Oleh Siswo Kusyudhanto
Saya pernah ditanya seseorang, " Mas itu wahabi yaa?", sempat kaget dan sedikit emosi ditanya demikian, namun saya mencoba bersabar, lalau saya tanya balik, " Kenapa bertanya demikian?', dia menjawab, " Karena mas saya lihat tidak pernah ikut tahlil kematian, tidak ikut merayakan maulid nabi, gak pernah ikut yasinan dan amalan lainnya, kata seorang kyai jika tidak mengerjakan amalan itu maka ciri seorang pengikut wahabi".
Lalu saya jelaskan singkat bahwa saya bukan wahabi, namun saya tidak mengamalkan amalan yang tidak ada contohnya dari Nabi Muhammad Shalallalahu alaihi Wa Sallam dan para sahabat beliau, juga para ulama kibar(besar) seperti para imam mazhab, mereka semua tidak pernah mengamalkan amalan-amalan itu, dan seharusnya setiap Muslim juga mengikuti amalan mereka, karena tidak ada amalan dalam Islam yang tidak diketahui oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam dan juga para sahabat, jika itu amalan baik pasti beliau duluan yang amalkan, bukan malah kita duluan.
Kalau wahabi adalah sebutan untuk orang yang tidak mengamalkan amalan-amalan itu, bagaimana dengan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi waSallam, sahabat beliau, juga para imam mazhab yang juga tidak pernah amalkan amalan itu, apakah mereka juga disebut demikian juga?.
Sungguh miris dengan keadaan dijaman ini, banyak sekali fitnah tersebar dikalangan Umat Muslim, bahkan banyak diantaranya terjebak dalam fitnah tersebut sampai tidak mengetahui mana yang hak dan yang bathil, makin sadar pentingnya selalu mendakwahkan paham beragama yang benar ditengah Umat ini, insyaAllah.
Suatu saat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkisah,
خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هذه سبل و عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian beliau membaca,
{وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya’” ([Al An’am: 153] Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya)
Para imam tafsir menjelaskan bahwa pada ayat ini, Allah Tabaraka wa Ta’ala menggunakan bentuk jamak ketika menyebutkan jalan-jalan yang dilarang manusia mengikutinya, yaitu {السُّبُلَ}, dalam rangka menerangkan cabang-cabang dan banyaknya jalan-jalan kesesatan. Sedangkan pada kata tentang jalan kebenaran, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan bentuk tunggal dalam ayat tersebut, yaitu {سَبِيلِهِ}. karena memang jalan kebenaran itu hanya satu, dan tidak berbilang. (Sittu Duror, hal.52).
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Dan ini disebabkan, karena jalan yang mengantarkan (seseorang) kepada Allah hanyalah satu. Yaitu sesuatu yang dengannya, Allah mengutus para Rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Tiada seorangpun yang dapat sampai kepada-Nya, kecuali melalui jalan ini” (Sittu Duror, hal.53).
Sumber Referensi " Jalan Kebenaran hanya satu", karya Ustadz Sa'id Abu Ukasyah di web muslim.or
No comments:
Post a Comment