzza. dan Manat
yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?
Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak)
perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.
Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu
mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk
(menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan,
dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah
datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan mereka” (QS. An Najm: 19-23)
Namun kebanyakan dari kaum muslimin belum mengetahui siapa sebenarnya Latta itu. Apakah ia sekedar patung? Mengapa ia disembah?
Imam Ibnu Jarir Ath Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ada 2
cara membaca اللَّاتَ. Yang pertama adalah dengan men-takhfif huruf ta’
(tidak di-tasydid). Jadi dibaca al laata, yang menunjukkan sebuah nama.
Sebagian ulama mengatakan disebut al laata karena berasal dari lafadz
‘Allah’ kemudian ditambahkan ta’ ta’niits. Sebagaimana ‘Amr, menjadi
‘Amrah. Juga sebagaimana ‘Abbas menjadi ‘Abbasah. Demikianlah cara
orang-orang musyrikin menyebut berhala mereka dengan nama Allah untuk
mengagungkan para berhala tersebut. Dan dari nama Allah Al ‘Aziz muncul
nama Al ‘Uzza. Dan mereka menganggap para berhala itu sebagai anak-anak
perempuan Allah (Tafsir Ath Thabari, 22/522). Yang membaca dengan bacaan
al laata diantaranya Qatadah, ia pun menjelaskan:
أما اللات فكان بالطائف
“adapun al laata itu letaknya ada di Tha’if” (Tafsir Ath Thabari, 22/523)
Juga Ibnu Zaid, ia berkata:
اللات بيت كان بنخلة تعبده قريش
“al laata itu sebuah rumah yang berada berada di Nakhlah, daerah antara Thaif dan Makkah” (Tafsir Ath Thabari, 22/523)
Adapun bacaan yang kedua adalah dengan men-tasydid huruf ta’. Jadi
dibaca al laatta, yang menunjukkan sifat dari si berhala yang dimaksud.
Bacaan ini dari riwayat Ibnu ‘Abbas, Mujahid dan Abu Shalih yang mereka
menyatakan:
كان رجلا يَلُتّ السويق للحاج فلما مات عكفوا على قبره فعبدوه
“al latta dahulu adalah seorang lelaki yang membuat adonan roti (yang
dibagikan cuma-cuma) kepada jama’ah haji. Ketika ia meninggal,
orang-orang beri’tikaf di kuburannya dan menyembahnya” (Tafsir Ath
Thabari, 22/523)
Ibnu Katsir juga menjelaskan tentang Latta dalam Tafsir Ibnu Katsir (7/455) :
وَكَانَتِ “اللَّاتُ” صَخْرَةً بَيْضَاءَ مَنْقُوشَةً، وَعَلَيْهَا بَيْتٌ
بِالطَّائِفِ لَهُ أَسْتَارٌ وسَدَنة، وَحَوْلَهُ فِنَاءٌ مُعَظَّمٌ
عِنْدَ أَهْلِ الطَّائِفِ
“al latta adalah patung putih yang
berukir. Ia ditempatkan dalam sebuah rumah di Tha’if yang memiliki
kelambu-kelambu dan juru kunci. Sekelilingnya terdapat halaman. Latta di
agungkan oleh penduduk Tha’if”
Kemudian Ibnu Katsir menjelaskan hakikat Latta dan membawakan hadits :
عن ابن عباس رضي الله عنهما ، في قوله : { اللات والعزى } كان اللات رجلا يلت سويق الحاج
“Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhuma, beliau menafsirkan makna ayat
اللات والعزى bahwa Latta adalah seorang lelaki yang membuat adonan roti
untuk para jama’ah haji” (HR. Bukhari no. 4859)
Singkat kata,
Latta adalah sebutan untuk seorang shalih yang membuatkan roti kepada
jama’ah haji dengan cuma-cuma. Ketika ia meninggal, orang-orang
mengenangnya dan mendatangi kuburannya, lalu beribadah di sana.
Lama-kelamaan ia diagungkan dan menjadi berhala yang disembah selain
Allah.
Faedah yang bisa kita ambil, ternyata memuji dan
mengkultuskan orang secara berlebihan bisa mengakibatkan ia menjadi
sesembahan yang disembah. Awalnya hanya dipuja-puji, namun orang-orang
selanjutnya mulai membuatkan patung, lalu dibuatkan rumah untuk patung
itu, lalu lama-kelamaan mereka beri’tikaf (berdiam diri untuk beribadah)
di sana, dan akhirnya orang-orang selanjutnya pun menyembahnya. Oleh
karena itu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sangat mewanti-wanti
umatnya untuk tidak berlebihan memujinya dan tidak mengkultuskan beliau.
Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
لا تُطْروني ، كما أطْرَتِ النصارى ابنَ مريمَ ، فإنما أنا عبدُه ، فقولوا : عبدُ اللهِ ورسولُه
“Jangan berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani
memuja-muji Isa bin Maryam. Karena aku hanyalah hamba-Nya maka sebutlah
aku: hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. Al Bukhari 3445)
Beliau
Shallallahu’alaihi Wasallam juga mewanti-wanti agar makam beliau tidak
dijadikan tempat ibadah dan disembah, beliau bersabda:
اللَّهمَّ لا تجعَلْ قبري وثنًا يُعبَدُ, اشتدَّ غضبُ اللهِ على قومٍ اتَّخذوا قبورَ أنبيائِهم مساجدَ
“Ya Allah, jangan jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah.
Sangat keras murka Allah terhadap kaum yang menjadikan kuburan Nabi
mereka sebagai masjid (tempat ibadah)” (HR. Ahmad 13/88, di shahihkan
Ahmad Syakir dalam ta’liq-nya)
Faedah lain, ternyata orang-orang
musyrik zaman Jahiliyah bukan menyembah patung-patung yang diyakini bisa
menciptakan bumi, menciptakan langit, mengatur alam semesta dan isinya.
Akan tetapi mereka menyembah berhala yang merupakan representasi dari
makhluk Allah yang dianggap shalih, dianggap keramat, dianggap bisa
mendekatkan dan menyampaikan hajat mereka kepada Allah.
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى
“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami
tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada
Allah dengan sedekat-dekatnya”” (QS. Az Zumar: 3).
Dikutip dari Ustadz Maududi Abdullah dan artikel,"Latta, pembuat roti yang disembah" karya Yulian Permana di Muslim.or.id2