Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian Ustadz Abu Haidar As Sundawy mengatakan, "seseorang yang hidup dalam syubhat, remang-remang, tidak jelas dalam pandangannya mana yang hak dan yang bathil. Padahal dia melakukan sebuah perbuatan yang termasuk maksiat kepada Allah, dan dilakukan disiang hari yang terang benderang, namun sebenarnya dia hidup dalam kegelapan, karena dia tidak tau mana yang hak dan yang bathil, mana Tauhid dan mana syirik, mana Sunnah dan mana Bid'ah, mana halal dan mana yang haram, baginya semua sama saja. Dan yang menerangi seseorang agar mampu membedakan mana yang hak dan yang bathil hanya dengan ilmu syar'i, maka jika disebut dengan istilah cahaya dalam ayat-ayat Al-Qur’an oleh para ulama dimaknai bahwa cahaya yang dimaksud adalah ilmu syar'i, ilmu yang berasal dari Allah dan RasulNya. "
Dalam kajian yang lain Ustadz Abdullah Zein MA menyebutkan," jika suatu saat ada sekelompok orang melarungkan sesajen dilaut selatan, tidak ada satupun orang melakukan protes atas perbuatan ini, dengan mengatakan ini adalah adat istiadat, biarkan saja jangan diusik. Namun ketika ada sekelompok orang dipinggir pantai Selatan melakukan shalat berjamaah dan menghadap ke laut, bukan kearah kiblat seperti syariatnya, maka seluruh penduduk Indonesia akan memvonis orang-orang itu sebagai sekumpulan orang yang telah sesat. Padahal sejatinya melarungkan sesajen untuk penghuni laut selatan dalam timbangan agama jelas jauh lebih buruk dari shalat menghadap keselatan, kelaut. Karena melakukan persembahan bukan kepada Allah adalah termasuk perbuatan syirik besar yang dapat mengeluarkan seseorang dari Islam. Kenapa hal ini dapat terjadi?, ini akibat tidak sampainya ilmu agama yang benar kepada kebanyakan umat Muslim, sehingga mereka tidak tau mana amalan yang sesat dan mana yang hidayah, sehingga penilaian sesat atau tidak sesat hanya menurut sejauh mana ilmu yang dimilikinya, Waallahua'lam. "
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِاْلأَخْسَرِينَ أَعْمَالاً {103} الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا {104} أُوْلَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِئَايَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَآئِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالَهُمْ فَلاَنُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا {105}
Katakanlah:”Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya”. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. [Al Kahfi : 103 – 105]
Allah ta’ala di dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. asy-Syura: 52)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)
Referensi dr almanhaj.or.id
No comments:
Post a Comment