Oleh Siswo Kusyudhanto
Saya bingung lihat majelisnya seorang dokter Muslimah, padahal setau saya dia belum pernah diketahui belajar akademis dalam ilmu agama seperti para ustadz lulusan Universitas Islam Madinah, Al Azhar Mesir, atau Darul Hadits Yaman atau lainnya, namun kajiannya dihadiri ribuan orang, itu yang disampaikan apa yaa?.
Jadi ingat nasehat seorang ustadz, bahwa kepandaian seseorang beretorika, pintar dalam argumentasi dan sejenisnya belum menjadi jaminan dia orang yang berilmu dan layak diambil ilmunya. Karenanya ulama terdahulu (salaf) selalu meneliti orang yang akan diambil ilmunya, karena sembarangan mengambil ilmu dapat menggadaikan amal ibadah kita, atau juga bahkan Aqidah kita.
Waalahua'lam.
Waalahua'lam.
Imam kota Madinah di jamannya, Imam Malik bin Anas rahimahullah, menjelaskan hal ini dengan lebih rinci dalam ucapan beliau, “Tidak boleh mengambil ilmu (agama) dari empat (type manusia) dan boleh mengambil ilmu dari selain mereka; Tidak boleh mengambil ilmu dari mubtadi’ (ahli bid’ah) yang mengajak (orang lain) kepada bid’ahnya; Tidak boleh mengambil ilmu dari orang dungu yang menampakkan kedunguannya terang-terangan; Tidak boleh mengambil ilmu dari orang yang selalu berdusta ketika berbicara dengan orang lain, meskipun dia jujur dalam (menyampaikan) hadits-hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; Dan tidak boleh mengambil ilmu dari orang yang tidak mengetahui (ahli dalam) ilmu agama.”
Imam Ibnu Sirin –rohimahulloh-:
“Dahulu para ulama salaf tidak menanyakan tentang sanad, lalu ketika terjadi fitnah, mereka pun mengatakan: ‘sebutkan kepada kami orang-orang (sumber ilmu) kalian!’, maka jika dilihat orang tersebut ahlussunnah; haditsnya diterima, dan jika dilihat orang tersebut ahli bid’ah; haditsnya tidak diterima”. (Muqoddimah Shahih Muslim 1/15).
Beliau juga mengatakan dalam pesannya yang masyhur:
“Sungguh ilmu ini adalah agama kalian, maka lihatlah darimana kalian mengambil agama kalian”. (Muqoddimah Shahih Muslim 1/14).
Allah Ta'ala berfirman :
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا﴿٦٦﴾وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا﴿٦٧﴾رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata, ‘Alangkah baiknya, andaikata kami dulu taat kepada Allâh dan taat (pula) kepada Rasul.’
Dan mereka berkata, ‘Ya Rabb kami! Sesungguhnya kami dulu telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar).
Wahai Rabb kami! Timpakanlah kepada mereka dua kali lipat dari adzab dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.’ [Al-Ahzab/33:66-68]
Sumber "Referensi Ekstra Hati-Hati Dalam Menjadikan Seseorang Sebagai Rujukan Beragama"
Dr. Musyaffa Addariny, Lc., M.A. di web muslim.or
Dr. Musyaffa Addariny, Lc., M.A. di web muslim.or
No comments:
Post a Comment