Oleh Siswo Kusyudhanto
Beberapa waktu yang lalu ada teman yang menyumbang uang sebesar 50 ribu untuk pengadaan Mushaf Al-Qur'an di sebuah kelas bacaan Al-Qur'an yang kami adakan, saya sangat terharu menerima sumbangan itu mengingat dia mau menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membantu kami sementara pekerjaan yang ditekuninya bukan pekerjaan tetap alias serabutan, dia bekerja sesuai tawaran pekerjaan yang ada.
Jujur sebenarnya saya ingin menolak sedekahnya mengingat keadaan dirinya, namun disisi lain juga takut membuatnya kecewa dan jika saya tolak malah dianggap merendahkan sedekahnya, padahal dia sudah punya semangat sedekah, akhirnya saya terima juga demi menjaga semangat sedekahnya itu.
Keadaan ini sangat jauh berbeda dengan salah satu teman lainnya yang pernah saya minta sedekah Mushaf Al-Qur'an beberapa waktu sebelumnya, ada teman lain yang punya beberapa perusahaan yang tersebar dibeberapa daerah di Indonesia, omzetnya milyaran rupiah sebulan namun ketika saya minta bantuan untuk membantu kami berupa Mushaf Al-Qur'an dia selalu berkata "insyaAllah", dan sampai detik ini tidak satupun Mushaf Al-Qur'an dia sumbangkan kepada kami.
Meskipun dia sangat mampu dari sisi ekonomi namun untuk urusan sedekah sangat berat baginya.
Meskipun dia sangat mampu dari sisi ekonomi namun untuk urusan sedekah sangat berat baginya.
Jadi teringat kajian Ustadz Abdullah Zein MA soal ini, kata beliau misal ada seseorang bergaji 10 juta kemudian bersedekah 1 juta, kemudian ada juga orang lain yang bergaji 3 juta dan bersedekah 1 juta, meskipun dari sisi jumlah uang yang disedekahkan sama yakni 1 juta namun yang gaji 3 juta dan bersedekah 1 juta lebih besar nilainya disisi Allah Ta'ala, karena orang yang bergaji 10 juta ringan baginya mengeluarkan uang 1 juta dari gajinya karena itu hanya sepersepuluh dari gaji yang dimiliki sementara orang yang bergaji 3 juta perlu pengorbanan lebih besar dalam hatinya untuk merelakan sepertiga dari gajinya untuk disedekahkan, waalahua'lam.
Keikhlasan seseorang dalam melakukan sesuatu yang dilihat dan dinilai oleh Allah Ta'ala, disebutkan dalam sebuah hadits
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَ أَمْوَالِكُمْ وَ لَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ أَعْمَالِكُمْ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak kepada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian”.
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Muslim dalam kitab Al Birr Wash Shilah Wal Adab, bab Tahrim Dzulmin Muslim Wa Khadzlihi Wa Ihtiqarihi Wa Damihi Wa ‘Irdhihi Wa Malihi, VIII/11, atau no. 2564 (33).
2. Ibnu Majah dalam kitab Az Zuhud, bab Al Qana’ah, no. 4143.
3. Ahmad dalam Musnad-nya II/ 539.
4. Baihaqi dalam kitab Al Asma’ Wa Shifat, II/ 233-234, bab Ma Ja’a Fin Nadhar.
5. Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Auliya’, IV/103 no. 4906.
Hadits ini diriwayatkan oleh:
1. Muslim dalam kitab Al Birr Wash Shilah Wal Adab, bab Tahrim Dzulmin Muslim Wa Khadzlihi Wa Ihtiqarihi Wa Damihi Wa ‘Irdhihi Wa Malihi, VIII/11, atau no. 2564 (33).
2. Ibnu Majah dalam kitab Az Zuhud, bab Al Qana’ah, no. 4143.
3. Ahmad dalam Musnad-nya II/ 539.
4. Baihaqi dalam kitab Al Asma’ Wa Shifat, II/ 233-234, bab Ma Ja’a Fin Nadhar.
5. Abu Nu’aim dalam kitab Hilyatul Auliya’, IV/103 no. 4906.
Sumber Referensi "Ikhlas" karya Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas di almanhaj.or
No comments:
Post a Comment