Oleh Siswo Kusyudhanto
Saya pernah bertanya kepada seorang ustadz, bagaimana cara kita mengetahui apakah ini amalan Sunnah atau amalan bid'ah dengan mudah?, beliau menjawab dengan singkat namun padat, "mudah, ada dua pertanyaan untuk sebuah amalan, Siapakah yang pertama kali mengamalkan amalan itu dan sejak kapan? Jika amalan itu diamalkan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat beliau pastilah itu amalan Sunnah, namun jika yang mengamalkan bukan mereka pastilah itu amalan Bid'ah, dan apalagi jika amalan itu baru diamalkan jauh setelah generasi Nabi dan para sahabatnya pastilah itu amalan bid'ah, waalahua'lam. "
Para pengamal amalan2 bid'ah sebenarnya mereka tau bahwa apa yang mereka kerjakan tidak pernah ada tuntunannya, maka mereka menyakinkan diri mereka dengan syubuhat2, seperti misal menggunakan perkataan Umar Radhliyaa Anhuu mengenai shalat tarawih yang dijadikan berjamaah dan menjadi 23 rakaat, meskipun dalam lafadz perkataan beliau ada istilah bid'ah yang baik, namun dijelaskan banyak ulama itu konteksya ada dalam istilah bukan syariat. Karena jika benar itu dipahami sebagai bid'ah hasanah seperti dipahami para pengamal amalan2 bid'ah dijaman now, tentu para tabi'in dan tabi'ut yang hidup setelah generasi para sahabat akan beramai-ramai membuat amalan2 bid'ah yang masuk amalan Bid'ah Hasanah, namun faktanya yang terjadi justru sebaliknya, para tabi'in dan tabi'ut sangat keras terhadap amalan2 bid'ah yang muncul dijaman mereka, lihat perkataan Imam Atsyauri, seorang ulama besar yang hidup dijaman para tabi'in, ketika melihat banyaknya perbuatan bid'ah yang muncul dijamannya beliau mengatakan "pelaku bid'ah lebih disukai oleh iblis daripada pelaku kemaksiatan" , karena pelaku bid'ah menyangka perbuatan bid'ahnya adalah hal yang benar sementara pelaku maksiat mengetahui apa yang dilakukan adalah sebuah hal yang keliru. Atau juga Imam Maliki menegur seseorang yang berbuat bid'ah dengan melakukan ihram jauh sebelum Miqat dengan alasan itu amalan yang lebih baik dari syariatnya. Atau ketikan Ibnu Sirin melihat seseorang belajar ilmu pada pelaku bid'ah beliau mengingatkan dengan perkataan yang keras, "lihat dari mana engkau mengambil ilmu!, karena keadaan agamamu tergantung dari ilmu yang engkau punyai", lihat Kitab Al Ithisam karya Imam Syathibi.
Atau yang sering digunakan hujjah adalah perkataan Imam Syafii tentang adanya bid'ah hasanah yang disampaikan oleh Harmalah bin Yahya ditulis oleh Imam Al Baihaqi dalam manakib beliau, yang dimaksud tentu adalah bid’ah hasanah dalam konteks istilah, bukan dalam konteks syariat, bukti paling kuat atas argumen ini adalah tak satupun bukti akurat Imam Syafii mengamalkan amalan2 bid'ah seperti yang dilakukan pengamal amalan bid'ah dijaman sekarang.
Bukti nyata bahwa pemahaman bid'ah hasanah keliru adalah sejarah kemunculan amalan2 bid'ah yang jauh dari generasi Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in dan tabi'ut bahkan muncul setelah para imam mahzab wafat, seperti misal maulid nabi yang muncul sekitar 300 tahun setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam wafat, muncul di kalangan Syi'ah Fatimiyah Irak, atau tahlil kematian yang muncul sekitar 800 tahun setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam wafat atau ketika delegasi dakwah yang dikirim oleh Kerajaan Ustmani Turki menjangkau wilayah Nusantara dan amalan2 bid'ah lainnya yang muncul jauh dari generasi Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat nabi, waalahua'lam.
Para pengamal amalan2 bid'ah sebenarnya mereka tau bahwa apa yang mereka kerjakan tidak pernah ada tuntunannya, maka mereka menyakinkan diri mereka dengan syubuhat2, seperti misal menggunakan perkataan Umar Radhliyaa Anhuu mengenai shalat tarawih yang dijadikan berjamaah dan menjadi 23 rakaat, meskipun dalam lafadz perkataan beliau ada istilah bid'ah yang baik, namun dijelaskan banyak ulama itu konteksya ada dalam istilah bukan syariat. Karena jika benar itu dipahami sebagai bid'ah hasanah seperti dipahami para pengamal amalan2 bid'ah dijaman now, tentu para tabi'in dan tabi'ut yang hidup setelah generasi para sahabat akan beramai-ramai membuat amalan2 bid'ah yang masuk amalan Bid'ah Hasanah, namun faktanya yang terjadi justru sebaliknya, para tabi'in dan tabi'ut sangat keras terhadap amalan2 bid'ah yang muncul dijaman mereka, lihat perkataan Imam Atsyauri, seorang ulama besar yang hidup dijaman para tabi'in, ketika melihat banyaknya perbuatan bid'ah yang muncul dijamannya beliau mengatakan "pelaku bid'ah lebih disukai oleh iblis daripada pelaku kemaksiatan" , karena pelaku bid'ah menyangka perbuatan bid'ahnya adalah hal yang benar sementara pelaku maksiat mengetahui apa yang dilakukan adalah sebuah hal yang keliru. Atau juga Imam Maliki menegur seseorang yang berbuat bid'ah dengan melakukan ihram jauh sebelum Miqat dengan alasan itu amalan yang lebih baik dari syariatnya. Atau ketikan Ibnu Sirin melihat seseorang belajar ilmu pada pelaku bid'ah beliau mengingatkan dengan perkataan yang keras, "lihat dari mana engkau mengambil ilmu!, karena keadaan agamamu tergantung dari ilmu yang engkau punyai", lihat Kitab Al Ithisam karya Imam Syathibi.
Atau yang sering digunakan hujjah adalah perkataan Imam Syafii tentang adanya bid'ah hasanah yang disampaikan oleh Harmalah bin Yahya ditulis oleh Imam Al Baihaqi dalam manakib beliau, yang dimaksud tentu adalah bid’ah hasanah dalam konteks istilah, bukan dalam konteks syariat, bukti paling kuat atas argumen ini adalah tak satupun bukti akurat Imam Syafii mengamalkan amalan2 bid'ah seperti yang dilakukan pengamal amalan bid'ah dijaman sekarang.
Bukti nyata bahwa pemahaman bid'ah hasanah keliru adalah sejarah kemunculan amalan2 bid'ah yang jauh dari generasi Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in dan tabi'ut bahkan muncul setelah para imam mahzab wafat, seperti misal maulid nabi yang muncul sekitar 300 tahun setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam wafat, muncul di kalangan Syi'ah Fatimiyah Irak, atau tahlil kematian yang muncul sekitar 800 tahun setelah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam wafat atau ketika delegasi dakwah yang dikirim oleh Kerajaan Ustmani Turki menjangkau wilayah Nusantara dan amalan2 bid'ah lainnya yang muncul jauh dari generasi Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat nabi, waalahua'lam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِى فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama) yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)
Sumber referensi "Hadist-hadist tentang bid’ah", karya Yulian Purnama di muslim.or.id
No comments:
Post a Comment