Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada sebagian umat muslim dengan pemahamannya meyakini keberadaan Allah ada dimana-mana, bahkan ada dalam diri manusia, dan ini sejatinya berlawanan dengan banyak dalil Sahhih baik dari Al-Quran ataupun hadist Sahhih, bahkan hadist dengan derajat Muttawatir, diatas Sahhih.
Dan kalau mengikuti pemahaman bahwa Allah ada dimana mana tentu akan muncul banyak pertanyaan yang tidak dapat terjawab, semisal "kenapa manusia punya fitrah dalam berdoa selalu menengadah keatas, apapun agamanya, mereka berdoa seakan yang diminta ada diatas", atau ketika seseorang menghadapi masalah berat dia selalu berharap ada bantuan dari atas dengan mengatakan, "kita serahkan saja yang diatas", dan banyak lagi.
Dan kalau mengikuti pemahaman bahwa Allah ada dimana mana tentu akan muncul banyak pertanyaan yang tidak dapat terjawab, semisal "kenapa manusia punya fitrah dalam berdoa selalu menengadah keatas, apapun agamanya, mereka berdoa seakan yang diminta ada diatas", atau ketika seseorang menghadapi masalah berat dia selalu berharap ada bantuan dari atas dengan mengatakan, "kita serahkan saja yang diatas", dan banyak lagi.
Namun mereka yang memahami Allah ada dimana-mana selalu kebingungan ketika ditanya, " ketika Isra'Mi'raj Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam pergi kemana? Keatas?, Kemana-mana? Atau kemana?". Padahal dengan lugas Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam menyampaikan kepada kita umatnya bahwa beliau pergi keatas langit, melakukan perjalanan panjang menyaksikan surga dan neraka, juga untuk bertemu Allah dan mengambil syariat Shalat di langit, dan semua ulama secara mutlak membenarkan kisah ini, tidak ada keraguan bagi orang yang beriman atas peristiwa ini.
Dalam sebuah kajian Ustadz Maududi Abdullah menyebutkan, " yang paling mengetahui Allah adalah Allah sendiri, jika Dia sudah mengatakan diriNya beristiwa' diatas langit dalam banyak ayat didalam Al-Quran maka wajib kita menerimanya dan mengimani perkataan Allah Azza Wa Jalla itu. Dan hal ini adalah pemahaman yang benar sesuai fitrah manusia."
Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas menuliskan :
Termasuk iman kepada Allah adalah iman kepada apa yang diturunkan Allah Azza wa Jalla dalam Al-Qur-an yang telah diriwayatkan secara mutawatir dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam serta yang telah disepakati oleh generasi pertama dari ummat ini (para Sahabat Radhiyallahu anhum) bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala berada di atas semua langit[1], bersemayam di atas ‘Arsy[3], Mahatinggi di atas segala makhluk-Nya, Allah tetap bersama mereka dimana saja mereka berada, yaitu Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
ثُمَّ اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ
“Lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy.” [Al-A’raaf: 54]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “…Pandangan yang kami ikuti berkenaan dengan masalah ini adalah pandangan Salafush Shalih seperti Imam Malik, al-Auza’i, ats-Tsauri, al-Laits bin Sa’ad, Imam asy-Syafi’i, Imam Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan Imam-Imam lainnya sejak dahulu hingga sekarang, yaitu mem-biarkannya seperti apa adanya, tanpa takyif (mempersoalkan kaifiyahnya/hakikatnya), tanpa tasybih (penyerupaan) dan tanpa ta’thil (penolakan). Dan setiap makna zhahir yang terlintas pada benak orang yang menganut faham musyabbihah (menyerupakan Allah dengan makhluk), maka makna tersebut sangat jauh dari Allah, karena tidak ada sesuatu pun dari ciptaan Allah yang menyerupai-Nya. Seperti yang difirmankan-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Dan Allah-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.’ [Asy-Syuuraa: 11]
Sumber referensi"Ahlu Sunnah menetapkan Allah beristiwa' diatas Arsy", oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas di almanhaj.or.id
No comments:
Post a Comment