Oleh Siswo Kusyudhanto
Dalam sebuah kajian seorang ustadz pernah ditanya seorang jamaah, "Ustadz apa latar belakang muncul fitnah wahabi?", kemudian ustadz menjawab, "munculnya fitnah wahabi dilatar belakangi faktor ekonomi dan mungkin juga politik", namun ustadz tidak menjelaskan secara detail, belakangan ketika ada seorang teman agen asuransi mengeluh sulitnya menjual premi asuransi di Pekanbaru belakangan ini, sangat berbeda dengan keadaan beberapa tahun yang lalu, saya baru paham jawaban ini.
Yang dikeluhkan teman itu mungkin benar, dulu, beberapa tahun yang lalu, di Kota Pekanbaru jamaah kajian Sunnah belum begitu banyak, meskipun kajian Sunnah sudah ada namun saat itu sangat sedikit jamaahnya, dengan demikian tentu saat itu sangat sedikit penduduk Pekanbaru yang mengetahui keharaman asuransi konvensional.
Yang dikeluhkan teman itu mungkin benar, dulu, beberapa tahun yang lalu, di Kota Pekanbaru jamaah kajian Sunnah belum begitu banyak, meskipun kajian Sunnah sudah ada namun saat itu sangat sedikit jamaahnya, dengan demikian tentu saat itu sangat sedikit penduduk Pekanbaru yang mengetahui keharaman asuransi konvensional.
Dengan merebaknya kajian Sunnah di Pekanbaru, dan tersampainya ilmu syar'i ke banyak orang membuka wawasan khalayak dalam ilmu agama, termasuk dalam ilmu Muamalah, transaksi antara halal dan riba makin jelas terlihat. Dengan demikian berangsur-asung orang yang punya ilmu Muamalah syariah mulai meninggalkan perkara2 riba. Akibatnya produk2 riba makin sulit dipasarkan ditengah masyarakat, waallahua'lam.
Dalam lingkup Nasional mungkin dampak Dakwah Sunnah sangat terlihat sebagai ancaman bagi beberapa pihak yang terusik kepentingannya.
Misal soal rokok saja, seperti dilansir oleh Tempo pada Agustus 2016, penghasilan dalam satu tahun dari tiga perusahaan rokok terbesar nasional mencapai 273 trilyun rupiah, bayangkan kalau dari penduduk Muslim di Indonesia yang jumlahnya sekitar 206 juta, setengahnya berpaham Ahlu Sunnah Manhaj Salaf, dan sekitar setengahnya tidak merokok, maka perusahaan besar itu akan tutup, para petani tembakau akan gulung tikar, cukai rokok/pajak akan turun drastis, dan seterusnya.
Atau juga misal dakwah ini berkembang dan semua Umat Muslim adalah jamaah kajian Sunnah maka industri riba akan gulung tikar, karena akad rkredit yang mayoritas adalah riba di Indonesia sangat besar, menurut laporan Bank Indoneisa volume kredit di negri ini sekitar 451 trilyun rupiah setiapa enam bulan, artinya sekitar hampir 1000 trilyun pertahun, jika banyak umat Muslim meninggalkan hal yang berkaitan dengan riba yakinlah bank-bank akan tutup, leasing akan gulung tikar dan seterusnya.
Juga soal musik, jika Muslim di Indonesia aktif duduk di kajian Sunnah lalu tiba-tiba mereka sepakat mengharamkan musik dalam kehidupan sehari-hari, dan mereka berusaha menjauhi apapun yang berkaitan dengan musik maka industri yang berkaitan dengan musik, mulai orgen tunggal di kampung2 akan sepi orderan karena tidak ada acara dalam masyarakat menggunakan musik, tiket-tiket konser musik gak laku, tempat karaoke dan diskotik akan gulung tikar, dan seterusnya. Padahal industri musik di Indoneisa menyangkut uang yang sangat besar. Bayangkan saja kalau sekali sewa organ tunggal sekitar 4 juta dan ada acara seperti agustusan jika satu kelurahan seIndonesia sejumlah 7000 kelurahan tiba-tiba tidak mengadakan konser orgen tunggal, maka ada sekitar 2,8 trilyun rupiah lenyap.
Juga misal mayoritas Muslim di negri ini tiba-tiba sepakat menjauhi perkara2 bid'ah, jika diketahui pengamal amalan tahlilan saja misal ada 30 juta orang, 1 persennya saja atau 30,000 orang dan sekali bikin biaya tahlil kematian 500 ribu saja, artinya sekitar 15 milyar lenyap karena tiba-tiba mereka berhenti melaksanakan tahlil kematian, atau juga semisal ada 1 juta masjid di Indonesia tiba-tiba berhenti melakukan maulid nabi dengan biaya semisal 500 ribu jika 10 persennya berhenti melakukan itu maka artinya ada 50 milyar lenyap begitu saja. Dan banyak amalan-amalan yang masuk bid'ah sisi ekonominya lenyap.
Maka tentu tidak ada lagi undangan kepada kyai dan habib untuk memimpin peringatan Maulid Nabi, tidak lagi kyai diundang untuk memimpin tahlil kematian, dan seterusnya, akibatnya tentu tidak ada amplop bagi mereka yang diundang.
Maka tentu tidak ada lagi undangan kepada kyai dan habib untuk memimpin peringatan Maulid Nabi, tidak lagi kyai diundang untuk memimpin tahlil kematian, dan seterusnya, akibatnya tentu tidak ada amplop bagi mereka yang diundang.
Juga jika sebagian Muslim di Indonesia tiba-tiba menjauhi ngalap berkah dan semacamnya, karena sejak mereka ngaji Sunnah tau perkara seperti itu dekat dengan perkara syirik yang dilarang Allah dan RasulNya, tentu industri yang berkaitan wisata ngalap berkah akan terganggu, seperti penyedia jasa Bus Wisata, tukang jualan kembang dan alat ziarah, dan seterusnya.
Dan masih banyak lagi aspek lain soal ekonomi dan politik yang akan terusik dengan makin berkembangnya Dakwah Sunnah di negri ini.
Makanya aneh kalau sebagian orang selalu menyuarakan kesesatan Wahabi dengan alasan aqidah, karena kalau tinjauannya Aqidah tentu orang Syi'ah atau Nasrani jauh lebih sesat lagi, orang Syi'ah mencaci maki orang yang disucikan oleh mayoritas Ahlu Sunnah seperti mereka mencaci serta melaknat Aisyah Radhliyaa Anhaa yang merupakan ibu dari kaum Mukminin, bahkan oleh orang Syi'ah dianggap sebagai pelacur, subhanaallah. Demikian juga Nasrani mengatakan Allah punya anak padahal Islam jelas menyatakan Allah Ta’ala adalah Esa/Tunggal, bahkan Nasrani berani menargetkan dalam usaha memurtadkan umat Muslim dinegri ini, yakni pada th. 2035 penduduk Indonesia 50% adalah Nasrani. Anehnya sangat sedikit orang dari kalangan Umat Muslim yang menyuarakan kesesatan Syi'ah dan Nasrani, kenapa selalu wahabi yang selalu jadi sasaran?, tentu ada motif lain selain dari sudut Aqidah, coba kita berfikir sejenak tentang hal tersebut, keep smart.
Waallahua'lam.
No comments:
Post a Comment