Oleh Siswo Kusyudhanto
Prihatin, mungkin karena kelewat jahil, taklid buta dan tidak mencoba mencari kebenaran atas berita yang diterimanya, seorang teman yang awam mengatakan bahwa ciri wahabi adalah yang tidak tahlil kematian, tidak melakukan shalawat nariyah, tidak merayakan maulid nabi dan amalan bid'ah lainnya. Kemudian saya tanyakan kepadanya, "kalau kriteria wahabi adalah yang tidak melakukan amalan2 itu, lalu bagaimana dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wassalam, para sahabatnya, para tabi'in dan tabi'ut, juga para imam madzhab?, apakah mereka lantas disebut sebagai Wahabi juga? Karena tidak mengamalkannya?. ", teman saya nampak bingung menjawab pertanyaan saya, semoga dia mau mencari kebenaran atas berita yang diterimanya, aamiin.
Padahal sebaik-baik amalan dalam agama ini adalah apa yang diamalkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wassalam dan para sahabatnya, juga para tabi'in dan tabi'ut.
Dalam sebuah kajian Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas mengatakan, "sudah kewajiban bagi Ahlu Sunnah untuk mengikuti pemahaman shalafus shaleh yang merupakan generasi terbaik umat ini, dan Allah menjamin surga jika kita mengikuti pemahaman mereka, waallahua'lam."
Dalam sebuah kajian Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas mengatakan, "sudah kewajiban bagi Ahlu Sunnah untuk mengikuti pemahaman shalafus shaleh yang merupakan generasi terbaik umat ini, dan Allah menjamin surga jika kita mengikuti pemahaman mereka, waallahua'lam."
Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali. [An Nisa’:115].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Sesungguhnya, keduanya itu (yaitu menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Pen.) saling berkaitan. Semua orang yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, berarti dia mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min. Dan semua orang yang mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu’min, berarti dia menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya.” Lihat Majmu’ Fatawa (7/38)
Pada saat ayat ini turun, belum ada umat Islam selain mereka, kecuali para sahabat Radhiyallahu ‘anhum. Merekalah orang-orang mu’min yang pertama-tama dimaksudkan ayat ini. Sehingga wajib bagi generasi setelah sahabat mengikuti jalan para sahabat Nabi.
وَالسَّابِقُونَ اْلأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَاْلأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. [At Taubah:100].
Sumber referensi, "Kewajiban mengikuti paham para shalafus shaleh", karya Ustadz Muslim Atsary di almanhaj.or. Id