Oleh Siswo Kusyudhanto
Kemarin bertemu beberapa orang bapak yang dalam perbincangan kami dia mengatakan buruk orang-orang yang suka pakai pakaian cingkrang dan berjenggot, menurut mereka orang yang celananya cingkrang berlebihan dalam beragama, lalu saya katakan bahwa mereka berpakaian dan berpenampilan seperti itu karena mengikuti perintah Allah dan RasulNya, seperti larangan isbal banyak dibahas di kitab ulama, bahkan Imam Nawawi dalam Kitab Riyadush Shalihin membuat bab khusus larangan isbal, ada 12 hadits ada dalamnya.
Lalu jadi ingat ketika Dr Zakir Naik ditanya seseorang tentang larangan isbal, kata beliau setiap perintah dan larangan dari Allah dan RasulNya wajib setiap Muslim mengatakan "Saya dengar dan saya Taati", termasuk juga soal larangan isbal, jika untuk menaikkan kain saja seorang Muslim berdalih ini dan itu padahal itu amalan yang sangat ringan sekali, cuma menaikkan kain beberapa cm saja, lalu bagaimana bentuk kecintaan yang dia berikan kepada Allah dan RasulNya?. Lalu bagaimana sikap dia untuk amalan lain dalam Islam yang jauh lebih berat selain itu seperti haji, menjauhi riba, zakat, jihad dan seterusnya, jika yang ringan saja dia ingkari ?.
Dalam sebuah kesempatan dapat nasehat seorang ustadz tentang adab kepada Allah dan RasulNya, kata beliau adab terhadap perintah dan larangan yang datangnya dari Allah dan RasulNya perlu kita latih untuk Samina Watho'na, dengar dan taati, karena kalau kita terbiasa bersikap berdalih dan ingkar terhadap perintah dan larangan dari Allah dan RasulNya maka kemungkinan besar kita akan tersesat jauh Tampa kita sadari. Dan ketika itu sudah terjadi sulit kembali kita kepada jalan yang diridhoi oleh Allah Ta'ala, dalam artian kafir Tampa sadar.
Waalahua'lam.
Waalahua'lam.
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
"Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.” “Kami mendengar dan kami patuh.” Mereka itulah orang-orang yang beruntung. Siapa saja yang taat kepada Allah dan rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS An-Nur [24]: 51-52).
Allah berfirman,
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Bisa jadi, kalian membenci sesuatu sementara itu baik bagi kalian, dan bisa jadi, kalian mencintai sesuatu sementara itu buruk bagi kalian. Allah mengetahui, sementara kalian tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Ayat di atas Allah akhiri dengan firman-Nya (yang artinya), “Allah mengetahui, sementara kalian tidak mengetahui.” Di antara rahasia di balik penyebutan keterangan di atas oleh Allah, setelah Dia menyatakan bahwa hukum-Nya terkadang tidak sesuai dengan selera manusia, adalah untuk menunjukkan bahwa sesungguhnya Allah lebih mengetahui hal yang terbaik untuk kita daripada diri kita sendiri. Allah lebih mengetahui tentang kebutuhan hidup kita daripada kita sendiri. Karena itu, yang dijadikan tolak ukur baik dan buruk dalam kehidupan manusia bukanlah kecenderungan dan selera hati manusia. Namun, yang menjadi tolak ukur adalah pilihan Allah Ta’ala. Demikian keterangan dari Ibnul Qayyim, sebagaimana termuat dalam al-Fawaid, hlm. 91.
Sumber Referensi" Hukum dan Solusi, membangun Sikap Samina Watho'na", karya Ustadz Ammi Nur Baits di konsultasisyariah.c
No comments:
Post a Comment