Oleh Siswo Kusyudhanto.
Kemarin dishare teman sebuah video ada orang yang katanya Wahabi terdiam mendengar penjelasan seorang ulama katanya menjelaskan bahwa tahlil kematian bukanlah bid'ah. Saya cuma comment, " ini namanya sinetron, bukan diskusi ilmiah".
Jadi teringat beberapa tahun yang lalu ketika masih awam pada Kajian Sunnah, saya bertanya soal tahlil kematian kepada seorang kyai, saya menanyakan apakah benar amalan tahlil kematian masuk Bid'ah, beliau menjawab "ini bukan bid'ah yang terlarang", lalu saya tanya lagi, " kalau bukan bid'ah berarti Sunnah dong pak kyai?", Pak kyai menjawab, " ini bid'ah Hasanah, menurut Imam Syafi'i ada bid'ah Hasanah dan Bid'ah Dholallah", lalu saya kejar lagi, " Apakah Imam Syafi'i pernah amalkan amalan Tahlil kematian ini pak kyai?, Jika ada mohon rujukan kitabnya", Nampak dia mulai gelisah, lalu menjawab, " gak pernah", pertanyaan saya makin tajam akhirnya pak kyai terdiam, dan ujungnya dia bilang saya "Wahabi", SubhanaAllah, logika sederhana saja jika amalan tahlil kematian ini masuk Bid'ah Hasanah dan juga mengikuti Imam Syafi'i artinya minimal beliau paling tidak mengamalkan amalan ini, namun faktanya Imam Syafi'i tak sekalipun pernah mengamalkan amalan ini meskipun dijaman beliau juga banyak orang mati.
Demikian juga dengan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa Sallam, para sahabat, Tabi'in dan Tabi'ut, sampai para ulama imam Mazhab tak sekalipun mereka menyelenggarakan tahlil kematian, padahal dijaman mereka ada ribuan orang mati karena perang dan sakit, lalu kenapa kita duluan yang amalkan?.
Lalu dari mana datangnya amalan ini?, Jawaban entah berantah, lalu kenapa diamalkan jika gelap asalnya?.
Makin lama saya mendengar kajian para ustadz dan Syaikh makin paham bahwa sejatinya Islam ini agama yang sangat ilmiah, dapat dirunut dari mana datangnya sebuah hadist, fatwa, amalan, dan seterusnya, semua tercatat dalam ribuan kitab para ulama.
Dari sana kita akan mengetahui mana Tauhid dan mana Syirik, mana Sunnah dan mana Bid'ah, mana muamalah Halal dan mana Muamalah Ribawi dan seterusnya.
Dari sana kita akan mengetahui mana Tauhid dan mana Syirik, mana Sunnah dan mana Bid'ah, mana muamalah Halal dan mana Muamalah Ribawi dan seterusnya.
Semua sudah terang dalam Islam namun syahwat dan syubhat manusia saja yang membuat agama Ini seakan datang dalam keadaan remang-remang, perlu ditambah dan dikurangi, di modifikasi agar sesuai keinginan manusia, namun sejatinya malah merusak fitrah manusia itu sendiri, waalahua'lam.
Seperti beberapa waktu yang lalu saya kasihan melihat seorang teman yang mengadakan Tahlil kematian orang tua nya sampai berhutang jutaan rupiah kepada rentenir, sementara kerjanya serabutan, maklum didesa ya kalau Tahlil kematian butuh biaya besar karena harus menyembelih kambing, masih harus menyediakan makanan, rokok, kue, minuman untuk jamaah yang datang selama beberapa hari, sedihnya sudah terancam fitnah dosa bid'ah masih ditambah lagi fitnah dosa dari riba, SubhanaAllah.
Namun ketika saya ingatkan dia untuk meninggalkan amalan ini, bukannya terima kasih sudah menasehatinya malah menuduh saya suka mengkafirkan, SubhanaAllah. Padahal saya menasehati dia karena prihatin atas keadaannya.
Sesungguhnya Sunnah sangat sederhana, murah dan sesuai fitrah manusia juga berpahala, sementara Bid'ah sebaliknya, waalahua'lam.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]
No comments:
Post a Comment