Lihat dari mana engkau mengambil ilmu !
Perkataan salah satu tabi'in yakni Ibnu Sirin ini sangat masyhur dikalangan penuntut ilmu, "agama yang engkau miliki tergantung darimana engkau mengambilnya, lihat darimana engkau mengambilnya!", Dalam sebuah kajian Ustadz Abu Zubair Haawary menjelaskan tentang hal ini, perkataan ini muncul karena dimasa para tabi'in dan tabi'ut mulai bermunculan firqoh yang menyelisihi pemahaman kaum salaf, mulai ada gejala muncul pemahaman Ahlul bid'ah, sehingga seperti Ibnu Sirin melihat bahaya yang akan dihadapi paham Ahlu Sunnah, kemudian beliau mengingatnya para muridnya agar berhati-hati dalam mengambil ilmu, karena dengan ilmu itu kita beramal ibadah, kalau ilmu yang salah tentu amalannya jadi salah dan sebaliknya jika ilmu yang kita ambil benar tentu amalannya menjadi benar, waallahua'lam.
Melihat banyak posting video berdurasi beberapa menit tentang seorang ustadz asal Kota Malang yang katanya Wahabi memuat tentang larangan mudah mengatakan amalan ini bid'ah itu bid'ah jadi malah prihatin meskipun di kalangan orang awam pernyataan ini terlihat seperti benar dan menyejukkan, perkataan ini seakan untuk mempersatukan umat, padahal yang terjadi dia sedang menebarkan Syubhat, karena sebenarnya mana Sunnah dan mana Bid'ah sudah jelas, sudah dijelaskan oleh para ulama besar Ahlu Sunnah namun dibuatnya kabur dan remang-remang. Dan lebih anehnya yang bersangkutan mengaku adalah murid dari Syaikh Ustaimin, seorang ulama besar Arab Saudi yang dijuluki dinegri kita dengan negri Wahabi. Kenapa aneh, karena kalau kita kembalikan pernyataan itu kepada gurunya yakni Syaikh Ustaimin maka akan terlihat saling bertentangan, karena Syaikh Ustaimin sering mengingatkan para muridnya agar selalu menegakkan amar ma'ruf nahi munkar kepada umat demi menjaga kemurnian agama ini, agar agama ini tidak lenyap dari muka bumi. Tentu dalam kaidah amar ma'ruf nahi munkar kita wajib menjelaskan mana Tauhid dan mana Syirik, mana Sunnah dan mana Bid'ah, mana Halal dan mana Haram dan seterusnya. Jika hanya mendakwahkan amar ma'ruf saja, yakni menyerukan Tauhid, Sunnah, Halal dst. kemudian meninggalkan dakwah nahi Munkar, yakni meninggalkan dakwah bahaya akan Syirik, Bid'ah, haram dst. maka dakwah demikian menyelisihi konsep dakwah Sunnah, mungkin dakwah seperti ini akan disebut DAKWAH GAUL, waallahua'lam.
-------------------
Berikut kutipan pernyataan Syaikh Shalih Ustaimin :
..........
Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya sebab-sebab kemunduran ini kembali pada 2 perkara, yaitu:
1. Lemahnya agama dan kuatnya orang yang menyeru kepada kebatilan.
2. Lemahnya amar makruf dan nahi munkar dan mudâhanah (penipuan yang mengatasnamakan agama). Penjagaan agama tidak akan tegak kecuali dengan amar makruf dan nahi munkar. Memerintah apa yang telah di perintahkan Allah Azza wa Jalla dan Rasulnya dan melarang apa yang telah dilarang Allah Azza wa Jalla dan Rasulnya dengan tujuan nasehat karena Allah Azza wa Jalla bagi hambanya
Jika kita tidak melakukan amar makruf nahi munkar, hampir-hampir kita lenyap sebagaimana orang-orang selain kita. Karena itulah Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” [Ali Imrân/3:104]
Saya memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar menjadikanku termasuk golongan umat ini. Ya Allah Azza wa Jalla , jadikanlah kami golongan orang yang mengajak kepada kebaikan, melakukan amar makruf nahi munkar dan mendapat keberuntungan di dunia akhirat. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” [Ali Imrân/3:105]
Jika kita tidak melakukan amar makruf nahi munkar, kita pasti akan berselisih, karena masing-masing orang akan melakukan sekehendaknya. Dirinya di uji oleh hawa nafsunya. Ketika itu akan terjadi perselisihan/perpecahan di tubuh umat Islam.
Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman :
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” [Ali Imrân/3:110]
Jika kita mengerjakan 3 hal yaitu : Iman kepada Allah Azza wa Jalla ,amar makruf dan nahi munkar. Kita akan menjadi sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia. Jika kita meninggalkannya, maka kita tidak akan menjadi sebaik-baik umat. Bahkan mungkin akan menjadi umat yang paling jelek. Karena tidak ada nasab antara hamba dan Allah Azza wa Jalla .akan tetapi, barang siapa yang bertaqwa, dialah yang mulia di sisi-Nya. Orang yang paling mulia di sisi Allah Azza wa Jalla adalah orang yang paling bertaqwa.
Sesungguhnya sebagian manusia mengira bahwa amar makruf dan nahi munkar khusus bagi orang yang di tunjuk oleh daulah (pemerintah) saja. ini adalah prasangka yang salah. Amar makruf dan nahi mungkar tidak terbatas bagi satu kelompok tertentu saja, akan tetapi merupakan kewajiban seluruh manusia
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا (Barang siapa di antara kalian yang melihat kemungkaran). Mim, di sini adalah untuk syarat dan disebut dengan bentuk umum, artinya siapapun yang melihat kemungkaran, wajib baginya merubah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka dengan maka dengan hatinya. Jika ia termasuk orang yang di beri hak oleh penguasa, maka hendaknya mengubah dengan tangannya. Jika tidak, maka hendaknya berpindah kepada derajat yang kedua yaitu dengan lisannya, dengan cara berbicara dengan nasehat dan arahan. Jika tidak mungkin, maka dengan hatinya, dengan cara mengingkari dan membenci kemungkaran tersebut serta berlepas diri dari pelakunya. Akan tetapi, tidak berlepas diri secara mutlak, karena pelaku kemungkaran yang masih muslim ada sisi baik dan sisi buruknya. Hendaknya ia berpaling dari sisi buruknya dan menolong pada sisi baiknya.
Jika seseorang tidak merasa tidak bermanfaat ketika mendatangi orang yang berbuat munkar, maka wajib baginya menyerahkan kepada yang berwenang yang berhak mengurusi orang ini. Jika telah menyerahkanya, maka gugurlah kewajibannya dan ia selamat dari dosa. Adapun bagi yang berwenang hendaknya menegakkan perbaikan yang telah Allah Azza wa Jalla wajibkan atas mereka.
Sesungguhnya umat tidak akan menjadi kuat dan terpandang hingga mereka bersatu, dan hal itu tidak mungkin tercapai kecuali tegak amar makruf nahi mungkar. Sehingga umat berada dalam satu agama dalam akidah, ucapan, amalan dan jalan yang lurus. Jika tidak, maka fondasi Islam akan roboh. Mereka berpecah menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok merasa bangga dengan kelompoknya. Ketika itu benarlah firman Allah Azza wa Jalla :
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ ۚ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat” [al-An`âm/6:159]
Kalian adalah umat yang satu. Jika kalian tidak menegakkan perintah Allah Azza wa Jalla dan melakukan perbaikan di masyarakat dengan menerapkan agama Allah Azza wa Jalla , maka siapa lagi? Jika mereka tidak saling bahu-membahu mencegah keburukan dan kerusakan, maka semua akan hancur. Abdullah bin mas`ud Radhiyallahu anhu berkata:“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, :“Sesungguhnya seseorang dari bani Israil apabila melihat saudaranya mengerjakan dosa, ia pun mencegahnya sebagai permaafan baginya. Jika besoknya tidak mencegah apa yang dia lihat. Ia pun duduk dan makan bersamanya. Tatkala Allah Azza wa Jalla melihat hal itu. Allah Azza wa Jalla pukul hati sebagian mereka kepada sebagian yang lain dan Allah Azza wa Jalla melaknat mereka melalui lisan Nabi mereka Dâwud Alaihissallam dan Isa Bin Maryam Alaihissallam. Hal itu karena mereka durhaka dan melampaui batas””
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Demi dzat yang diriku berada di tangannya. Hendaklah kalian benar-benar melaksanakan amar makruf dan nahi munkar. Dan hendaklah kalian benar-benar mengambil tangan orang yang bodoh dan membawanya kepada kebenaran atau Allah Azza wa Jalla benar-benar akan memukul hati sebagian kalian dengan sebagian yang lainnya kemudian melaknat kalian sebagaimana Allah Azza wa Jalla melaknat mereka” [Tafsîr ath-Thabary 4/657 dan Ibnu Abî Hâtim dalam Tafsîr Ibnu Katsîr 3/161]
Tatkala kaum Muslimin menaklukkan pulau Cyprus. Penduduknya takut dan menangis. Diperlihatkan kepada Abu Dardâ` Radhiyallahu anhu, dia menangis. Ada yang bertanya: “Apa yang membuat kamu menangis pada hari Allah Azza wa Jalla memuliakan Islam dan pemeluknya? Ia menjawab: “Celaka kamu. Sungguh hina seorang makhluk di hadapan Allah Azza wa Jalla jika mereka meremehkan perintah-perintah-Nya. Sebelumnya mereka adalah umat yang rajanya menindas secara terang-terangan dan mereka meninggalkan perintah Allah Azza wa Jalla. Kamu lihat mereka menjadi seperti sekarang ini”
(Dikutip dari Adl-Dhiyâul Lawâmi Minal Khuthâbil Jawâmi, karya Syaikh Muhammad Bin Shâlih Al-Utsaimîn, halaman 371–378)
Referensi Dr almanhaj.or.id
By Siswo Kusyudhanto
Fans page"Sunnah Diaries".
No comments:
Post a Comment