Oleh Siswo Kusyudhanto
Ada pertanyaan menarik dari seorang teman, dia bertanya," Kenapa para ustadz pemateri Kajian Sunnah sangat sedikit yang mengisi acara di TV Nasional padahal dari sisi kelimuan mereka cukup untuk menjelaskan sesuatu mengingat latar belakang pendidikan yang mereka dapatkan rata-rata dari Universitas Islam terkenal seperti Universitas Islam Madinah, Darul Hadits Yaman, Universitas Riyadh Arab Saudi Arabia, Al Azhar Mesir dan sebagainya ?'.
Saya jawaban semampu dan sejauh pengetahuan saya, "Ya mungkin penyebabnya adalah apa yang disampaikan oleh para ustadz kita banyak tidak disukai oleh masyarakat kita, meskipun yang disampaikan disertai Hujjah yang benar dan sahhih dari Al-Qur'an dan Hadits. Misal saja para ustadz kajian Sunnah sama ketika membahas haramnya musik, sementara masyarakat kita menjadikan musik sebagai bagian hidup mereka, atau ketika para ustadz menyampaikan larangan berbuat riba sementara di sebagian besar masyarakat kita riba sebagai gaya hidupnya mulai televisi, perabot, motor, mobil dan rumah didapat dengan cara riba, atau mungkin juga ketika para ustadz menyampaikan larangan berbuat syirik dan bid'ah pasti tidak disukai sebagian besar masyarakat kita yang menganggap amalan syirik dan bid'ah mereka adalah bagian budaya mereka. Dan banyak lagi hal yang meskipun benar namun tidak disukai dari kalangan masayrakat kita.
Sementara tau sendiri televisi nasional kita menayangkan sesuatu didasarkan pada ratting, makin tinggi rattingnya makin disukai mereka karena uang masuk dari iklan makin besar, apa yang mereka sajikan bukan atas kebenaran tapi mengikuti syahwat dalam masyarakat kita.
Maka yang ditampilkan di televisi nasional kita kebanyakan adalah ustadz yang membolehnya banyak hal yang disukai masyarakat kita, seperti membolehkan musik, membolehkan riba asal darurat, membolehkan berbuat syirik dan bid'ah karena dianggap bagian dari budaya nusantara.
Semoga hal ini memicu semangat para ustadz kita untuk terus berdakwah menyampaikan kebenaran didasarkan hujjah yang sahhih dari Al-Qur'an dan Hadits, agar makin banyak kalangan masyarakat kita mengenal cara beragama yang benar sesuai syariat Allah dan RasulNya, dan suatu saat mereka tampil di televisi-televisi nasional kita, aamiin."
Allah Ta'ala mengingatkan bahaya jika dalam beragama hanya modal ikut-ikutan orang banyak dan meninggalkan ketentuan Allah dan RasulNya,
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ﴿١١٦﴾إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ مَنْ يَضِلُّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allâh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persanggkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja. Sesungguhnya Rabbmu, Dia-lah yang lebih mengetahui tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang orang orang yang mendapat petunjuk. [Al-An’am/6:116-117]
Allah juga berfirman,
فَلاَ تَخْشَوُاْ النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلاً
Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. (QS. al-Maidah: 44)
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan,
معناه لا تعتاضوا عن البيان والإيضاح ونشر العلم النافع في الناس بالكتمان واللبس لتستمروا على رياستكم في الدنيا القليلة الحقيرة الزائلة عن قريب
Maknanya, janganlah kalian mengambil dunia, dengan sengaja menyembunyikan penjelasan, informasi, dan tidak menyebarkan ilmu yang bermanfaat kepada masyarakat, serta membuat samar kebenaran. Agar kalian bisa mempertahankan posisi kepemimpinan kalian di dunia yang murah, rendah, dan sebentar lagi akan binasa. (Tafsir Ibnu Katsir, 1/244).
Sumber Referensi "Makna menjual ayat demikian murah",karya Ustadz Ammi Nur Baits di konsultasisyariah.co
No comments:
Post a Comment