Dalam sebuah kajian Ustadz Abdullah Zein mengatakan, " dalam tingkatan beragama seseorang ada tiga yakni Islam, Iman dan Ihsan. Tingkatan paling tinggi yakni Ihsan, dimana seseorang merasa dilihat dan diawasi oleh Allah terus menerus, jika seseorang sudah dalam tingkatan beragama seperti ini saat itulah dalam beragama dia sempurna, misal dalam hal shalat jika seseorang sudah merasa shalat dihadapan Allah tentu dengan sendirinya dia akan berusaha memberikan shalat terbaik yang dia mampu, sebaliknya jika dalam shalat dia merasa tidak berdiri dihadapan Allah tentu dia akan jauh dari khusyu dalam shalatnya. Atau mungkin suatu saat sampeyan datang kesebuah warnet dan disitu karena sendirian sampeyan buka situs-situs yang menampilkan gambar seronok, gambar wanita telanjang. Kemudian tiba-tiba datang ustadz yang sering mengisi pengajian yang sampeyan kenal duduk disebelah sampeyan, kira-kira apa yang terjadi? Pasti malu Khan?, Nah ini belum masuk kategori Ihsan karena sampeyan lebih malu dilihat ustadz ketimbang dilihat oleh Allah Azza Wa Jalla. Dalam sebuah kitab dibahas tentang bagaimana seseorang meremehkan padangan Allah dan mengutamakan pandangan makhluk, hal ini jelas jauh dari sikap Ihsan, karena sikap Ihsan adalah merasa diawasi oleh Allah lahir dan batin. Makanya dalam beberapa hadist disebutkan seseorang yang berdzikir sendirian kemudian dia menangis karena takut dengan Allah matanya diharamkan terkena api neraka, artinya mata dan pemiliknya dijamin tinggal di surga."
Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, maka apabila kamu tidak bisa (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu”. Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan: Diantara faedah yang bisa dipetik dari hadits ini adalah penjelasan tentang ihsan yaitu seorang manusia menyembah Robbnya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan, seolah-olah dia melihat-Nya sehingga diapun sangat ingin sampai kepada-Nya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila dia tidak bisa mencapai kondisi semacam ini maka hendaknya dia berada di derajat kedua yaitu: menyembah kepada Alloh dengan ibadah yang dipenuhi rasa takut dan cemas dari tertimpa siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda, “Jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu” artinya jika kamu tidak mampu menyembah-Nya seolah-olah kamu melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (Ta’liq Syarah Arba’in hlm. 21). Jadi tingkatan ihsan ini mencakup perkara lahir maupun batin.
Referensi "Islam, Iman dan Ihsan", karya Ari Wahyudi di muslim.or.id
By Siswo Kusyudhanto
No comments:
Post a Comment